Al-Kahf Ayat 1-2: Petunjuk Lurus dari Allah untuk Hamba-Nya

Icon Al-Quran dan Cahaya Hidayah Simbol Al-Quran terbuka yang memancarkan cahaya, melambangkan petunjuk, kebijaksanaan, dan pencerahan ilahi.

Surah Al-Kahf, yang secara harfiah berarti "Gua," merupakan salah satu surah Makkiyah dalam Al-Quran yang diturunkan sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Surah ini memiliki keistimewaan tersendiri, kerap dibaca oleh umat Islam, terutama pada hari Jumat, sebagai bentuk ibadah dan permohonan perlindungan dari berbagai fitnah kehidupan, termasuk fitnah terbesar, Dajjal, yang dikisahkan akan muncul di akhir zaman. Meskipun surah ini terkenal dengan empat kisah utamanya—Ashabul Kahfi, dua pemilik kebun, Nabi Musa dan Khidir, serta Dzulqarnain—yang semuanya membahas berbagai bentuk fitnah (agama, harta, ilmu, dan kekuasaan), pembukaan surah ini dengan ayat 1 dan 2 adalah sebuah deklarasi agung yang menjadi fondasi dan inti pesan dari keseluruhan Al-Quran itu sendiri.

Ayat-ayat pembuka ini bukanlah sekadar formalitas, melainkan proklamasi ilahi yang memuat pujian kepada Dzat Yang Maha Agung, pengenalan terhadap Al-Quran sebagai kitab yang sempurna, serta misi fundamental Rasulullah SAW sebagai pembawa peringatan dan kabar gembira. Ia merangkum esensi tauhid, kenabian, dan risalah Ilahi dengan keindahan dan kedalaman makna yang luar biasa. Setiap frasa, bahkan setiap kata, dalam dua ayat ini adalah mutiara hikmah yang layak untuk direnungkan secara mendalam, menggali implikasi spiritual, linguistik, dan praktisnya bagi kehidupan seorang Muslim di setiap zaman.

Melalui artikel ini, kita akan bersama-sama menyelami lautan makna yang terkandung dalam Surah Al-Kahf ayat 1 dan 2. Kita akan mengurai setiap bagian dari ayat tersebut, mulai dari pengakuan "Alhamdulillah" yang menjadi dasar segala pujian, hingga janji "ajran hasana" bagi mereka yang beriman dan beramal shalih. Pemahaman yang komprehensif terhadap ayat-ayat ini diharapkan dapat memperkuat keimanan, meluruskan pandangan hidup, dan memotivasi kita untuk menjadikan Al-Quran sebagai pedoman utama dalam meniti perjalanan hidup di dunia yang fana ini.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا ۜ قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Quran) kepada hamba-Nya dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya;
sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.

Mari kita telaah lebih lanjut makna-makna yang terkandung dalam setiap bagian ayat ini dengan seksama.

Analisis Ayat 1: Deklarasi Pujian dan Kesempurnaan Kitab Ilahi

1. "ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ" (Alhamdulillah) - Segala Puji bagi Allah

Ayat pertama Surah Al-Kahf dibuka dengan frasa "Alhamdulillah," sebuah deklarasi agung yang juga menjadi pembuka Surah Al-Fatihah dan beberapa surah lainnya dalam Al-Quran. Ini bukan sekadar ucapan syukur biasa, melainkan sebuah pernyataan fundamental tentang Tauhid, yaitu keesaan Allah dalam segala aspek-Nya.

2. "ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ" (allazii anzala 'alaa 'abdihil-Kitaab) - Yang telah menurunkan Kitab (Al-Quran) kepada hamba-Nya

Bagian ayat ini secara eksplisit menjelaskan mengapa Allah dipuji, yaitu karena tindakan-Nya yang agung dalam menurunkan Al-Kitab. Setiap elemen dalam frasa ini memiliki makna yang mendalam:

Dengan demikian, frasa ini menegaskan asal-usul Al-Quran yang ilahi, kemuliaan Rasulullah sebagai perantara yang dipilih, dan sifat universal Al-Quran sebagai Kitab panduan yang lengkap dan tak tergantikan bagi seluruh umat manusia.

3. "وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا ۜ" (wa lam yaj'al lahuu 'iwajaa) - Dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya

Ini adalah penegasan yang sangat kritis dan agung tentang kesempurnaan dan keutuhan Al-Quran. Kata "عِوَجَا" ('iwajaa) adalah inti dari penafian ini.

Penegasan "wa lam yaj'al lahu 'iwajaa" memberikan keyakinan penuh kepada umat Islam bahwa mereka memiliki sumber hidayah yang mutlak benar, tanpa cela, dan tidak akan pernah menyesatkan. Ini membedakan Al-Quran dari segala bentuk ajaran buatan manusia atau kitab-kitab yang telah mengalami distorsi seiring waktu.

Analisis Ayat 2: Fungsi Ganda Al-Quran sebagai Peringatan dan Kabar Gembira

1. "قَيِّمًا" (Qayyiman) - Sebagai bimbingan yang lurus (atau yang menegakkan)

Kata "قَيِّمًا" (Qayyiman) adalah kunci untuk memahami fungsi aktif Al-Quran setelah menafikan adanya kebengkokan di dalamnya. Ia bukan hanya "tidak bengkok," tetapi juga secara proaktif "meluruskan" dan "menegakkan." Kata ini memiliki makna yang sangat kaya dan multi-dimensi:

Dengan demikian, Al-Quran adalah fondasi yang kokoh untuk membangun kehidupan yang saleh dan peradaban yang adil. Ia adalah penentu kebenaran, pemelihara syariat, dan pengatur segala urusan dengan cara yang paling lurus dan bijaksana.

2. "لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ" (liyunzira ba'san shadiidam mil ladunhu) - Untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi-Nya

Setelah menegaskan kesempurnaan Al-Quran, ayat ini melanjutkan dengan menjelaskan fungsi ganda dari Al-Quran dan misi kenabian Muhammad SAW. Fungsi pertama adalah sebagai pemberi peringatan (indzar).

Fungsi peringatan ini sangat vital. Tanpa peringatan akan konsekuensi perbuatan buruk, manusia cenderung berbuat sesuka hati dan terjerumus dalam kerusakan. Adanya peringatan menumbuhkan rasa tanggung jawab, mendorong introspeksi, dan memotivasi untuk kembali ke jalan yang benar.

3. "وَيُبَشِّرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا" (wa yubashshiral-mu'miniinal-laziina ya'maluunas-saalihaati anna lahum ajran hasana) - Dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.

Setelah fungsi peringatan, ayat ini melanjutkan dengan fungsi Al-Quran yang kedua: sebagai pembawa kabar gembira (tabshir). Ini adalah manifestasi lain dari rahmat dan keadilan Allah, menunjukkan keseimbangan sempurna antara harapan dan rasa takut dalam Islam.

Ayat ini secara jelas menggambarkan formula kesuksesan dalam Islam: **Iman yang benar + Amal Shalih yang ikhlas dan sesuai syariat = Balasan Baik yang abadi dari Allah.** Ini adalah prinsip dasar yang berulang kali ditekankan dalam Al-Quran.

Tema Utama dan Keterkaitan Antar Ayat

Dua ayat pembuka Surah Al-Kahf ini, meskipun singkat, mengemban beban makna yang sangat berat dan menjadi landasan bagi pemahaman surah secara keseluruhan. Mari kita telaah beberapa tema utama dan keterkaitannya:

1. Pujian Mutlak Hanya Milik Allah (Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah)

Pembukaan dengan "Alhamdulillah" adalah deklarasi tauhid yang fundamental. Ia mengarahkan perhatian pada keesaan Allah dalam segala hal, baik sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta (Tauhid Rububiyah) maupun sebagai satu-satunya yang berhak disembah dan dipuji (Tauhid Uluhiyah). Pujian ini adalah pengakuan bahwa segala kebaikan, kemuliaan, dan kesempurnaan hanya berasal dari-Nya. Ini adalah pondasi iman Islam, menolak segala bentuk syirik dan menetapkan Allah sebagai fokus utama dalam kehidupan seorang Muslim.

2. Kemuliaan dan Keutuhan Al-Quran sebagai Wahyu Ilahi

Ayat-ayat ini menempatkan Al-Quran pada posisi yang sangat tinggi sebagai wahyu langsung dari Allah. Ditekankan bahwa ia diturunkan "dari sisi-Nya" (mil ladunhu), menunjukkan sumber ilahinya yang murni dan otentik. Penegasan "tidak ada kebengkokan di dalamnya" (`wa lam yaj'al lahu 'iwajaa`) dan sifatnya sebagai "bimbingan yang lurus" (`Qayyiman`) adalah kunci utama. Ini berarti Al-Quran adalah standar kebenaran mutlak, tidak mengandung kesalahan, kontradiksi, kekurangan, atau distorsi. Ia adalah satu-satunya pedoman yang tidak pernah menyesatkan, relevan sepanjang masa, dan terjaga keasliannya oleh Allah sendiri. Ini membedakannya dari kitab-kitab lain yang mungkin telah diintervensi oleh tangan manusia.

3. Misi Kenabian Muhammad SAW sebagai Hamba Allah

Penggunaan istilah "hamba-Nya" (`'abdih`) untuk Nabi Muhammad SAW adalah sebuah kemuliaan sekaligus pengingat akan esensi kedudukan beliau. Beliau adalah manusia, seorang hamba yang dipilih Allah, bukan tuhan yang disembah. Ini menegaskan bahwa bahkan seorang nabi agung pun berada di bawah kekuasaan dan kehendak Allah. Misi beliau sebagai penerima Kitab adalah untuk menyampaikan peringatan dan kabar gembira, bukan untuk menciptakan ajaran sendiri. Kedudukan sebagai hamba adalah puncak kemuliaan, mengajarkan kerendahan hati dan ketundukan mutlak kepada Sang Pencipta.

4. Keseimbangan antara Harapan (Raja') dan Rasa Takut (Khauf)

Al-Quran tidak hanya datang dengan ancaman siksaan, tetapi juga dengan janji balasan yang baik. Ayat 2 secara jelas membagi fungsi Al-Quran menjadi dua: memperingatkan tentang "siksaan yang sangat pedih" dan memberikan "kabar gembira akan balasan yang baik." Ini mencerminkan keseimbangan yang sempurna dalam dakwah Islam dan dalam psikologi seorang mukmin. Seorang Muslim dituntut untuk memiliki rasa takut akan azab Allah agar tidak terjerumus dalam maksiat, sekaligus memiliki harapan akan rahmat dan pahala-Nya agar tidak putus asa dari ampunan dan kebaikan. Keseimbangan ini adalah kunci untuk menjaga jiwa tetap stabil, tidak terlalu sombong karena ibadah, dan tidak terlalu putus asa karena dosa.

5. Keutamaan Iman yang Diikuti dengan Amal Shalih

Kabar gembira diberikan kepada "orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan." Ini menunjukkan bahwa iman tanpa amal shalih adalah tidak lengkap, dan amal shalih tanpa iman yang benar adalah sia-sia. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dalam Islam. Iman adalah keyakinan hati yang mendalam, sedangkan amal shalih adalah implementasi dari keyakinan tersebut dalam tindakan nyata, sesuai syariat, dan ikhlas karena Allah. Ayat ini mendorong umat Islam untuk tidak hanya beriman secara lisan atau hati, tetapi juga mewujudkannya dalam setiap aspek kehidupan mereka, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang holistic dan praktis.

6. Penekanan pada Keadilan dan Kebijaksanaan Ilahi

Allah yang menurunkan Kitab yang lurus, memberikan peringatan bagi yang durhaka, dan memberikan balasan bagi yang taat. Semua ini mencerminkan keadilan Allah yang sempurna. Dia tidak akan menyiksa tanpa peringatan, dan Dia akan membalas setiap kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda. Ini adalah bukti kebijaksanaan-Nya dalam mengatur alam semesta dan membimbing manusia. Keadilan ilahi menjamin bahwa setiap individu akan menerima balasan yang setimpal atas perbuatannya, tidak kurang dan tidak lebih, sesuai dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu.

Implikasi dan Pelajaran Mendalam dari Ayat 1 dan 2 Surah Al-Kahf

Ayat-ayat pembuka ini mengandung banyak pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan setiap Muslim, memberikan panduan spiritual dan praktis yang tak ternilai harganya.

1. Kewajiban Mensyukuri Nikmat Al-Quran

Karena Al-Quran adalah petunjuk lurus tanpa kebengkokan yang diturunkan langsung dari Allah SWT, maka kewajiban kita adalah mensyukurinya. Bentuk syukur ini bukan hanya ucapan "Alhamdulillah," tetapi juga dengan membaca Al-Quran secara tartil, mempelajari dan memahami maknanya melalui tafsir dan tadabbur, mengamalkan isinya dalam setiap aspek kehidupan, serta mendakwahkannya kepada orang lain. Mengabaikan Al-Quran berarti mengabaikan nikmat terbesar dari Allah, yang akan berujung pada penyesalan.

2. Al-Quran sebagai Sumber Hukum dan Pedoman Hidup Utama

Mengingat Al-Quran bersifat `Qayyim` (lurus, tegak, dan memelihara kebenaran) serta tidak memiliki kebengkokan, ia harus menjadi rujukan utama dalam setiap aspek kehidupan. Baik dalam urusan pribadi (akhlak, ibadah), keluarga (hak dan kewajiban), masyarakat (keadilan, muamalah), maupun negara (sistem pemerintahan, hukum), prinsip-prinsip Al-Quran harus dipegang teguh. Ketika terjadi perselisihan atau keraguan dalam menghadapi tantangan zaman, kembalilah kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi untuk menemukan jalan yang lurus dan solusi yang benar, karena di dalamnya terdapat kebijaksanaan Ilahi yang tak terbatas.

3. Pentingnya Belajar, Memahami, dan Merenungkan Al-Quran

Agar dapat mengambil manfaat maksimal dari peringatan dan kabar gembira Al-Quran, seseorang harus berusaha keras untuk belajar, memahami, dan merenungkan maknanya. Ini memerlukan proses belajar yang berkelanjutan, meliputi tafsir, bahasa Arab, ilmu-ilmu Al-Quran (ulumul Quran), dan sirah Nabawiyah. Tanpa pemahaman yang mendalam, Al-Quran hanya akan menjadi bacaan tanpa makna mendalam yang bisa menggerakkan jiwa dan mengubah perilaku. Tadabbur (perenungan) akan membawa kita pada hikmah-hikmah yang tersembunyi dan memperkuat koneksi spiritual dengan Allah.

4. Konsistensi Antara Iman dan Amal Shalih sebagai Jalan Keselamatan

Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan dan balasan baik hanya akan diberikan kepada mereka yang beriman dan beramal shalih. Ini menolak gagasan bahwa iman saja tanpa perbuatan cukup, atau perbuatan baik tanpa iman yang benar bisa menyelamatkan. Keduanya harus berjalan beriringan dan tidak dapat dipisahkan. Seorang mukmin sejati adalah mereka yang keyakinannya terwujud dalam akhlak mulia dan perbuatan baiknya, baik kepada Allah maupun kepada sesama makhluk. Amal shalih menjadi bukti kebenaran iman.

5. Seruan untuk Merenungkan Azab dan Harapan Pahala (Khauf dan Raja')

Peringatan akan siksaan yang pedih dari sisi Allah harus menumbuhkan rasa takut yang sehat (khauf), yang mencegah kita dari dosa dan maksiat. Rasa takut ini bukanlah ketakutan yang melumpuhkan, melainkan yang memotivasi untuk bertaubat dan menjauhi larangan. Di sisi lain, kabar gembira tentang balasan yang baik harus memotivasi kita untuk terus berbuat kebaikan dan tidak berputus asa dari rahmat Allah (raja'). Keseimbangan antara khauf dan raja' adalah kunci dalam perjalanan spiritual seorang Muslim, menjaga hati agar tidak sombong dan tidak pula berputus asa, tetapi senantiasa optimis dan waspada.

6. Mengingatkan akan Hari Akhir dan Pertanggungjawaban

Peringatan akan siksaan dan janji balasan yang baik secara inheren mengingatkan kita akan adanya Hari Kiamat dan kehidupan setelah mati. Ini adalah hari di mana setiap perbuatan, baik yang besar maupun yang kecil, akan dihisab dan setiap jiwa akan menerima balasannya yang setimpal. Kesadaran akan hari akhir ini adalah pendorong utama untuk beramal shalih di dunia, karena setiap tindakan kita akan memiliki konsekuensi abadi.

7. Dakwah yang Seimbang dan Menyeluruh

Nabi Muhammad SAW, dan umatnya setelah beliau, diperintahkan untuk menyampaikan pesan Islam dengan keseimbangan antara "indzar" (peringatan) dan "tabshir" (kabar gembira). Dakwah tidak boleh terlalu menakut-nakuti hingga orang putus asa dari rahmat Allah, tidak pula terlalu melenakan hingga orang merasa aman dari azab-Nya. Pesan yang seimbang, yang memadukan ancaman dan janji, akan lebih efektif dalam menyentuh berbagai tipe jiwa manusia dan mengajak mereka kembali kepada kebenaran, dengan penuh harapan dan kewaspadaan.

Konteks Surah Al-Kahf dan Hubungannya dengan Ayat Pembuka

Surah Al-Kahf dikenal karena menceritakan beberapa kisah penting yang sarat akan pelajaran, di antaranya kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua), kisah dua pemilik kebun, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, serta kisah Dzulqarnain. Meskipun kisah-kisah ini tampak bervariasi, semuanya memiliki benang merah yang kuat, yaitu tentang fitnah (ujian) dan pentingnya hidayah Allah dalam menghadapinya. Pembukaan surah dengan ayat 1 dan 2 secara sempurna mempersiapkan pembaca untuk tema-tema ini dan menjadi kunci untuk memahami pesan inti surah.

Bagaimana Ayat Pembuka Ini Berhubungan dengan Isi Surah?

Dengan demikian, ayat 1 dan 2 Surah Al-Kahf berfungsi sebagai pengantar yang sempurna, merangkum tema-tema sentral yang akan dieksplorasi dalam surah tersebut: pentingnya hidayah Al-Quran dalam menghadapi berbagai fitnah kehidupan, konsekuensi dari keimanan dan kekufuran, serta janji Allah akan perlindungan dan balasan bagi hamba-hamba-Nya yang saleh. Ia adalah kunci untuk membuka pemahaman kita terhadap hikmah di balik setiap narasi dalam surah ini.

Hikmah Linguistik dan Retorika dalam Ayat 1 dan 2

Al-Quran adalah mukjizat yang tak tertandingi, tidak hanya dalam maknanya yang mendalam tetapi juga dalam struktur linguistik dan retorikanya yang agung. Ayat 1 dan 2 Surah Al-Kahf menunjukkan beberapa aspek keindahan ini:

Keindahan linguistik ini memastikan bahwa pesan Al-Quran tidak hanya jelas dan komprehensif, tetapi juga menyentuh hati dan pikiran dengan cara yang paling efektif, meninggalkan kesan yang mendalam pada pembacanya.

Pentingnya Ayat Ini dalam Kehidupan Muslim Modern

Meskipun diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu, pesan dari ayat 1 dan 2 Surah Al-Kahf tetap sangat relevan bagi Muslim di era modern ini, bahkan mungkin lebih relevan lagi mengingat kompleksitas tantangan dan fitnah yang dihadapi.

Secara keseluruhan, ayat 1 dan 2 Surah Al-Kahf adalah pilar spiritual dan intelektual yang membimbing Muslim dalam menavigasi kompleksitas dunia modern. Ia menawarkan peta jalan yang jelas menuju kebahagiaan sejati, keridaan Allah, dan kesuksesan abadi di dunia dan akhirat, dengan menegaskan pentingnya Al-Quran sebagai sumber hidayah yang tak lekang oleh waktu dan tak terbatas hikmahnya.

Penutup

Pembukaan Surah Al-Kahf dengan ayat 1 dan 2 adalah sebuah deklarasi agung yang sarat makna, fondasi bagi pemahaman Al-Quran secara keseluruhan, dan kunci untuk menavigasi berbagai fitnah kehidupan. Ia dimulai dengan pujian mutlak kepada Allah SWT, yang dengan rahmat dan kebijaksanaan-Nya yang tak terhingga, telah menurunkan Al-Quran kepada hamba pilihan-Nya, Nabi Muhammad SAW.

Al-Quran ditegaskan sebagai Kitab yang sempurna, tanpa sedikit pun kebengkokan atau cacat, melainkan sebagai bimbingan yang lurus (`Qayyiman`) yang berdiri kokoh menegakkan kebenaran, keadilan, dan kelurusan dalam setiap aspeknya. Ini adalah jaminan ilahi atas kemurnian dan keotentikannya, menjadikannya satu-satunya pedoman yang layak diikuti oleh seluruh umat manusia.

Misi ganda Al-Quran juga dijelaskan dengan gamblang dan seimbang: untuk memperingatkan manusia akan siksaan yang sangat pedih yang datang langsung dari sisi Allah bagi mereka yang ingkar dan durhaka, sekaligus untuk memberikan kabar gembira tentang balasan yang baik, abadi, dan melimpah bagi orang-orang mukmin yang membuktikan imannya dengan amal shalih. Keseimbangan antara `indzar` (peringatan) dan `tabshir` (kabar gembira) ini adalah ciri khas ajaran Islam yang menginspirasi harapan sekaligus menumbuhkan kewaspadaan.

Ayat-ayat ini tidak hanya berfungsi sebagai pembuka surah, tetapi juga sebagai ringkasan inti pesan Al-Quran secara keseluruhan: bahwa hanya Allah yang layak dipuji dan disembah (Tauhid), bahwa Kitab-Nya adalah petunjuk yang sempurna dan tidak pernah salah, dan bahwa keselamatan abadi bergantung pada kombinasi iman yang tulus dan perbuatan baik yang konsisten serta sesuai dengan syariat. Ia memotivasi kita untuk merenungkan kebesaran Allah, menghargai karunia wahyu, dan senantiasa berpegang teguh pada jalan yang lurus.

Semoga dengan memahami dan merenungkan makna mendalam dari ayat-ayat yang mulia ini, kita semakin termotivasi untuk menjadikan Al-Quran sebagai cahaya penuntun dalam setiap langkah hidup kita. Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba-Nya yang berhak mendapatkan `ajran hasana` (balasan yang baik) di dunia dan akhirat, dan dilindungi dari segala bentuk fitnah dan kesesatan. Amin ya Rabbal 'alamin.

🏠 Homepage