Memahami Inti Kekuasaan Ilahi: Arti dari Surat Al-Fatihah Ayat 4
Surat Al-Fatihah, pembuka Kitabullah, Al-Quran, adalah surat yang sangat fundamental dan memiliki kedudukan istimewa dalam setiap ibadah shalat seorang Muslim. Ia adalah inti sari seluruh Al-Quran, merangkum prinsip-prinsip dasar akidah, ibadah, hukum, dan petunjuk hidup. Setiap ayatnya mengandung hikmah yang mendalam, membimbing manusia menuju pemahaman yang benar tentang Tuhan, diri sendiri, dan alam semesta.
Di antara ayat-ayat Al-Fatihah yang penuh makna, ayat keempat, "Maliki Yawm al-Din" (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ), berdiri sebagai pilar penting yang menggambarkan kekuasaan mutlak Allah SWT atas Hari Pembalasan. Ayat ini tidak hanya sekadar terjemahan harfiah tentang kepemilikan hari kiamat, melainkan sebuah pernyataan agung tentang keadilan, kedaulatan, dan keesaan Allah yang memiliki implikasi mendalam terhadap pola pikir, sikap, dan tindakan seorang hamba.
Mari kita selami lebih dalam, mengurai setiap lafaz, merenungi setiap makna, dan menggali hikmah yang terkandung dalam ayat yang singkat namun padat ini. Kita akan membahas dari sudut pandang bahasa, tafsir, hingga implikasi spiritual dan praktisnya dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim.
Ayat Keempat: Teks dan Terjemahan
Ayat keempat dari Surat Al-Fatihah adalah:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Transliterasi: Maliki Yawm al-Din
Terjemahan: "Yang Menguasai Hari Pembalasan."
Analisis Linguistik Mendalam: Membedah Lafaz "Maliki Yawm al-Din"
Untuk memahami sepenuhnya kedalaman ayat ini, kita perlu mengkaji setiap kata dari segi linguistik Arab dan berbagai qira'at (cara baca) yang sahih.
1. Lafaz "Maliki" (مَالِكِ) atau "Maaliki" (مَلِكِ)
Ada dua variasi bacaan utama untuk kata pertama ini yang diakui dalam qira'at sab'ah (tujuh bacaan Al-Quran yang mutawatir):
- "Maliki" (مَالِكِ) dengan alif setelah mim: Ini adalah bacaan yang lebih umum, seperti yang digunakan oleh Imam Ashim (melalui Hafsh), Imam Hamzah, dan Imam Al-Kisa'i. Kata "Malik" berarti "Pemilik", "Penguasa", atau "Tuan". Jika Allah adalah "Malik" atas Hari Pembalasan, itu berarti Dia adalah satu-satunya pemilik mutlak hari tersebut, segala sesuatu di dalamnya adalah milik-Nya, dan Dia berhak melakukan apa saja yang Dia kehendaki tanpa ada yang menandingi atau menghalangi kekuasaan-Nya.
- "Maaliki" (مَلِكِ) tanpa alif setelah mim: Ini adalah bacaan yang digunakan oleh Imam Nafi', Imam Ibnu Katsir, dan Imam Abu Amr. Kata "Maalik" berarti "Raja" atau "Penguasa". Jika Allah adalah "Maalik" Hari Pembalasan, itu berarti Dia adalah Raja atau penguasa tertinggi pada hari itu, yang memiliki otoritas penuh untuk memerintah, memutuskan, dan menghukumi semua makhluk.
Kedua bacaan ini, meskipun berbeda dalam lafaz, sejatinya saling melengkapi dan memperkuat makna yang sama: keesaan dan kekuasaan mutlak Allah. Seorang Raja (Maalik) tentu adalah Pemilik (Malik) kerajaannya, dan seorang Pemilik mutlak (Malik) tentu adalah Raja yang berkuasa penuh. Dalam konteks Hari Kiamat, Allah adalah Raja tanpa tandingan dan Pemilik tanpa sekutu.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa penyebutan "Malik" (Pemilik) menunjukkan bahwa Dia memiliki segala sesuatu dan berkuasa penuh atasnya. Sedangkan "Maalik" (Raja) menunjukkan bahwa Dia memiliki otoritas untuk memerintah dan memutuskan. Keduanya adalah sifat sempurna yang hanya layak bagi Allah SWT.
2. Lafaz "Yawm" (يَوْمِ)
Secara harfiah, "Yawm" berarti "hari". Namun, dalam konteks Al-Quran, kata ini sering kali memiliki makna yang lebih luas, merujuk pada suatu periode waktu atau suatu peristiwa besar yang terjadi. Dalam kasus "Yawm al-Din", ia tidak merujuk pada hari dalam pengertian 24 jam di dunia ini, melainkan pada suatu masa yang tidak terbatas oleh perhitungan duniawi, yaitu suatu peristiwa agung yang meliputi kebangkitan, pengumpulan, perhitungan, dan pembalasan.
Penggunaan "Yawm" di sini menekankan bahwa ini adalah hari yang telah ditentukan, pasti akan datang, dan memiliki permulaan dan akhir yang jelas dalam dimensi ilahi, meskipun tidak dapat dipahami sepenuhnya dengan konsep waktu manusia.
3. Lafaz "Ad-Din" (الدِّينِ)
Kata "Ad-Din" adalah salah satu kata dalam bahasa Arab yang kaya makna dan seringkali disalahpahami jika hanya diterjemahkan sebagai "agama". Dalam konteks "Yawm al-Din", maknanya jauh lebih spesifik dan mendalam:
- Pembalasan (Recompense): Ini adalah makna yang paling dominan dalam konteks ini. "Ad-Din" berarti "pembalasan", "penghitungan", atau "ganjaran". Oleh karena itu, "Yawm al-Din" berarti "Hari Pembalasan", yaitu hari di mana setiap jiwa akan menerima balasan atas setiap amal perbuatannya di dunia, baik itu kebaikan maupun keburukan.
- Penghukuman (Judgment): Makna ini erat kaitannya dengan pembalasan. "Ad-Din" juga bisa berarti "penghukuman" atau "peradilan". Allah adalah Hakim Yang Maha Adil pada hari itu, yang akan memutuskan setiap perkara dengan keadilan mutlak.
- Ketaatan dan Kepatuhan (Obedience and Submission): Dalam makna lain, "Ad-Din" juga berarti "ketaatan" atau "ketundukan". Dari sudut pandang ini, "Yawm al-Din" adalah hari di mana setiap makhluk akan tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah, dan segala tipu daya duniawi akan sirna.
- Kebiasaan atau Cara Hidup (Custom or Way of Life): Meskipun kurang relevan dalam konteks ayat ini, "Ad-Din" secara umum juga dapat merujuk pada sistem nilai atau cara hidup, yang mana Islam adalah "Ad-Din" (agama) yang sempurna.
Dengan demikian, "Yawm al-Din" bukanlah sekadar hari biasa, melainkan hari agung di mana segala amal akan ditimbang, setiap jiwa akan menerima ganjaran atau hukuman yang setimpal, dan keadilan Allah akan ditegakkan sepenuhnya. Ini adalah hari di mana kekuasaan Allah yang Mahabesar akan terwujud secara absolut dan tak terbantahkan.
Konsep Yawm al-Din (Hari Pembalasan) dalam Islam
Keyakinan terhadap Hari Pembalasan adalah salah satu rukun iman yang fundamental dalam Islam. Ia adalah keyakinan yang membentuk landasan moral, etika, dan spiritual bagi setiap Muslim. Tanpa keyakinan ini, kehidupan manusia akan kehilangan makna dan tujuan yang hakiki.
1. Nama-nama Lain Hari Kiamat dalam Al-Quran
Al-Quran menggunakan berbagai nama untuk merujuk pada Hari Pembalasan, masing-masing menyoroti aspek atau karakteristik tertentu dari hari tersebut. Ini menunjukkan betapa agung dan kompleksnya peristiwa ini. Beberapa nama tersebut antara lain:
- Yawm al-Qiyamah (يَوْمُ الْقِيَامَةِ): Hari Kebangkitan. Menekankan aspek di mana seluruh makhluk akan dibangkitkan dari kubur mereka.
- As-Sa'ah (السَّاعَةُ): Hari yang Dijanjikan atau Jam/Waktu. Menekankan aspek ketibaannya yang mendadak dan kepastiannya.
- Al-Haqqah (الْحَاقَّةُ): Hari Kebenaran yang Pasti Terjadi. Menekankan realitasnya yang tidak bisa diragukan.
- Al-Qari'ah (الْقَارِعَةُ): Hari Benturan Keras/Bencana yang Menggelegar. Menggambarkan kedahsyatan peristiwa tersebut.
- At-Tammah al-Kubra (الطَّامَّةُ الْكُبْرَى): Bencana Besar yang Mengagumkan.
- As-Sakhkhah (الصَّاخَّةُ): Teriakan yang Memekakkan Telinga.
- Yawm al-Fasl (يَوْمُ الْفَصْلِ): Hari Pemisahan/Pembeda. Hari di mana kebenaran dipisahkan dari kebatilan, dan orang-orang baik dipisahkan dari orang-orang jahat.
- Yawm al-Hisab (يَوْمُ الْحِسَابِ): Hari Perhitungan. Hari di mana setiap amal akan dihitung secara detail.
- Yawm al-Jaza' (يَوْمُ الْجَزَاءِ): Hari Pembalasan.
- Yawm al-Waqi'ah (يَوْمُ الْوَاقِعَةِ): Hari Peristiwa yang Pasti Terjadi.
- Yawm ad-Din (يَوْمُ الدِّينِ): Hari Pembalasan/Penghakiman. Nama ini yang digunakan dalam Al-Fatihah, merangkum esensi keadilan ilahi.
2. Tahapan-tahapan Hari Kiamat
Meskipun detailnya hanya diketahui oleh Allah, Al-Quran dan hadis menggambarkan beberapa tahapan utama yang akan terjadi pada Hari Pembalasan:
- Tiupan Sangkakala Pertama (An-Nafkhah al-Ula): Seluruh makhluk hidup akan mati, kecuali yang dikehendaki Allah. Alam semesta akan hancur dan berubah bentuk.
- Tiupan Sangkakala Kedua (An-Nafkhah ats-Tsaniyah): Seluruh makhluk akan dibangkitkan kembali dari kubur mereka, hidup kembali untuk menghadapi penghitungan.
- Padang Mahsyar (Gathering): Seluruh umat manusia dari awal hingga akhir zaman akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, menunggu keputusan Allah. Di sinilah mereka akan mengalami masa penantian yang panjang dan penuh ketegangan, di bawah terik matahari yang sangat dekat.
- Hisab (Perhitungan Amal): Setiap amal perbuatan, baik yang besar maupun yang kecil, akan dihitung dan ditimbang. Tidak ada yang tersembunyi dari Allah. Buku catatan amal akan dibagikan, ada yang menerima dengan tangan kanan, ada yang dengan tangan kiri.
- Mizan (Timbangan Amal): Amal kebaikan dan keburukan akan ditimbang di atas timbangan yang adil. Hasil timbangan ini akan menentukan apakah seseorang akan masuk surga atau neraka.
- Telaga Kautsar: Nabi Muhammad SAW akan berada di Telaga Kautsar untuk memberi minum umatnya yang beriman.
- Sirat (Jembatan): Seluruh manusia akan melewati jembatan Shirath yang terbentang di atas neraka Jahanam. Jembatan ini digambarkan lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Hanya yang amal baiknya memberatkan timbangan yang akan mampu melewatinya dengan selamat.
- Surga dan Neraka: Setelah semua proses, setiap jiwa akan ditempatkan di tempat abadi mereka, Surga atau Neraka, sesuai dengan balasan amal mereka.
3. Tujuan dan Hikmah di Balik Keyakinan pada Yawm al-Din
Keyakinan terhadap Hari Pembalasan bukan sekadar dogma kosong, melainkan memiliki tujuan dan hikmah yang sangat besar bagi kehidupan manusia:
- Membentuk Tanggung Jawab Moral: Menyadarkan manusia bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi abadi, mendorong mereka untuk berbuat baik dan menjauhi kejahatan.
- Memberikan Makna pada Kehidupan: Mengingatkan bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara dan merupakan ujian, dengan tujuan akhir di akhirat.
- Sumber Harapan dan Keadilan: Bagi orang-orang yang tertindas di dunia, keyakinan ini memberikan harapan akan keadilan ilahi yang pasti akan ditegakkan. Bagi orang-orang zalim, ini menjadi peringatan akan balasan yang setimpal.
- Mendorong Ketakwaan: Rasa takut akan hisab dan neraka mendorong seorang Muslim untuk meningkatkan ibadah dan menjauhi maksiat.
- Meningkatkan Kesabaran: Dalam menghadapi cobaan dan kesulitan, seorang Muslim bersabar karena mengetahui bahwa pahalanya akan dilipatgandakan di akhirat.
- Meningkatkan Syukur: Nikmat yang diterima di dunia disyukuri sebagai karunia Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
- Meneguhkan Tawhid (Keesaan Allah): Keyakinan bahwa hanya Allah yang berkuasa penuh atas Hari Pembalasan memperkuat keyakinan akan keesaan-Nya.
Kekuasaan Mutlak Allah atas Hari Pembalasan
Pernyataan "Maliki Yawm al-Din" adalah deklarasi agung tentang kedaulatan Allah yang tak terbatas. Mengapa Allah secara khusus menyebutkan "Hari Pembalasan" sebagai hari yang Dia Kuasai? Bukankah Dia menguasai segala sesuatu di setiap waktu?
Jawabannya terletak pada sifat unik Hari Pembalasan itu sendiri. Di dunia ini, kekuasaan seringkali terdistribusi, terbagi, atau bahkan disalahgunakan. Ada raja, presiden, penguasa, dan pemimpin yang memiliki kekuasaan terbatas. Ada hakim, jaksa, dan penegak hukum yang menjalankan sistem peradilan. Namun, semua itu fana dan memiliki batas.
Pada Hari Pembalasan, segala bentuk kekuasaan duniawi akan sirna. Tidak ada lagi raja yang bermahkota, tidak ada lagi presiden yang berkuasa, tidak ada lagi hakim yang memutuskan selain Allah. Bahkan, malaikat pun akan tunduk sepenuhnya di hadapan-Nya. Pada hari itu, manusia tidak akan memiliki sedikit pun kekuasaan atau kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, apalagi orang lain. Allah berfirman dalam Surat Al-Infitar ayat 19:
يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِّنَفْسٍ شَيْـًٔا ۖ وَالْأَمْرُ يَوْمَئِذٍ لِّلَّهِ
Terjemahan: "Pada hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah."
Ayat "Maliki Yawm al-Din" dengan demikian menegaskan bahwa:
- Allah adalah Hakim Tunggal: Tidak ada yang bisa mengintervensi atau mengubah keputusan-Nya. Dia adalah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana dalam setiap putusan-Nya.
- Allah adalah Pemilik Mutlak: Seluruh alam semesta dan isinya, termasuk waktu itu sendiri, berada dalam genggaman dan kepemilikan-Nya.
- Allah adalah Penguasa Absolut: Tidak ada kekuasaan lain yang berlaku pada hari itu. Segala kekuasaan dan otoritas duniawi akan runtuh, hanya kekuasaan Allah yang abadi.
- Tidak Ada Penolong Selain Dia: Manusia akan berdiri sendiri di hadapan-Nya, tanpa kerabat, teman, atau harta yang dapat menolong. Hanya rahmat dan keadilan-Nya yang dapat diharapkan.
Penyebutan khusus "Yawm al-Din" ini adalah untuk menanamkan dalam hati manusia sebuah kesadaran yang mendalam tentang realitas akhirat, di mana semua kepalsuan dan ilusi duniawi akan terbongkar, dan hanya kebenaran mutlak Allah yang akan terwujud.
Implikasi Spiritual dan Praktis "Maliki Yawm al-Din"
Ayat ini memiliki dampak yang sangat besar dalam membentuk karakter dan pandangan hidup seorang Muslim. Ia adalah kunci untuk memahami hubungan antara dunia ini dan akhirat.
1. Memperkuat Tauhid (Keesaan Allah)
Keyakinan bahwa hanya Allah yang menguasai Hari Pembalasan adalah inti dari tauhid rububiyyah (keesaan Allah dalam penciptaan, pengaturan, dan kepemilikan). Ini menghilangkan segala bentuk syirik (menyekutukan Allah) dalam hati, karena tidak ada entitas lain yang memiliki kekuasaan serupa, apalagi lebih tinggi, dari-Nya.
2. Mendorong Hisab Diri (Muhasabah)
Kesadaran akan datangnya Hari Pembalasan, di mana setiap amal akan dihitung, mendorong seorang Muslim untuk senantiasa melakukan introspeksi diri (muhasabah). Ia akan merenungi setiap perkataan, perbuatan, dan niatnya, serta berusaha memperbaikinya sebelum terlambat. Ini adalah rem bagi hawa nafsu dan pendorong untuk kebaikan.
Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata, "Aku tidak melihat seorang pun yang lebih pandai bermuhasabah terhadap dirinya sendiri daripada orang yang merasa takut akan datangnya Hari Kiamat."
3. Menumbuhkan Rasa Takut dan Harap (Khawf dan Raja')
Ayat ini menumbuhkan dua emosi penting dalam hati seorang Mukmin: khawf (takut) dan raja' (harap). Takut akan keadilan Allah dan balasan-Nya atas dosa-dosa, serta harap akan rahmat dan ampunan-Nya. Keseimbangan antara keduanya sangat penting. Takut yang berlebihan bisa menyebabkan putus asa, sementara harapan yang berlebihan bisa menyebabkan kelalaian. "Maliki Yawm al-Din" menyeimbangkan keduanya: takut akan kekuasaan-Nya, tetapi juga berharap pada kasih sayang-Nya yang mendahului murka-Nya, sebagaimana telah disebut pada ayat sebelumnya ("Ar-Rahmanir-Rahim").
4. Motivasi untuk Beramal Saleh dan Menjauhi Kemaksiatan
Mengetahui bahwa ada hari perhitungan yang adil adalah motivasi terbesar untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Setiap langkah, setiap kata, setiap pemikiran, akan dicatat. Ini mendorong seorang Muslim untuk:
- Menunaikan ibadah wajib dengan penuh kesungguhan.
- Memperbanyak amal sunah.
- Berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk lain.
- Menghindari dosa besar dan kecil.
- Bertaubat atas kesalahan yang telah lalu.
5. Sumber Keadilan dan Kesabaran
Bagi orang-orang yang tertindas, dizalimi, atau mengalami ketidakadilan di dunia, ayat ini adalah sumber penghiburan dan harapan. Mereka tahu bahwa keadilan sejati akan ditegakkan di Hari Pembalasan. Tidak ada penindas yang akan lolos dari hukuman Allah, dan tidak ada korban yang akan kehilangan haknya. Ini mendorong kesabaran dalam menghadapi ujian hidup, karena pahalanya akan berlipat ganda di sisi Allah.
6. Mengajarkan Kerendahan Hati (Tawadhu')
Ayat ini mengingatkan manusia akan keterbatasan dan kefanaannya. Segala kekuasaan, kekayaan, dan kedudukan di dunia ini hanyalah sementara. Pada Hari Pembalasan, semua itu tidak akan berguna. Ini menumbuhkan kerendahan hati, menjauhkan dari kesombongan, dan mengingatkan bahwa kemuliaan sejati hanya ada di sisi Allah.
7. Memperjelas Tujuan Hidup
Dengan adanya Hari Pembalasan, hidup di dunia ini menjadi memiliki tujuan yang jelas: mengumpulkan bekal untuk akhirat. Bukan sekadar mengejar kesenangan duniawi yang fana, melainkan menyiapkan diri untuk kehidupan abadi. Setiap keputusan hidup akan didasari oleh pertimbangan akhirat.
Kaitan "Maliki Yawm al-Din" dengan Ayat-Ayat Al-Fatihah Lainnya
Al-Fatihah adalah surat yang saling terkait erat, di mana setiap ayatnya mendukung dan memperdalam makna ayat lainnya.
1. Setelah "Ar-Rahmanir-Rahim"
Ayat "Maliki Yawm al-Din" datang setelah "Ar-Rahmanir-Rahim" (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Ini adalah susunan yang sangat bijaksana:
- Pertama, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Tuhan semesta alam, yang penuh kasih sayang dan rahmat. Ini menumbuhkan harapan dan cinta dalam hati hamba.
- Kemudian, Dia menegaskan kekuasaan-Nya di Hari Pembalasan. Ini menumbuhkan rasa takut dan kewaspadaan.
Keseimbangan antara rahmat dan keadilan ini adalah inti dari ajaran Islam. Rahmat-Nya membimbing kita untuk bertaubat, sedangkan kesadaran akan keadilan-Nya mendorong kita untuk beramal saleh. Keduanya adalah penyeimbang spiritual yang mencegah manusia dari berputus asa atau merasa terlalu aman dari azab.
2. Menuju "Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in"
Pernyataan "Maliki Yawm al-Din" adalah fondasi yang kokoh untuk ayat berikutnya: "Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in" (Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan).
Bagaimana kita bisa menyembah hanya kepada Allah dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya? Karena Dia-lah satu-satunya yang menguasai segalanya, termasuk Hari Pembalasan di mana semua pertolongan dan kekuasaan akan sirna. Jika Dia adalah Pemilik dan Raja hari itu, maka hanya Dia yang berhak disembah dan dimintai pertolongan, sebab tidak ada yang memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau mudarat kecuali dengan izin-Nya, apalagi pada hari yang paling genting itu.
Pemahaman ini mendorong seorang Muslim untuk memurnikan ibadahnya (tauhid uluhiyyah) dan ketergantungannya (tauhid asma' wa sifat) hanya kepada Allah, tanpa menyekutukan-Nya dengan siapapun atau apapun.
Gambar: Timbangan Keadilan (Mizan), simbol dari Hari Pembalasan dan keadilan Allah SWT.
Tafsir Para Ulama Mengenai "Maliki Yawm al-Din"
Para ulama tafsir dari berbagai generasi telah memberikan penjelasan yang kaya mengenai ayat ini, menegaskan makna dan kedudukannya yang agung.
Imam Ibn Katsir
Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa firman Allah Ta'ala "Maliki Yawm al-Din" (Yang Menguasai Hari Pembalasan) adalah pujian bagi-Nya bahwa Dia adalah Pemilik dan Penguasa mutlak pada Hari Kiamat, hari di mana seluruh makhluk akan dihisab dan dibalas. Ayat ini secara spesifik menyebut Hari Pembalasan karena pada hari itu, semua kekuasaan selain kekuasaan Allah akan sirna. Pada hari itu, manusia akan berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan hina, tidak ada seorang pun yang dapat berbicara kecuali dengan izin-Nya.
Beliau juga menyoroti perbedaan bacaan "Malik" (Pemilik) dan "Maalik" (Raja). Menurutnya, kedua bacaan itu sahih dan saling melengkapi. "Malik" menunjukkan kepemilikan, sementara "Maalik" menunjukkan kekuasaan. Keduanya adalah sifat sempurna yang hanya dimiliki oleh Allah SWT.
Imam At-Tabari
Imam At-Tabari, dalam Jami' al-Bayan-nya, memberikan penekanan pada makna "Ad-Din" sebagai "pembalasan" atau "penghitungan". Beliau menjelaskan bahwa "Maliki Yawm al-Din" berarti "Pemilik atau Penguasa hari di mana makhluk dihisab atas perbuatan mereka, dan dibalas sesuai dengan perbuatan baik atau buruknya."
At-Tabari juga mengutip berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi'in yang menjelaskan makna Hari Pembalasan sebagai hari perhitungan amal, dan bahwa Allah adalah satu-satunya yang berkuasa penuh pada hari itu.
Imam Al-Qurtubi
Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya "Al-Jami' li Ahkam al-Quran" menguraikan secara panjang lebar mengenai makna "Malik" dan "Maalik", serta argumen-argumen linguistik di baliknya. Beliau menjelaskan bahwa kedua bacaan tersebut sama-sama memuji Allah dengan sifat kekuasaan dan kepemilikan yang mutlak.
Al-Qurtubi juga membahas tentang kedahsyatan Hari Pembalasan dan mengapa Allah memilih untuk menyebutkan hari itu secara spesifik sebagai hari kekuasaan-Nya, padahal Dia adalah Raja atas segala sesuatu di dunia dan akhirat. Jawabannya adalah karena di dunia ini, terkadang ada orang yang mengklaim sebagai raja atau memiliki kekuasaan, meskipun terbatas. Tetapi pada Hari Kiamat, tidak ada satu pun makhluk yang dapat mengklaim kekuasaan atau kepemilikan sedikit pun. Hanya Allah semata.
Refleksi Mendalam: Hidup dalam Bayangan Hari Pembalasan
Memahami "Maliki Yawm al-Din" bukan hanya sekadar mengetahui terjemahan ayat, melainkan menghayati maknanya dalam setiap helaan napas. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan kesadaran penuh akan pertanggungjawaban di hadapan Tuhan.
1. Kehidupan adalah Ujian
Jika Allah adalah penguasa Hari Pembalasan, maka kehidupan di dunia ini adalah arena ujian. Setiap detik, setiap pilihan, setiap interaksi adalah bagian dari ujian ini. Kesadaran ini akan mengubah perspektif kita dari sekadar mengejar kesenangan duniawi menjadi investasi untuk akhirat.
2. Pentingnya Niat yang Ikhlas
Pada Hari Pembalasan, Allah akan menghitung niat di balik setiap perbuatan. Sebaik apapun amal zhahirnya, jika niatnya tidak ikhlas karena Allah, maka ia tidak akan bernilai di sisi-Nya. Ini mendorong kita untuk senantiasa memurnikan niat, beramal hanya untuk mencari ridha Allah.
3. Mewujudkan Keadilan di Dunia
Keyakinan pada Hari Pembalasan seharusnya mendorong kita untuk mewujudkan keadilan di dunia ini. Seorang Muslim yang memahami "Maliki Yawm al-Din" tidak akan melakukan zalim, baik terhadap dirinya sendiri, keluarganya, masyarakatnya, maupun lingkungan. Ia akan berusaha menjadi agen kebaikan dan keadilan, meskipun tantangannya berat, karena ia tahu bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Adil.
4. Pengelolaan Waktu yang Bijak
Waktu adalah modal utama yang akan dipertanggungjawabkan. Kesadaran akan Hari Pembalasan memotivasi kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, melainkan menggunakannya untuk beribadah, menuntut ilmu, beramal saleh, dan berbuat kebaikan.
5. Menghargai Setiap Makhluk
Segala sesuatu di alam semesta ini adalah ciptaan Allah. Menyakiti makhluk lain, merusak lingkungan, atau menyalahgunakan kekuasaan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah. Pada Hari Pembalasan, semua itu akan dihisab.
Kesimpulan
Ayat "Maliki Yawm al-Din" adalah salah satu mutiara terindah dalam Al-Quran yang menawarkan pemahaman mendalam tentang keagungan Allah, kepastian akhirat, dan urgensi untuk menjalani hidup sesuai petunjuk-Nya. Ia adalah pernyataan yang membangkitkan, menenangkan, sekaligus menantang.
Ia membangkitkan kita dari kelalaian duniawi, mengingatkan akan tujuan sejati penciptaan kita. Ia menenangkan hati orang-orang beriman yang dizalimi, bahwa keadilan sejati akan tiba. Dan ia menantang kita untuk terus-menerus meningkatkan kualitas iman dan amal, agar pada Hari Pembalasan kelak, kita termasuk orang-orang yang beruntung, yang menerima catatan amal dengan tangan kanan dan memasuki Surga, dengan rahmat Allah Yang Maha Pemilik dan Maha Raja atas segala hari.
Maka, marilah kita senantiasa merenungkan makna ayat ini, menjadikannya lentera dalam perjalanan hidup, dan pendorong untuk meraih kebahagiaan abadi di sisi-Nya.
والله أعلم بالصواب
Dan Allah Maha Mengetahui yang benar.