Kisah Ashabul Kahfi: Tafsir Lengkap Al-Kahfi Ayat 18-25

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang memiliki tempat istimewa di hati umat Muslim. Dikenal dengan empat kisah utamanya—kisah Ashabul Kahfi (Pemuda Gua), kisah pemilik dua kebun, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, serta kisah Dzulqarnain—surah ini sarat dengan pelajaran mendalam tentang keimanan, ujian, kesabaran, dan kekuasaan Allah SWT. Di antara keempat kisah tersebut, kisah Ashabul Kahfi adalah yang pertama kali diceritakan, dimulai dari ayat 9 dan berlanjut hingga ayat 26.

Artikel ini akan memfokuskan pembahasannya pada ayat 18 hingga 25 dari Surah Al-Kahfi, yang merupakan inti dari peristiwa tidur panjang para pemuda gua dan pengungkapan keajaiban mereka kepada umat manusia. Ayat-ayat ini tidak hanya menceritakan sebuah narasi historis, tetapi juga mengandung hikmah dan pelajaran universal yang relevan bagi kehidupan setiap Muslim di setiap zaman. Dari kekuasaan Allah dalam memelihara hamba-Nya, tanda-tanda kebangkitan, hingga pentingnya tawakal dan mengucapkan "Insya Allah", mari kita selami makna mendalam dari ayat-ayat ini.

Ilustrasi Gua Ashabul Kahfi Gambar sederhana pintu gua tempat pemuda Ashabul Kahfi bersembunyi, dengan anjing penjaga di ambang pintu, mewakili kisah dalam Surah Al-Kahfi.

Konteks Umum Kisah Ashabul Kahfi

Sebelum kita menyelami ayat 18-25, penting untuk memahami konteks kisah Ashabul Kahfi secara keseluruhan. Kisah ini bermula ketika sekelompok pemuda beriman di sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang raja zalim bernama Decius (Daqyanus), yang memaksa rakyatnya untuk menyembah berhala. Para pemuda ini, dengan teguh memegang tauhid, menolak untuk menuruti perintah raja dan memilih untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa.

Menyadari bahaya yang mengancam mereka jika tetap tinggal di kota, mereka memutuskan untuk melarikan diri demi menyelamatkan iman mereka. Ini adalah contoh tertinggi dari hijrah (migrasi) demi Allah, di mana seseorang meninggalkan segala kenyamanan dunia demi mempertahankan akidahnya. Mereka mencari perlindungan di sebuah gua, dan di sana, dengan izin Allah, mereka tertidur selama berabad-abad.

Kisah ini datang sebagai jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW, yang didorong oleh kaum Yahudi, tentang siapa Ashabul Kahfi, ruh, dan Dzulqarnain. Allah menurunkan Surah Al-Kahfi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, menunjukkan kebenaran kenabian Muhammad dan keagungan kekuasaan Allah.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 18: Keadaan Mereka Saat Tidur

وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ ۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا

"Wa tahsabuhum ayqazaw wa hum ruqud; wa nuqallibuhum dzatal yamini wa dzatasy-syimali; wa kalbuhum basitu dzira'aihi bil-waṣīd; lawiṭṭala'ta 'alaihim lawallaita minhum firaraw wa lamuli'ta minhum ru'ba."

"Dan kamu mengira mereka bangun, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di ambang pintu. Sekiranya kamu melihat mereka, tentu kamu akan lari tunggang-langgang dari mereka, dan (tentu) kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka."

Pelajaran dan Tafsir Ayat 18:

Ayat ini menggambarkan keadaan fisik para pemuda di dalam gua dan kekuasaan Allah dalam memelihara mereka.

  1. "Dan kamu mengira mereka bangun, padahal mereka tidur;"
    Ini adalah keajaiban pertama. Mata mereka terbuka seolah-olah mereka terjaga, namun sebenarnya mereka dalam tidur nyenyak yang sangat panjang. Ini adalah cara Allah melindungi mereka dari kebusukan dan kerusakan yang biasanya terjadi pada tubuh yang mati atau tidur terlalu lama. Mata yang terbuka memberikan kesan hidup, yang mungkin juga berfungsi sebagai penghalang bagi siapa pun yang berani mendekat, seolah-olah mereka sedang berjaga. Fenomena ini menunjukkan bahwa tidur mereka bukanlah tidur biasa, melainkan tidur yang berada di bawah pengawasan dan pengaturan ilahi. Allah mampu mengubah hukum-hukum alam sesuai kehendak-Nya untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Ini juga bisa menjadi isyarat bahwa Allah memiliki kuasa untuk menghidupkan kembali orang mati, sebagaimana orang yang tidur dapat dibangunkan.
  2. "dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri,"
    Ini adalah aspek lain dari pemeliharaan Allah. Tubuh manusia yang berbaring terlalu lama dalam satu posisi akan mengalami tekanan pada titik-titik tertentu, menyebabkan borok atau luka tekan (bedsores), dan sirkulasi darah yang buruk. Allah membolak-balikkan mereka secara berkala, menjaga tubuh mereka tetap sehat dan terhindar dari kerusakan fisik akibat tidur yang sangat panjang. Ini adalah bukti kekuasaan dan kasih sayang Allah yang Maha Sempurna, bahkan terhadap hamba-hamba-Nya yang sedang tidur. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ini adalah salah satu hikmah di balik pemeliharaan ilahi, yang bahkan melampaui kemampuan manusia dalam merawat orang sakit atau tak sadarkan diri. Ini juga bisa menjadi isyarat bahwa tubuh mereka tetap "hidup" dalam artian dijaga oleh Allah, meskipun roh mereka dalam keadaan tidur.
  3. "sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di ambang pintu."
    Anjing adalah makhluk setia. Dalam kisah ini, anjing mereka (bernama Qitmir menurut beberapa riwayat, meskipun nama ini tidak disebutkan dalam Al-Qur'an) turut serta dalam perlindungan ini. Posisinya yang membentangkan kedua lengannya di ambang pintu gua mengindikasikan bahwa ia berada dalam posisi siaga atau penjaga, meskipun ia juga tertidur. Kehadiran anjing ini, yang biasanya dianggap najis dalam Islam, dalam konteks ini menunjukkan bahwa makhluk apapun yang bersama dengan orang-orang saleh akan mendapatkan keberkahan dan kemuliaan dari Allah. Anjing ini menjadi bagian dari tanda kebesaran Allah, menjaga para pemuda itu dari segala ancaman luar. Ini juga mengajarkan bahwa bahkan hewan pun bisa menjadi bagian dari tanda kekuasaan Allah dan mendapatkan kemuliaan karena ketaatannya kepada manusia yang beriman.
  4. "Sekiranya kamu melihat mereka, tentu kamu akan lari tunggang-langgang dari mereka, dan (tentu) kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka."
    Ayat ini menggambarkan aura misterius dan menakutkan yang menyelimuti para pemuda dan anjing mereka. Bukan karena rupa mereka yang buruk, melainkan karena efek dari kekuasaan ilahi yang menjaga mereka. Allah sengaja menciptakan rasa takut pada siapa pun yang melihat mereka agar tidak ada yang berani mendekat atau mengganggu mereka. Ini adalah salah satu bentuk perlindungan ekstra dari Allah, agar rahasia dan keajaiban mereka tetap terjaga hingga waktu yang telah ditetapkan. Rasa takut ini bukan berasal dari bahaya fisik, melainkan dari keagungan dan keunikan peristiwa yang mereka alami, menunjukkan campur tangan langsung dari kekuatan yang lebih tinggi. Ini juga menyingkapkan bahwa keagungan Allah terkadang termanifestasi dalam bentuk yang membuat hati manusia gentar, sekaligus mengakui kebesaran-Nya.

Secara keseluruhan, ayat 18 menggambarkan keajaiban fisik dan perlindungan ilahi yang menyelimuti Ashabul Kahfi selama tidur panjang mereka, menunjukkan kekuasaan Allah yang tiada batas dalam memelihara hamba-hamba-Nya.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 19: Kebangkitan dan Percakapan

وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا

"Wa kadhalika ba'atsnahum liyatasa'alū bainahum. Qala qa'ilum minhum kam labitstum? Qalū labitsna yawman aw ba'da yawm. Qalū rabbukum a'lamu bima labitstum. Fa ib'atsū ahadakum bi wariqikum hadzihi ilal-madīnati falyanzur ayyuha azka ṭa'amaw falya'tīkum bi rizqim minhu walyatalaṭṭaf wa la yush'iranna bikum aḥada."

"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka (sendiri). Salah seorang di antara mereka berkata, 'Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?' Mereka menjawab, 'Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.' Yang lain berkata, 'Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat makanan mana yang lebih baik, lalu membawa sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun."

Pelajaran dan Tafsir Ayat 19:

Ayat ini menceritakan tentang kebangkitan para pemuda dari tidur panjang mereka dan percakapan awal yang terjadi di antara mereka, yang mengarah pada kesadaran akan kebutuhan mendesak dan upaya untuk menjaga rahasia.

  1. "Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka (sendiri)."
    Kebangkitan mereka adalah mukjizat Allah yang lain. Frasa "demikianlah Kami bangunkan mereka" menunjukkan kesamaan dengan cara Allah membangkitkan orang mati pada hari Kiamat. Tujuan Allah membangunkan mereka adalah agar mereka berinteraksi, berdiskusi, dan akhirnya menyadari keajaiban yang terjadi pada diri mereka. Ini adalah proses alami untuk manusia yang baru bangun dari tidur, namun bagi mereka, diskusi ini akan menguak dimensi waktu yang luar biasa. Allah ingin keajaiban ini terungkap melalui percakapan mereka sendiri, bukan melalui wahyu langsung kepada mereka, agar hikmahnya lebih terasa dan menjadi pelajaran bagi umat manusia.
  2. "Salah seorang di antara mereka berkata, 'Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?' Mereka menjawab, 'Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.'"
    Ini menunjukkan bahwa mereka bangun dalam keadaan yang sangat segar, tidak merasa lelah atau lemah sama sekali, seolah-olah baru tidur sebentar. Persepsi waktu mereka sepenuhnya terdistorsi karena campur tangan ilahi. Mereka mengira hanya tidur sehari atau sebagian hari, mungkin karena mereka tertidur di pagi hari dan bangun di sore hari, atau sebaliknya. Jawaban ini menunjukkan bahwa Allah telah melindungi mereka dari kelelahan fisik maupun kebingungan mental, yang akan sangat wajar setelah tidur ratusan tahun. Ini juga mengindikasikan bahwa tubuh mereka tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan atau perubahan fisik yang berarti.
  3. "Yang lain berkata, 'Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini).'"
    Di antara mereka ada yang lebih bijak, atau mungkin karena rasa lapar dan kebutuhan yang mendesak, mereka menyadari bahwa terlalu berlarut-larut dalam perdebatan tentang waktu adalah tidak produktif. Mereka segera mengembalikan pengetahuan tentang hal gaib kepada Allah. Ini adalah pelajaran penting tentang adab seorang mukmin: ketika berhadapan dengan hal-hal yang tidak diketahui atau di luar batas pemahaman manusia, kembalikanlah semuanya kepada Allah yang Maha Mengetahui. Ini menunjukkan kematangan spiritual dan tawakal mereka.
  4. "Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat makanan mana yang lebih baik, lalu membawa sebagian makanan itu untukmu,"
    Setelah menyadari bahwa waktu berlalu, kebutuhan dasar muncul. Rasa lapar mendorong mereka untuk mengirim salah satu dari mereka ke kota untuk membeli makanan. Mereka membawa uang perak (wariq) lama mereka. Pesan "makanan mana yang lebih baik (azka ṭa'ama)" bisa diartikan sebagai makanan yang paling halal dan bersih, atau makanan yang paling lezat dan bergizi. Ini menunjukkan perhatian mereka terhadap kehalalan dan kebaikan makanan, bahkan dalam kondisi darurat. Ini juga bisa menjadi pelajaran bahwa dalam mencari rezeki, seorang Muslim harus selalu memperhatikan aspek kehalalan dan kebaikan.
  5. "dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun."
    Ini adalah instruksi krusial. Mereka menyadari bahwa kembali ke kota setelah waktu yang begitu lama akan sangat berbahaya jika identitas mereka terungkap. Raja zalim dan pengikutnya mungkin masih berkuasa, atau bahkan jika tidak, perubahan zaman akan menimbulkan kebingungan dan bahaya bagi mereka. Perintah untuk "berlaku lemah lembut" (walyatalaṭṭaf) mengandung makna agar berhati-hati, cerdik, dan tidak menarik perhatian. Mereka harus menyembunyikan identitas mereka dan tujuan mereka agar tidak menimbulkan kegaduhan atau bahaya bagi diri mereka sendiri dan teman-temannya yang lain. Ini menekankan pentingnya kebijaksanaan dan kehati-hatian dalam menghadapi lingkungan yang tidak bersahabat, demi menjaga diri dan keyakinan.

Ayat 19 ini menggambarkan transisi dari tidur ke bangun, dari kebingungan waktu ke kesadaran akan kebutuhan dan bahaya, serta menunjukkan hikmah dan kebijaksanaan dalam menghadapi situasi yang luar biasa.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 20: Bahaya Pengungkapan Jati Diri

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا

"Innahum iy yaẓharū 'alaikum yarjumūkum aw yu'īdūkum fī millatihim wa laṇ tufliḥū idzan abada."

"Sesungguhnya jika mereka (penduduk kota) mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau mengembalikan kamu kepada agama mereka; dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya."

Pelajaran dan Tafsir Ayat 20:

Ayat ini adalah alasan utama mengapa para pemuda sangat berhati-hati dan berusaha menjaga rahasia keberadaan mereka. Ini menyoroti ancaman serius yang mereka hadapi jika identitas mereka terungkap.

  1. "Sesungguhnya jika mereka (penduduk kota) mengetahui tempatmu,"
    Ini merujuk pada kekhawatiran para pemuda terhadap masyarakat kota yang masih menganut agama pagan dan tunduk pada kekuasaan raja zalim (atau setidaknya masyarakat yang masih memiliki sisa-sisa pengaruh paganisme). Meskipun waktu telah berlalu, mereka belum tahu bahwa kondisi sosial politik sudah berubah. Dalam benak mereka, ancaman masih sangat nyata dan berbahaya.
  2. "niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu,"
    Ancaman pertama adalah kematian yang keji, yaitu dirajam (dilempari batu). Rajam adalah salah satu bentuk hukuman mati yang kejam dan mematikan, seringkali digunakan untuk kejahatan serius atau sebagai bentuk penganiayaan. Ini menunjukkan betapa kerasnya persekusi yang mereka hadapi dari masyarakat dan penguasa pada masa itu. Ancaman ini tidak hanya berlaku untuk sang pembawa pesan, tetapi juga bagi teman-temannya yang bersembunyi di gua, jika keberadaan mereka terbongkar.
  3. "atau mengembalikan kamu kepada agama mereka;"
    Ancaman kedua, dan yang lebih menakutkan bagi para pemuda beriman ini, adalah dipaksa kembali kepada kekafiran, yaitu meninggalkan keyakinan tauhid dan kembali menyembah berhala. Bagi seorang mukmin, kehilangan iman adalah kerugian terbesar yang tidak sebanding dengan nyawa sekalipun. Mereka memilih melarikan diri ke gua justru untuk menghindari paksaan ini. Ini menunjukkan betapa tingginya nilai iman di mata mereka, sehingga mereka rela menghadapi kematian atau pengasingan daripada menyerah pada kekafiran. Ini adalah inti dari perjuangan mereka, mempertahankan akidah di atas segalanya.
  4. "dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya."
    Penegasan bahwa jika mereka kembali pada kekafiran, mereka tidak akan pernah beruntung di dunia maupun di akhirat. Keberuntungan hakiki bagi seorang Muslim adalah keberuntungan di sisi Allah, yang hanya bisa diraih dengan memegang teguh iman dan amal saleh. Ayat ini menggarisbawahi urgensi untuk menjaga iman, karena kekafiran akan membawa kerugian abadi dan kehancuran spiritual yang tidak dapat diperbaiki. Ini adalah peringatan keras tentang konsekuensi murtad dan pentingnya keteguhan dalam beragama.

Ayat 20 dengan jelas menjelaskan risiko besar yang dihadapi Ashabul Kahfi jika identitas mereka terungkap, menggarisbawahi prioritas utama mereka: menjaga iman bahkan dengan mengorbankan nyawa, dan pentingnya kebijaksanaan dalam menghadapi bahaya.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 21: Pengungkapan Keajaiban dan Pembangunan Masjid

وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا

"Wa kadhalika a'tsarna 'alaihim liya'lamū anna wa'dallahi ḥaqquw wa annas-Sa'ata la raiba fīha. Idz yatanaza'ūna bainahum amrahum, fa qālū ibnū 'alaihim bunyanan. Rabbuhum a'lamu bihim. Qalal-ladhīna ghalabū 'ala amrihim lanattakhidzanana 'alaihim masjida."

"Dan demikian (pula) Kami perlihatkan (keadaan) mereka kepada manusia, agar mereka mengetahui bahwa janji Allah benar, dan bahwa hari Kiamat itu tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka (penduduk kota) berselisih tentang urusan mereka (para pemuda itu), maka mereka berkata, 'Dirikanlah di atas (gua) mereka sebuah bangunan.' Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka. Orang-orang yang berkuasa di antara mereka berkata, 'Kami sungguh akan mendirikan sebuah masjid di atasnya.'"

Pelajaran dan Tafsir Ayat 21:

Ayat ini menjelaskan mengapa Allah akhirnya mengizinkan rahasia Ashabul Kahfi terungkap, yaitu sebagai bukti kebenaran janji Allah dan Hari Kiamat. Ayat ini juga menceritakan reaksi masyarakat ketika mengetahui keajaiban ini.

  1. "Dan demikian (pula) Kami perlihatkan (keadaan) mereka kepada manusia, agar mereka mengetahui bahwa janji Allah benar, dan bahwa hari Kiamat itu tidak ada keraguan padanya."
    Ini adalah tujuan ilahi di balik pengungkapan kisah Ashabul Kahfi. Allah menunjukkan mukjizat ini kepada manusia sebagai bukti nyata bahwa Dia Maha Kuasa untuk membangkitkan orang mati, sebagaimana Dia membangkitkan para pemuda itu dari tidur panjang. Pada masa itu, mungkin ada perdebatan atau keraguan di antara manusia tentang Hari Kiamat dan kebangkitan kembali. Kisah ini menjadi argumentasi yang tak terbantahkan: jika Allah mampu memelihara tubuh manusia selama ratusan tahun dan membangunkan mereka, maka Dia pasti mampu membangkitkan seluruh manusia dari kubur pada hari Kiamat. Ini adalah tanda kekuasaan Allah yang Mahabesar dan kebenaran janji-Nya.
  2. "Ketika mereka (penduduk kota) berselisih tentang urusan mereka (para pemuda itu), maka mereka berkata, 'Dirikanlah di atas (gua) mereka sebuah bangunan.' Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka."
    Ketika pemuda pembawa pesan kembali ke kota dengan uang lama dan terkejut menemukan segala sesuatu telah berubah, rahasia mereka akhirnya terungkap. Orang-orang di kota terheran-heran dan mulai berselisih pendapat tentang status dan tindakan yang harus diambil terhadap para pemuda gua ini. Ada yang mungkin ingin menjadikan mereka sebagai obyek pemujaan, sementara yang lain mungkin masih meragukan atau takut. Usulan awal untuk membangun "bunyanan" (bangunan) di atas gua bisa diartikan sebagai monumen atau tanda peringatan. Ungkapan "Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka" kembali mengulang prinsip mengembalikan pengetahuan yang gaib kepada Allah. Ini adalah nasihat bagi mereka yang berdebat tentang detail yang tidak penting.
  3. "Orang-orang yang berkuasa di antara mereka berkata, 'Kami sungguh akan mendirikan sebuah masjid di atasnya.'"
    Pada akhirnya, orang-orang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan (mungkin penguasa atau pemimpin agama pada masa itu yang sudah beriman kepada Allah) memutuskan untuk membangun sebuah "masjid" di atas gua. Keputusan ini penting. Membangun masjid (tempat sujud) di atas tempat orang-orang saleh menunjukkan bahwa mereka ingin menghormati para pemuda itu dengan cara yang sesuai syariat (yaitu beribadah kepada Allah di tempat yang berkaitan dengan mereka), bukan dengan mengkultuskan atau memuja para pemuda itu sendiri. Ini menunjukkan perubahan zaman di mana tauhid mungkin sudah menyebar atau setidaknya diterima oleh sebagian besar masyarakat, berbeda dengan zaman raja zalim Decius. Namun, sebagian ulama juga menafsirkan ayat ini sebagai peringatan terhadap praktik pembangunan masjid di atas kuburan orang saleh, yang bisa mengarah pada syirik atau pemujaan kuburan, jika tidak dilakukan dengan niat yang benar.

Ayat 21 ini adalah titik balik dalam kisah Ashabul Kahfi, di mana rahasia ilahi terungkap untuk menjadi bukti kebenaran iman dan kebangkitan. Hal ini juga menunjukkan bagaimana manusia berinteraksi dengan tanda-tanda kebesaran Allah, dengan keputusan akhirnya adalah membangun tempat ibadah untuk mengabadikan peristiwa tersebut dalam konteks keimanan.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 22: Perdebatan tentang Jumlah Ashabul Kahfi

سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا

"Sayasyaqūlūna tsalātsatun rabi'uhum kalbuhum, wa yaqūlūna khamsatun sadisuhum kalbuhum, rajmam bil-ghaib; wa yaqūlūna sab'atun wa tsaminuhum kalbuhum. Qul rabbī a'lamu bi 'iddatihim. Mā ya'lamuhum illā qalīl. Fa lā tumāri fīhim illā mirā'an ẓāhiran, wa lā tastafti fīhim minhum aḥada."

"Nanti (ada orang yang) akan mengatakan, '(Jumlah mereka) tiga orang, yang keempat anjingnya.' Dan (yang lain) mengatakan, '(Jumlah mereka) lima orang, yang keenam anjingnya,' sebagai terkaan terhadap yang gaib. Dan (yang lain lagi) mengatakan, '(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan anjingnya.' Katakanlah (Muhammad), 'Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka.' Tidak ada yang mengetahui (jumlah mereka) kecuali sedikit. Karena itu janganlah engkau (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja. Dan janganlah engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka (Ahli Kitab)."

Pelajaran dan Tafsir Ayat 22:

Ayat ini membahas perdebatan mengenai jumlah pasti Ashabul Kahfi, memberikan pelajaran penting tentang bagaimana menyikapi detail-detail gaib yang tidak esensial dalam agama.

  1. "Nanti (ada orang yang) akan mengatakan, '(Jumlah mereka) tiga orang, yang keempat anjingnya.' Dan (yang lain) mengatakan, '(Jumlah mereka) lima orang, yang keenam anjingnya,' sebagai terkaan terhadap yang gaib."
    Allah memberitakan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa akan ada berbagai pendapat mengenai jumlah para pemuda gua. Ayat ini menyebutkan dua pendapat pertama: tiga orang dengan anjingnya sebagai yang keempat, dan lima orang dengan anjingnya sebagai yang keenam. Allah secara eksplisit menyatakan bahwa pendapat-pendapat ini hanyalah "terkaan terhadap yang gaib" (rajmam bil-ghaib). Ini berarti bahwa mereka tidak memiliki dasar pengetahuan yang pasti, melainkan hanya menebak-nebak berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau spekulasi. Ini adalah peringatan keras terhadap upaya untuk menyelami hal-hal gaib yang tidak diwahyukan oleh Allah dengan pasti.
  2. "Dan (yang lain lagi) mengatakan, '(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan anjingnya.'"
    Ini adalah pendapat ketiga yang disebutkan dalam ayat ini. Meskipun Allah tidak secara langsung mengomentari "terkaan terhadap yang gaib" untuk pendapat ini seperti pada dua yang pertama, banyak ulama menafsirkan bahwa penyebutannya secara terpisah dan tanpa label "terkaan" menunjukkan bahwa ini adalah pendapat yang paling mendekati kebenaran, atau yang paling kuat di antara pendapat manusia. Namun, penting untuk diingat bahwa Al-Qur'an tetap tidak memberikan angka pasti secara langsung dari Allah, melainkan menyebutkan berbagai perkiraan manusia.
  3. "Katakanlah (Muhammad), 'Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka.' Tidak ada yang mengetahui (jumlah mereka) kecuali sedikit."
    Ini adalah jawaban definitif dari Allah. Nabi Muhammad diperintahkan untuk mengembalikan pengetahuan tentang jumlah pasti mereka kepada Allah. Allah menegaskan bahwa hanya sedikit orang yang benar-benar mengetahui jumlah mereka (yaitu Allah sendiri, dan siapa pun yang diberi tahu oleh-Nya melalui wahyu). Ini adalah prinsip fundamental dalam Islam: untuk hal-hal gaib yang tidak dijelaskan secara gamblang dalam Al-Qur'an dan Sunnah, kita harus menyerahkan pengetahuannya kepada Allah.
  4. "Karena itu janganlah engkau (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja. Dan janganlah engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka (Ahli Kitab)."
    Ini adalah instruksi penting bagi Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
    • "Janganlah engkau bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja." Artinya, hindari perdebatan yang mendalam dan berlarut-larut tentang detail-detail yang tidak penting seperti jumlah mereka. Jika perlu berbicara tentang kisah ini, bicarakanlah intinya dan pelajaran-pelajarannya, bukan detail yang tidak memberikan manfaat.
    • "Dan janganlah engkau menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka (Ahli Kitab)." Ini adalah larangan untuk mencari informasi lebih lanjut dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) mengenai kisah Ashabul Kahfi. Sebab, mereka seringkali memiliki versi kisah yang telah mengalami perubahan atau tidak akurat, dan mungkin akan menyesatkan. Kaum musyrikin Quraisy sendiri yang menanyakan kisah ini kepada Nabi atas dorongan Ahli Kitab. Allah memerintahkan untuk cukup dengan apa yang Dia wahyukan dalam Al-Qur'an, karena itu adalah kebenaran yang paling murni.

Ayat 22 mengajarkan kita untuk tidak terlalu terpaku pada detail-detail yang tidak esensial dalam kisah-kisah Al-Qur'an, terutama yang berkaitan dengan hal gaib. Fokus harus pada pelajaran, hikmah, dan pesan utama yang disampaikan, serta selalu mengembalikan pengetahuan yang pasti kepada Allah SWT.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 23-24: Pentingnya "Insya Allah"

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا

"Wa la taqūlanna li syai'in innī fa'ilun dzālika ghadan illā ay yashā'allāh; wa dzakur rabbaka idzā nasīta wa qul 'asā ay yahdiyani rabbī li'aqraba min hādza rashada."

"Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, 'Sesungguhnya aku akan mengerjakannya besok pagi,' kecuali (dengan mengucapkan), 'Insya Allah.' Dan ingatlah Tuhanmu jika engkau lupa dan katakanlah, 'Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.'"

Pelajaran dan Tafsir Ayat 23-24:

Ayat-ayat ini mengandung teguran dan nasihat langsung kepada Nabi Muhammad SAW (dan secara tidak langsung kepada seluruh umat Islam) mengenai pentingnya tawakal dan mengucapkan "Insya Allah" (jika Allah menghendaki) ketika berencana melakukan sesuatu di masa depan.

  1. "Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, 'Sesungguhnya aku akan mengerjakannya besok pagi,' kecuali (dengan mengucapkan), 'Insya Allah.'"
    Ayat ini turun sebagai teguran lembut kepada Nabi Muhammad SAW. Diceritakan bahwa ketika kaum Quraisy bertanya tentang Ashabul Kahfi, ruh, dan Dzulqarnain atas saran Ahli Kitab, Nabi Muhammad SAW mengatakan akan memberikan jawaban keesokan harinya tanpa mengucapkan "Insya Allah". Akibatnya, wahyu tertunda selama beberapa hari atau minggu, menyebabkan kekecewaan di antara para sahabat dan ejekan dari kaum musyrikin. Ini adalah pelajaran fundamental dalam Islam: setiap rencana atau niat untuk melakukan sesuatu di masa depan harus disertai dengan ucapan "Insya Allah". Hal ini karena segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Manusia hanya bisa berencana, tetapi ketentuannya ada di tangan Allah. Mengucapkan "Insya Allah" adalah bentuk pengakuan atas kekuasaan Allah yang mutlak, kerendahan hati manusia, dan bentuk tawakal kepada-Nya. Ini juga melindungi seseorang dari kesombongan dan perasaan diri mampu tanpa bantuan Allah.
  2. "Dan ingatlah Tuhanmu jika engkau lupa dan katakanlah, 'Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.'"
    Ayat ini memberikan solusi jika seseorang lupa mengucapkan "Insya Allah" pada saat pertama. Jika ia teringat, hendaklah segera mengucapkannya atau beristighfar dan mengingat Allah. Ini menunjukkan rahmat Allah yang luas, memberikan kesempatan untuk memperbaiki kelalaian. Bagian kedua dari ayat ini, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku lebih dekat (kebenarannya) daripada ini," adalah sebuah doa. Nabi Muhammad SAW dianjurkan untuk selalu memohon petunjuk kepada Allah agar diberi bimbingan yang lebih baik dan lebih mendekati kebenaran, terutama setelah terjadi kelalaian atau ketika mencari pengetahuan yang mendalam. Ini mengajarkan pentingnya istiqamah dalam memohon hidayah dan peningkatan ilmu dari Allah, serta tidak pernah merasa cukup dengan apa yang sudah ada.

Singkatnya, ayat 23-24 adalah pengingat penting tentang kebergantungan manusia pada Allah dalam segala urusan, keharusan untuk merendahkan diri dan bertawakal, serta selalu memohon petunjuk dan ampunan dari-Nya.

Tafsir Surah Al-Kahfi Ayat 25: Durasi Tidur Mereka

وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا

"Wa labitsū fī kahfihim tsalātsa mi'atin sinīna wa azdadū tis'a."

"Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun."

Pelajaran dan Tafsir Ayat 25:

Ayat ini secara eksplisit mengungkapkan berapa lama Ashabul Kahfi tertidur di dalam gua, mengakhiri segala spekulasi dan perdebatan tentang durasi waktu mereka.

  1. "Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun."
    Ini adalah informasi pasti dari Allah SWT mengenai durasi tidur para pemuda gua. Mereka tidur selama 300 tahun. Penambahan "dan ditambah sembilan" tahun (وَاَزْدَادُوْا تِسْعًا) adalah untuk menjelaskan perbedaan antara perhitungan tahun matahari (syamsiyah) dan tahun bulan (qamariyah).
    • Tiga ratus tahun (300) biasanya merujuk pada perhitungan tahun matahari.
    • Ditambah sembilan tahun (309) merujuk pada perhitungan tahun bulan. Karena satu tahun bulan lebih pendek sekitar 11 hari dari tahun matahari, maka dalam kurun waktu 300 tahun matahari, akan ada penambahan sekitar 9 tahun lunar (300 x 11 hari = 3300 hari, 3300 hari / 365 hari/tahun ~ 9 tahun).
    Oleh karena itu, frasa ini menunjukkan keakuratan Al-Qur'an dalam menjelaskan perhitungan waktu, sekaligus menegaskan bahwa durasi tidur mereka memang sangat panjang dan merupakan mukjizat yang luar biasa.
  2. Durasi Tidur dan Bukti Kekuasaan Allah:
    Durasi yang sangat panjang ini, 309 tahun, semakin menekankan keajaiban yang terjadi pada Ashabul Kahfi. Selama waktu tersebut, mereka tetap hidup, tubuh mereka terpelihara tanpa kerusakan, dan mereka bangun dalam keadaan sehat seolah-olah hanya tertidur singkat. Ini adalah bukti nyata kekuasaan Allah yang mutlak atas waktu, kehidupan, dan kematian. Mukjizat ini berfungsi sebagai pengingat kuat tentang:
    • Kekuasaan Allah dalam Kebangkitan: Jika Allah mampu membuat sekelompok manusia tertidur selama tiga abad dan kemudian membangkitkan mereka, maka membangkitkan seluruh umat manusia pada Hari Kiamat adalah hal yang jauh lebih mudah bagi-Nya.
    • Perlindungan Ilahi: Allah melindungi hamba-hamba-Nya yang beriman dengan cara yang tidak terduga dan melampaui logika manusia.
    • Konsep Waktu yang Relatif: Bagi Allah, waktu adalah relatif. Apa yang terasa sangat lama bagi manusia, bagi-Nya adalah bagian dari rencana yang sempurna.

Ayat 25 memberikan penutup yang jelas dan pasti mengenai detail penting dalam kisah Ashabul Kahfi, menegaskan skala mukjizat dan menguatkan keimanan akan kekuasaan Allah yang tiada tara.

Kesimpulan dan Pelajaran Utama dari Al-Kahfi Ayat 18-25

Kisah Ashabul Kahfi dari ayat 18 hingga 25 dari Surah Al-Kahfi adalah tapestry yang kaya akan hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Muslim. Setiap ayat membuka jendela keagungan kekuasaan Allah dan menyingkapkan prinsip-prinsip penting dalam beragama.

1. Kekuasaan Allah yang Maha Luar Biasa (Ajaib)

2. Pentingnya Keimanan dan Keteguhan di Jalan Allah

3. Adab dan Kebijaksanaan dalam Beragama

4. Pentingnya Tawakal dan Ucapan "Insya Allah"

5. Peringatan akan Hari Kiamat

Dengan merenungkan Surah Al-Kahfi ayat 18-25, kita diingatkan akan kekuasaan Allah yang tak terbatas, pentingnya keteguhan iman di tengah cobaan, dan adab yang benar dalam berinteraksi dengan ilmu dan takdir. Kisah ini adalah lentera yang menerangi jalan bagi setiap mukmin untuk menghadapi ujian hidup dengan keyakinan dan tawakal.

🏠 Homepage