Ilustrasi Konseptual Benda Bertuah
Bulu Perindu, atau sering juga disebut sebagai 'Love Bird Feathers' atau benda-benda lain yang dipercaya memiliki khasiat mistis seperti menarik rezeki, jodoh, atau memberikan perlindungan, merupakan salah satu objek yang sering menimbulkan perdebatan dalam konteks ajaran Islam. Pertanyaan mengenai apakah bulu perindu haram seringkali muncul karena benda-benda ini erat kaitannya dengan praktik perdukunan atau kepercayaan takhayul.
Secara fisik, bulu perindu hanyalah sehelai bulu biasa yang konon didapatkan dari burung tertentu atau benda organik lain yang dipercaya membawa energi tertentu. Namun, nilai yang dilekatkan padanya bukanlah nilai material, melainkan nilai spiritual atau gaib yang bersifat metafisik. Masyarakat yang menggunakan benda ini percaya bahwa keberadaannya dapat memengaruhi nasib atau kehidupan mereka secara supranatural.
Kepercayaan ini sering kali menempatkan benda tersebut sebagai perantara kekuatan di luar kuasa Allah SWT. Penggunaan benda-benda yang dipercaya memiliki kekuatan sendiri—di luar sebab-akibat alamiah yang diizinkan syariat—adalah titik utama yang perlu dikaji dalam fikih Islam.
Dalam Islam, segala bentuk amalan, benda, atau ucapan yang diyakini dapat memberikan manfaat atau menolak mudharat tanpa izin Allah SWT dikategorikan sebagai syirik kecil (syirk asghar) atau bahkan syirik besar (syirk akbar), tergantung tingkat keyakinannya.
Para ulama membagi benda-benda yang digunakan untuk tujuan tersebut menjadi beberapa kategori, namun intinya sama: jika dipercaya benda itu bekerja secara independen (sendiri) tanpa izin Allah, maka hukumnya adalah terlarang (haram).
Dalil utama yang menjadi landasan pelarangan penggunaan benda-benda seperti azimat atau jimat (termasuk bulu perindu jika diniatkan demikian) bersumber dari sabda Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menggantungkan (mengaitkan) sesuatu (sebagai jimat), maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al-Albani).
Lafazh "menggantungkan" (dalam riwayat lain "memakai") diartikan oleh para fuqaha sebagai tindakan menjadikan benda tersebut sebagai media untuk mencari perlindungan atau pertolongan yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Karena bulu perindu umumnya dibeli dan digunakan dengan niat mencari keberuntungan atau daya tarik, ia masuk dalam kategori larangan ini.
Berdasarkan tinjauan syariat, mayoritas ulama kontemporer dan klasik cenderung menyatakan bahwa menggunakan bulu perindu dengan keyakinan bahwa ia memiliki kekuatan gaib (seperti menarik jodoh atau rezeki) adalah haram dan termasuk perbuatan yang menjurus pada kesyirikan. Hal ini disebabkan karena praktik tersebut menyandarkan harapan dan tawakkul kepada selain Allah SWT.
Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan kehendak Allah (Qadar). Solusi terbaik untuk mendapatkan hajat, baik jodoh maupun rezeki, adalah melalui cara-cara yang telah disyariatkan, seperti memperkuat ibadah, berdoa (memperbanyak doa), bersedekah, serta berusaha (ikhtiar) secara nyata. Jika seseorang ingin mendapatkan keberuntungan dalam percintaan atau rezeki, fokuslah pada peningkatan kualitas diri dan hubungan dengan Tuhan, bukan pada benda-benda mistis.