Pendahuluan: Gerbang Cahaya di Malam Kemuliaan
Dalam khazanah keilmuan Islam, khususnya tafsir Al-Qur'an, Surah Al-Qadr menduduki posisi yang sangat istimewa. Dikenal juga dengan frasa awal ayatnya, "Inna Anzalnahu", surah pendek yang terdiri dari lima ayat ini sarat dengan makna dan keagungan. Ia adalah permata yang menyingkap tabir rahasia salah satu malam paling mulia dalam setahun, yaitu Lailatul Qadar.
Surah Al-Qadr, yang termasuk dalam golongan surah Makkiyah (diturunkan di Makkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah, menurut mayoritas ulama), diletakkan di juz ke-30 Al-Qur'an. Meskipun singkat, pesan yang terkandung di dalamnya sangatlah mendalam, memberikan pemahaman tentang keutamaan malam diturunkannya Al-Qur'an, serta nilai ibadah yang berlipat ganda pada malam tersebut.
Membahas "arti surat Inna Anzalnahu" berarti menyelami makna Lailatul Qadar itu sendiri. Malam ini bukanlah sekadar malam biasa. Ia adalah malam yang di dalamnya Allah SWT menetapkan berbagai ketetapan bagi makhluk-Nya untuk satu tahun ke depan, malam turunnya para malaikat dan ruh (Jibril AS) ke bumi, serta malam yang penuh dengan kedamaian dan keberkahan hingga terbit fajar. Keagungannya bahkan digambarkan lebih baik dari seribu bulan, sebuah metafora yang menunjukkan nilai spiritual dan pahala yang tak terhingga.
Artikel ini akan mengupas tuntas arti dan tafsir Surah Al-Qadr secara komprehensif, ayat demi ayat. Kita akan menjelajahi konteks penurunannya, memahami setiap frasa dan kata, serta menggali berbagai hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Selain itu, akan dibahas pula keutamaan Lailatul Qadar, kapan malam itu diperkirakan terjadi, tanda-tandanya, serta amalan-amalan yang dianjurkan untuk meraih keberkahannya. Semoga dengan pemahaman yang mendalam ini, kita dapat menjadi bagian dari hamba-hamba yang beruntung mendapatkan kemuliaan Lailatul Qadar.
Teks Lengkap Surah Al-Qadr
Berikut adalah teks Surah Al-Qadr dalam bahasa Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya:
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Innā anzalnāhu fī lailatil-qadr(i).
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan.
Wa mā adrāka mā lailatul-qadr(i).
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Lailatul-qadri khairum min alfi syahr(in).
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Tanazzalul-malā'ikatu war rūḥu fīhā bi'iżni rabbihim min kulli amr(in).
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Salāmun hiya ḥattā maṭla'il-fajr(i).
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
Tafsir Mendalam Ayat Per Ayat
Ayat 1: "إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ"
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan."
Ayat pertama ini adalah inti sekaligus gerbang pembuka Surah Al-Qadr. Frasa "Inna Anzalnahu" secara harfiah berarti "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya." Kata "Kami" di sini merujuk kepada Allah SWT, menggunakan bentuk jamak takzim (penghormatan diri) yang lazim dalam bahasa Arab untuk menunjukkan keagungan dan kekuasaan-Nya. Sedangkan kata ganti "hu" (nya) merujuk pada Al-Qur'an, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit. Hal ini karena Al-Qur'an sudah sangat dikenal sebagai firman Allah yang agung, sehingga penyebutan namanya secara langsung tidak diperlukan.
Ada dua penafsiran utama mengenai makna "Kami telah menurunkannya" di sini:
- Penurunan Al-Qur'an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzh ke Langit Dunia (Baitul Izzah): Ini adalah pandangan mayoritas ulama tafsir. Mereka berpendapat bahwa pada Lailatul Qadar, seluruh Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari Lauhul Mahfuzh (tempat segala sesuatu tercatat) ke langit dunia, tepatnya di suatu tempat yang disebut Baitul Izzah. Dari Baitul Izzah inilah kemudian Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril selama sekitar 23 tahun sesuai dengan peristiwa dan kebutuhan yang terjadi. Hikmah dari penurunan bertahap ini adalah untuk menguatkan hati Nabi, mempermudah hafalan dan pemahaman bagi kaum muslimin, serta sebagai respons terhadap berbagai permasalahan yang muncul.
- Permulaan penurunan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW: Sebagian ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "Kami menurunkannya" adalah permulaan wahyu Al-Qur'an yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu lima ayat pertama Surah Al-'Alaq di Gua Hira. Meskipun penurunan pertama ini merupakan bagian dari keseluruhan proses, penekanan pada "Lailatul Qadar" menunjukkan bahwa peristiwa itu terjadi pada malam yang penuh berkah tersebut. Namun, pandangan pertama lebih dominan karena frasa "menurunkan" (anzalna) sering digunakan untuk sesuatu yang diturunkan sekaligus, sementara "menurunkan secara bertahap" biasanya menggunakan kata "nazzalna". Walaupun demikian, kedua makna ini tidak bertentangan, sebab permulaan penurunan Al-Qur'an kepada Nabi juga merupakan bagian dari 'turunnya' Al-Qur'an ke muka bumi pada malam yang mulia itu.
Frasa "fii Laylatil Qadr" berarti "pada malam kemuliaan." Istilah "Lailatul Qadar" ini sendiri memiliki beberapa makna yang saling terkait, menunjukkan betapa agungnya malam tersebut:
- Qadar (Ketetapan/Penetapan): Malam ini disebut Lailatul Qadar karena pada malam inilah Allah SWT menetapkan atau menentukan segala urusan makhluk-Nya untuk satu tahun ke depan, seperti rezeki, ajal, kelahiran, kematian, kebahagiaan, kesengsaraan, dan lain-lain. Penetapan ini bukan berarti Allah baru menentukan pada malam itu, melainkan mengalirkan dan memberitahukan ketetapan-Nya dari Lauhul Mahfuzh kepada para malaikat yang bertugas untuk melaksanakannya di alam semesta. Ini adalah manifestasi takdir tahunan.
- Qadar (Kemuliaan/Keagungan): "Qadar" juga berarti kemuliaan atau keagungan. Malam ini sangat mulia karena di dalamnya terjadi peristiwa besar yaitu penurunan Al-Qur'an, dan amal ibadah yang dilakukan pada malam ini memiliki kemuliaan dan pahala yang sangat besar, melebihi ibadah di ribuan bulan. Malam ini dimuliakan oleh Allah dan para malaikat-Nya.
- Qadar (Kesempitan): Sebagian ulama juga menafsirkan "Qadar" dengan "kesempitan." Maksudnya, bumi menjadi sempit pada malam itu karena begitu banyaknya malaikat yang turun ke bumi, jumlah mereka melebihi jumlah bebatuan di bumi, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat. Ini menunjukkan betapa ramai dan sibuknya malam tersebut dengan aktivitas malaikat yang membawa rahmat dan keberkahan.
Dengan demikian, ayat pertama ini menegaskan bahwa peristiwa fundamental dalam sejarah Islam—penurunan Al-Qur'an—terjadi pada sebuah malam yang luar biasa, Lailatul Qadar, sebuah malam yang menggabungkan makna takdir ilahi, kemuliaan spiritual, dan keberkahan yang tak terhingga.
Ayat 2: "وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ"
"Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?"
Ayat kedua ini adalah sebuah pertanyaan retoris yang sangat kuat. Ketika Allah SWT menggunakan frasa "Wa maa adraaka" (Dan apa yang memberitahumu/tahukah kamu?), itu adalah isyarat bahwa hal yang sedang dibicarakan memiliki keagungan yang luar biasa, di luar jangkauan pemahaman manusia biasa. Dengan kata lain, manusia tidak akan pernah mampu memahami sepenuhnya hakikat dan kebesaran Lailatul Qadar tanpa diberitahu oleh Allah sendiri.
Pertanyaan ini bukan untuk meminta jawaban, melainkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu, kekaguman, dan kesadaran akan betapa istimewanya malam tersebut. Ia mengundang pendengarnya untuk merenungkan kebesaran Lailatul Qadar, menunjukkan bahwa malam itu begitu agung sehingga akal dan imajinasi manusia tidak sanggup menjangkaunya. Ini adalah cara Al-Qur'an untuk menarik perhatian dan menekankan betapa pentingnya informasi yang akan disampaikan selanjutnya.
Gaya bahasa ini sering digunakan dalam Al-Qur'an untuk hal-hal yang memiliki kedudukan tinggi atau misteri yang mendalam, seperti hari kiamat atau berbagai rahasia alam ghaib. Dalam konteks Lailatul Qadar, pertanyaan ini berfungsi sebagai jembatan yang mengantarkan pada penjelasan selanjutnya mengenai keistimewaan malam tersebut, yang tidak lain adalah lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana akan dijelaskan pada ayat berikutnya.
Ini juga menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Lailatul Qadar adalah anugerah dari Allah, bukan sesuatu yang dapat dicapai murni oleh intelek manusia. Ia adalah rahasia ilahi yang hanya dapat diungkapkan oleh Sang Pencipta. Oleh karena itu, kita harus memberikan perhatian penuh pada apa yang akan Allah sampaikan tentang malam ini.
Ayat 3: "لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ"
"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan."
Ini adalah ayat kunci yang menjelaskan mengapa Lailatul Qadar begitu istimewa dan agung. Pernyataan "Lailatul Qadri khayrun min alfi shahr" (Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan) adalah puncak dari penekanan keagungan malam tersebut. Seribu bulan setara dengan sekitar 83 tahun 4 bulan. Angka ini bukanlah angka kaku yang harus dipahami secara matematis semata, melainkan merupakan metafora yang sangat kuat untuk menggambarkan keberkahan dan nilai pahala yang luar biasa besarnya.
Beberapa poin penting mengenai makna "lebih baik dari seribu bulan":
- Keunggulan Kualitatif, Bukan Hanya Kuantitatif: Maknanya bukan sekadar ibadah selama Lailatul Qadar setara dengan ibadah 83 tahun 4 bulan. Tetapi, ia "lebih baik" dari itu. Keunggulan ini bersifat kualitatif. Artinya, keberkahan, rahmat, pengampunan, dan pahala yang didapatkan pada satu malam Lailatul Qadar bisa jadi melebihi akumulasi ibadah selama seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya. Ibadah pada malam itu bukan hanya dihitung secara matematis, tetapi juga ditingkatkan kualitasnya oleh Allah SWT.
- Anugerah bagi Umat Muhammad SAW: Para ulama tafsir sering mengaitkan ayat ini dengan umur umat-umat terdahulu yang umumnya lebih panjang dibandingkan umat Nabi Muhammad SAW. Dengan umur yang lebih panjang, umat terdahulu memiliki kesempatan lebih banyak untuk beramal shalih. Namun, Allah SWT, dengan rahmat-Nya, menganugerahkan Lailatul Qadar kepada umat Nabi Muhammad SAW, sehingga mereka dapat meraih pahala yang setara atau bahkan lebih besar dari umur umat-umat sebelumnya, meskipun umur mereka lebih pendek. Ini adalah bentuk kompensasi ilahi dan kemuliaan bagi umat ini.
- Peluang Emas untuk Memperbanyak Amal: Ayat ini menjadi motivasi besar bagi umat Islam untuk bersungguh-sungguh mencari dan menghidupkan Lailatul Qadar. Bayangkan, satu malam yang dihabiskan dalam ibadah, dzikir, doa, dan tadarus dapat menghasilkan pahala yang luar biasa, yang mungkin tidak akan tercapai dalam seumur hidup di malam-malam biasa. Ini adalah "jackpot" spiritual yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.
- Malam Penetapan Takdir dengan Berkah: Selain nilai ibadah, malam ini juga merupakan malam penetapan takdir tahunan (sebagaimana dijelaskan pada ayat 4). Ketika malam ini lebih baik dari seribu bulan, artinya ketetapan-ketetapan ilahi yang diturunkan pada malam itu juga membawa keberkahan dan kebaikan yang melimpah bagi orang-orang yang taat.
Pernyataan ini mendorong setiap Muslim untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang luar biasa ini. Seribu bulan adalah waktu yang sangat lama, dan nilai yang "lebih baik" darinya menunjukkan bahwa tidak ada perbandingan yang cukup untuk menjelaskan keagungan Lailatul Qadar selain dengan angka yang fantastis ini. Ini adalah bukti nyata kemurahan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Ayat 4: "تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ"
"Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan."
Ayat keempat ini menjelaskan fenomena langit yang terjadi pada Lailatul Qadar, menambah dimensi keagungan dan keberkahannya.
- "Tanazzalul malaa'ikatu": Frasa ini berarti "turunlah para malaikat." Kata "tanazzal" (bentuk tatafa'al) menunjukkan proses turun yang terus-menerus, berulang-ulang, dan dalam jumlah yang sangat banyak. Pada malam Lailatul Qadar, bumi dipenuhi oleh malaikat yang turun dari langit. Jumlah mereka begitu melimpah sehingga bumi seolah-olah menjadi sempit oleh keberadaan mereka. Mereka turun membawa rahmat, berkah, dan ampunan dari Allah SWT. Kehadiran malaikat ini membawa kedamaian dan ketenangan bagi jiwa-jiwa yang beribadah.
- "war Ruuhu": Dan Ruh. Siapakah "Ar-Ruh" ini? Mayoritas ulama tafsir menafsirkannya sebagai Malaikat Jibril AS. Jibril disebut secara khusus setelah penyebutan "malaikat-malaikat" secara umum karena kedudukannya yang sangat istimewa dan agung di antara para malaikat, dialah pemimpin para malaikat yang bertanggung jawab menyampaikan wahyu dan tugas-tugas penting lainnya. Penyebutan Jibril secara terpisah menunjukkan kehormatan dan kebesarannya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa "Ar-Ruh" adalah ruh-ruh para syuhada atau ruh mulia lainnya, atau bahkan sejenis malaikat yang lebih besar dari malaikat biasa, namun pandangan Jibril adalah yang paling kuat dan diterima luas.
- "fiihaa bi idhni Rabbihim": Pada malam itu dengan izin Tuhan mereka. Ini menekankan bahwa semua aktivitas turunnya malaikat dan Jibril, serta tujuan mereka, terjadi sepenuhnya atas perintah dan kehendak Allah SWT. Tidak ada satu pun kejadian di alam semesta ini yang lepas dari izin dan pengaturan-Nya. Frasa ini menegaskan kekuasaan mutlak Allah atas seluruh makhluk-Nya, termasuk para malaikat.
- "min kulli amr": Untuk mengatur segala urusan. Frasa ini menjelaskan tujuan turunnya para malaikat dan Jibril. Mereka turun membawa ketetapan-ketetapan ilahi mengenai segala urusan yang akan terjadi dalam satu tahun ke depan, sampai Lailatul Qadar berikutnya. Urusan-urusan ini mencakup rezeki, ajal, kehidupan, kematian, kesehatan, penyakit, keberhasilan, kegagalan, dan segala takdir yang telah ditetapkan di Lauhul Mahfuzh. Allah "mengalirkan" atau "menyerahkan" urusan-urusan ini kepada para malaikat pelaksana untuk direalisasikan di alam semesta. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ad-Dukhan ayat 3-4: "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." Ini menunjukkan bahwa Lailatul Qadar bukan hanya malam ibadah, tetapi juga malam penentuan takdir tahunan.
Dengan demikian, ayat ini menggambarkan Lailatul Qadar sebagai malam yang sangat sibuk di alam malakut (alam malaikat). Bumi menjadi saksi bagi pergerakan besar para malaikat yang membawa perintah dan ketetapan ilahi, menjadikan malam ini benar-benar "malam penetapan" (Qadar) dalam arti yang sesungguhnya.
Ayat 5: "سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ"
"Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."
Ayat terakhir ini menutup Surah Al-Qadr dengan gambaran yang menenangkan dan penuh harapan. Frasa "Salaamun hiya" berarti "Malam itu adalah kedamaian," atau "penuh kesejahteraan." Makna "salaam" di sini sangat luas dan mencakup berbagai aspek kedamaian dan keberkahan:
- Kedamaian dan Keamanan: Malam itu adalah malam yang aman dari segala keburukan dan kejahatan. Syaitan tidak memiliki kekuatan untuk mengganggu atau mencelakakan orang-orang yang beribadah pada malam itu. Ini adalah malam di mana kebaikan mendominasi dan keburukan diredam.
- Kedamaian Jiwa: Bagi orang-orang yang menghidupkan Lailatul Qadar dengan ibadah, mereka akan merasakan ketenangan, ketentraman, dan kedamaian dalam hati yang luar biasa. Jiwa mereka diselimuti oleh rahmat dan ketenangan ilahi.
- Salam dari Malaikat: Sebagian ulama menafsirkan bahwa "Salaamun hiya" berarti para malaikat yang turun pada malam itu mengucapkan salam kepada orang-orang mukmin yang sedang beribadah. Salam ini adalah bentuk penghormatan, doa, dan pemberitaan tentang keselamatan serta keberkahan dari Allah.
- Berkat dan Kebaikan: Malam itu penuh dengan keberkahan dan kebaikan dari segala sisi. Tidak ada keburukan, tiada bala, melainkan hanya kebaikan dan rahmat yang melimpah ruah. Ini adalah malam yang penuh dengan anugerah.
Kata "hatta matla'il fajr" berarti "sampai terbit fajar." Ini menegaskan bahwa kondisi kedamaian, keberkahan, dan turunnya malaikat berlangsung sepanjang malam tersebut, dimulai dari tenggelamnya matahari hingga munculnya fajar subuh. Ini bukan sekadar momen singkat, melainkan durasi penuh satu malam yang harus diisi dengan ibadah dan kekhusyukan.
Ayat ini memberikan harapan dan motivasi bagi umat Islam. Meskipun dunia seringkali dipenuhi dengan berbagai kekacauan dan kegelisahan, ada satu malam istimewa di mana kedamaian ilahi begitu nyata, menawarkan ketenangan bagi jiwa dan jaminan keamanan dari segala keburukan. Ini adalah janji Allah bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha mendekatkan diri pada malam itu.
Ringkasan Inti Surah Al-Qadr: Surah ini menggambarkan Lailatul Qadar sebagai malam turunnya Al-Qur'an (ayat 1), malam yang sangat agung dan misterius (ayat 2), malam yang nilai ibadahnya melebihi seribu bulan (ayat 3), malam turunnya malaikat dan Jibril untuk mengatur segala urusan atas izin Allah (ayat 4), dan malam yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan hingga terbit fajar (ayat 5).
Keutamaan dan Keagungan Lailatul Qadar
Setelah memahami tafsir ayat per ayat, menjadi jelas bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang sangat istimewa. Keutamaan dan keagungannya tidak dapat diukur dengan hitungan biasa, melainkan dengan timbangan ilahi. Berikut adalah beberapa keutamaan Lailatul Qadar yang termaktub dalam Surah Al-Qadr dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW:
- Malam Diturunkannya Al-Qur'an: Ini adalah keutamaan paling fundamental. Al-Qur'an, pedoman hidup umat manusia, diturunkan pada malam ini. Penurunan ini adalah peristiwa monumental yang mengubah arah sejarah peradaban dan menjadi sumber cahaya bagi miliaran jiwa. Kehadiran Al-Qur'an adalah rahmat terbesar bagi umat manusia, dan Lailatul Qadar adalah malam dimulainya rahmat itu. Turunnya Al-Qur'an pada malam ini juga menandakan betapa mulianya kitab suci ini dan betapa berharganya malam yang menjadi saksi bisu awal penurunannya.
- Lebih Baik dari Seribu Bulan: Seperti yang telah dijelaskan dalam tafsir ayat ketiga, ibadah pada Lailatul Qadar jauh lebih baik dan memiliki pahala yang lebih besar daripada ibadah yang dilakukan selama seribu bulan (sekitar 83 tahun 4 bulan) di luar malam tersebut. Ini adalah anugerah besar bagi umat Nabi Muhammad SAW yang usianya relatif pendek dibandingkan umat terdahulu. Dengan satu malam ini, seorang Muslim berkesempatan meraih pahala seumur hidup, bahkan lebih. Ini adalah peluang emas untuk 'menumpuk' amal kebaikan dan meningkatkan derajat di sisi Allah.
- Malam Turunnya Para Malaikat dan Ruh (Jibril): Pada malam ini, para malaikat dan Malaikat Jibril AS turun ke bumi dalam jumlah yang sangat banyak. Kehadiran mereka membawa rahmat, berkah, dan ketenangan. Turunnya para malaikat ini juga sebagai bukti perhatian dan kedekatan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beribadah. Mereka menyaksikan ibadah manusia dan memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman. Suasana bumi menjadi penuh keberkahan dan spiritualitas yang mendalam.
- Malam Penetapan Takdir Tahunan: Lailatul Qadar juga merupakan malam di mana Allah SWT menetapkan atau menguatkan takdir tahunan bagi seluruh makhluk-Nya. Ini mencakup rezeki, ajal, kelahiran, kesehatan, dan segala urusan penting lainnya untuk satu tahun ke depan. Meskipun takdir telah tertulis di Lauhul Mahfuzh, pada malam ini detail-detailnya dialirkan kepada para malaikat pelaksana. Dengan beribadah pada malam ini, seseorang berharap ketetapan takdirnya juga dihiasi dengan kebaikan dan keberkahan.
- Malam Penuh Kedamaian dan Kesejahteraan: Ayat kelima Surah Al-Qadr menegaskan bahwa malam ini adalah "Salamun hiya," malam yang penuh kedamaian, keamanan, dan keberkahan hingga terbit fajar. Pada malam ini, tidak ada keburukan atau gangguan dari syaitan yang mampu mencelakakan. Hati orang-orang beriman dipenuhi ketenangan dan ketentraman, karena mereka berada dalam lindungan dan rahmat Allah.
- Malam Pengampunan Dosa: Salah satu keutamaan terbesar Lailatul Qadar adalah kesempatan emas untuk mendapatkan pengampunan dosa. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapa shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini adalah janji besar bagi mereka yang dengan tulus menghidupkan malam tersebut, menunjukkan betapa luasnya rahmat dan ampunan Allah.
- Malam Dikabulkannya Doa: Pada Lailatul Qadar, pintu-pintu langit terbuka lebar, dan doa-doa lebih mudah dikabulkan. Ini adalah waktu terbaik untuk memohon hajat, ampunan, dan rahmat dari Allah SWT. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak doa, khususnya doa yang diajarkan Nabi: "Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni" (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku).
Semua keutamaan ini menjadikan Lailatul Qadar sebagai puncak spiritual di bulan Ramadan, sebuah malam yang tidak boleh dilewatkan oleh setiap Muslim yang mendambakan kedekatan dengan Allah, pengampunan dosa, dan pahala yang berlimpah.
Kapan Lailatul Qadar Itu Terjadi? Hikmah di Balik Ketersembunyian
Salah satu misteri sekaligus daya tarik Lailatul Qadar adalah kapan tepatnya malam itu terjadi. Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak menyebutkan tanggal pasti secara eksplisit, melainkan memberikan petunjuk agar umat Islam mencarinya. Ini memiliki hikmah yang sangat mendalam dan strategis dalam pembinaan spiritual umat.
Petunjuk Mengenai Waktu Terjadinya
Berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, Lailatul Qadar diperkirakan terjadi pada:
- Sepuluh Malam Terakhir Bulan Ramadan: Ini adalah petunjuk yang paling umum dan kuat. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menganjurkan untuk bersungguh-sungguh beribadah sepanjang sepuluh malam terakhir bulan suci ini, bukan hanya pada satu malam saja.
- Malam-Malam Ganjil pada Sepuluh Malam Terakhir: Lebih spesifik lagi, Nabi SAW juga menganjurkan untuk mencari pada malam-malam ganjil. Beliau bersabda, "Carilah Lailatul Qadar pada malam yang ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadan." (HR. Bukhari). Ini merujuk pada malam ke-21, 23, 25, 27, atau 29.
- Perbedaan Pendapat tentang Malam Paling Kuat: Di antara malam-malam ganjil tersebut, terdapat beberapa riwayat yang mengindikasikan malam ke-27 sebagai malam yang paling mungkin terjadi Lailatul Qadar. Namun, ada pula riwayat lain yang menyebutkan malam ke-21 atau ke-23. Beberapa ulama besar seperti Imam Syafi'i cenderung pada malam ke-21 atau 23, sementara mayoritas ulama dan pandangan umum masyarakat cenderung pada malam ke-27.
Penting untuk diingat bahwa tidak ada satu pun hadis yang secara mutlak menunjuk pada satu tanggal spesifik yang pasti setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa Lailatul Qadar dapat bergeser dari satu malam ke malam lainnya dalam sepuluh malam terakhir Ramadan.
Hikmah di Balik Ketersembunyian Lailatul Qadar
Mengapa Allah SWT menyembunyikan waktu pasti Lailatul Qadar? Ada beberapa hikmah besar di balik hal ini:
- Mendorong Umat untuk Bersungguh-sungguh Ibadah: Jika Lailatul Qadar diketahui tanggal pastinya, sebagian besar umat mungkin hanya akan beribadah pada malam itu saja dan mengabaikan malam-malam lainnya. Dengan disembunyikannya, umat Muslim termotivasi untuk menghidupkan seluruh sepuluh malam terakhir Ramadan dengan ibadah, berharap tidak ada satu malam pun yang terlewat. Ini meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan secara keseluruhan.
- Ujian Keikhlasan: Ketersembunyian Lailatul Qadar menguji keikhlasan seorang hamba. Apakah ia beribadah hanya karena mengejar 'jackpot' pahala pada satu malam, ataukah ia tulus mendekatkan diri kepada Allah sepanjang waktu, tanpa memandang malam itu Lailatul Qadar atau bukan.
- Mendapatkan Banyak Malam Ibadah: Dengan mencari Lailatul Qadar di banyak malam, seorang Muslim secara otomatis akan beribadah lebih banyak. Ini berarti, sekalipun ia tidak tahu malam mana yang pasti Lailatul Qadar, ia telah mengisi banyak malam dengan ibadah dan berpotensi meraih pahala dari lebih dari satu malam yang mulia.
- Peningkatan Taqwa dan Kedekatan dengan Allah: Pencarian Lailatul Qadar mendorong hamba untuk terus-menerus merenung, berdoa, dan beristighfar. Ini secara otomatis meningkatkan kualitas takwa dan kedekatan spiritualnya dengan Allah SWT, tidak hanya pada satu malam, tetapi sepanjang periode yang dianjurkan.
- Mengagungkan Semua Malam Ramadan: Dengan menyembunyikannya, Lailatul Qadar seolah "mengangkat" kemuliaan malam-malam lain di sekitarnya. Ini membuat setiap malam Ramadan, khususnya di sepuluh hari terakhir, terasa istimewa dan layak untuk dihidupkan dengan ibadah.
Oleh karena itu, meskipun banyak indikasi dan tanda-tanda yang disebutkan, kebijaksanaan ilahi dalam menyembunyikan Lailatul Qadar adalah untuk kebaikan umat itu sendiri. Ini mengajarkan kita untuk selalu berharap, bersungguh-sungguh, dan istiqamah dalam ibadah, tidak hanya menunggu momen tertentu.
Tanda-Tanda Lailatul Qadar
Meskipun waktu pastinya disembunyikan, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat telah memberikan beberapa tanda-tanda yang mungkin muncul pada Lailatul Qadar, baik selama malam itu maupun di pagi harinya. Tanda-tanda ini bersifat observasional dan tidak selalu mutlak, namun dapat menjadi penguat bagi mereka yang sedang mencari.
Penting untuk diingat bahwa tanda-tanda ini hanyalah indikator. Fokus utama tetaplah pada ibadah dan kekhusyukan, bukan semata-mata mencari tanda fisik.
Tanda-Tanda Selama Malam Lailatul Qadar:
- Malam yang Tenang dan Damai: Malam Lailatul Qadar adalah malam yang tenang, tidak bising, dan penuh kedamaian. Angin bertiup sepoi-sepoi, udara terasa sejuk, tidak terlalu panas atau dingin. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam ayat terakhir Surah Al-Qadr, "Salaamun hiya," yaitu malam yang penuh kesejahteraan.
- Cahaya Terang (Tetapi Tidak Selalu Kasat Mata): Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang terang benderang. Namun, cahaya ini tidak selalu berarti cahaya fisik yang dapat dilihat oleh semua orang, tetapi bisa jadi cahaya spiritual atau cahaya khusus bagi orang-orang yang diberikan karunia oleh Allah untuk melihatnya. Sebagian besar umat mungkin tidak akan melihat cahaya luar biasa, melainkan merasakan ketenangan dan kedamaian batin.
- Malaikat Turun ke Bumi: Salah satu tanda yang paling fundamental adalah turunnya para malaikat ke bumi dalam jumlah yang sangat banyak. Meskipun kita tidak dapat melihat mereka, kehadiran mereka membawa berkah, rahmat, dan membuat hati orang-orang yang beribadah merasakan ketenangan dan spiritualitas yang mendalam. Bumi terasa "penuh" dengan energi kebaikan.
- Hati Merasa Tenang dan Khusyuk: Orang-orang yang beribadah pada malam Lailatul Qadar seringkali merasakan ketenangan hati yang luar biasa, kekhusyukan yang mendalam dalam beribadah, dan peningkatan spiritualitas. Mereka merasa lebih dekat dengan Allah, dan doa-doa mereka terasa lebih meresap.
- Tidak Ada Bintang Jatuh (Meteor): Beberapa ulama menyebutkan bahwa pada malam Lailatul Qadar, aktivitas bintang jatuh (meteor) di langit akan berkurang atau bahkan tidak ada. Ini menunjukkan betapa sucinya malam itu dari hal-hal yang tidak sempurna.
Tanda-Tanda Setelah Malam Lailatul Qadar (Pada Pagi Harinya):
- Matahari Terbit Tanpa Sinar Menyengat: Tanda yang paling banyak disebutkan dalam hadis adalah bahwa pada pagi hari setelah Lailatul Qadar, matahari akan terbit dengan sinar yang lembut, tidak menyilaukan atau menyengat. Seolah-olah matahari tidak memiliki cahaya yang tajam. Nabi SAW bersabda, "Pagi hari Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyengat, warnanya putih kemerah-merahan." (HR. Muslim).
- Udara Sejuk dan Segar: Udara di pagi hari setelah Lailatul Qadar terasa sejuk, nyaman, dan menyegarkan, berbeda dari pagi hari biasanya.
- Langit Cerah: Langit akan tampak cerah dan bersih, tidak mendung atau berawan tebal.
Penting untuk diingat bahwa tanda-tanda ini tidaklah mutlak. Tidak semua orang akan mengalami atau melihat tanda-tanda tersebut, dan tidak semua tanda harus muncul secara bersamaan. Tujuan utama dari adanya tanda-tanda ini bukanlah untuk mencari-cari dan memastikan malam itu adalah Lailatul Qadar lalu berhenti beribadah, melainkan sebagai tambahan motivasi dan konfirmasi bagi hati yang telah bersungguh-sungguh beribadah.
Yang terpenting adalah menghidupkan sepuluh malam terakhir Ramadan dengan ibadah yang tulus, dengan harapan dapat meraih keberkahan Lailatul Qadar, meskipun kita tidak mengetahui kapan pastinya ia tiba.
Amalan Utama di Malam Lailatul Qadar
Untuk meraih keutamaan dan keberkahan Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan, ada beberapa amalan yang sangat dianjurkan untuk diperbanyak pada sepuluh malam terakhir Ramadan, khususnya pada malam-malam ganjil.
1. Qiyamullail (Shalat Malam)
Qiyamullail, atau shalat malam, adalah amalan utama yang ditekankan untuk menghidupkan Lailatul Qadar. Ini mencakup shalat Tahajud, shalat Tarawih (jika masih dilakukan), shalat Witir, dan shalat-shalat sunah lainnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa yang shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk mengamalkan Qiyamullail:
- Niat Ikhlas: Niatkan shalat semata-mata karena Allah, mengharap ridha dan pahala-Nya.
- Perpanjang Shalat: Perpanjanglah durasi shalat dengan memperlama bacaan Al-Qur'an (khususnya ayat-ayat panjang), rukuk, dan sujud. Ini akan memberikan kesempatan lebih banyak untuk berdzikir dan berdoa.
- Perbanyak Rakaat: Lakukan shalat Tahajud dengan jumlah rakaat sesuai kemampuan, minimal dua rakaat, dan akhiri dengan shalat Witir sebagai penutup ibadah malam.
2. Memperbanyak Doa
Malam Lailatul Qadar adalah waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Pintu-pintu langit terbuka lebar, dan doa-doa hamba lebih mudah dikabulkan. Doa yang sangat dianjurkan adalah doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada Aisyah RA:
"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni."
(Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku.)
Makna doa ini sangat mendalam. Ia menunjukkan pengakuan akan kelemahan diri, kefanaan dosa, dan harapan penuh kepada Allah Yang Maha Pemaaf. Selain doa ini, perbanyaklah doa-doa pribadi, memohon kebaikan dunia dan akhirat, ampunan bagi diri sendiri, orang tua, keluarga, dan seluruh umat Islam. Mohonlah kekuatan iman, hidayah, rezeki yang halal, kesehatan, dan perlindungan dari segala musibah.
3. Membaca Al-Qur'an (Tadarus dan Tadabbur)
Karena Lailatul Qadar adalah malam diturunkannya Al-Qur'an, maka memperbanyak membaca, menghafal, dan merenungkan (tadabbur) ayat-ayatnya adalah amalan yang sangat dianjurkan. Luangkan waktu untuk:
- Tadarus: Membaca Al-Qur'an dari awal hingga akhir, atau bagian-bagian tertentu.
- Tadabbur: Merenungkan makna ayat-ayat yang dibaca, memahami pesan-pesan Allah, dan mencoba mengaplikasikannya dalam kehidupan.
- Menghafal: Manfaatkan malam ini untuk menambah hafalan Al-Qur'an atau muraja'ah (mengulang) hafalan yang sudah ada.
4. Dzikir dan Istighfar
Memenuhi malam dengan dzikir (mengingat Allah) dan istighfar (memohon ampunan) adalah amalan yang sangat efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perbanyaklah:
- Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah).
- Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah).
- Tahlil: La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah).
- Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
- Shalawat kepada Nabi: Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad.
- Istighfar: Astaghfirullahal 'adzim (Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung). Atau Sayyidul Istighfar.
Dzikir dapat dilakukan kapan saja, baik saat berdiri, duduk, maupun berbaring. Ini adalah cara termudah untuk terus terhubung dengan Allah sepanjang malam.
5. I'tikaf di Masjid
I'tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat beribadah kepada Allah. Nabi Muhammad SAW selalu melakukan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadan. Amalan ini memungkinkan seorang Muslim untuk sepenuhnya fokus pada ibadah, menjauhkan diri dari urusan duniawi, dan berkonsentrasi pada komunikasi spiritual dengan Allah. Selama i'tikaf, seseorang dapat memperbanyak shalat, membaca Al-Qur'an, dzikir, dan doa.
Bagi yang tidak bisa i'tikaf di masjid, dapat mengalokasikan waktu khusus di rumah untuk beribadah dan mengurangi interaksi duniawi.
6. Sedekah
Bersedekah di bulan Ramadan, apalagi pada Lailatul Qadar, memiliki pahala yang berlipat ganda. Nabi SAW adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanannya meningkat pesat di bulan Ramadan. Meskipun malam itu adalah malam ibadah fisik, sedekah adalah ibadah harta yang juga sangat dianjurkan. Bantuan kepada fakir miskin, anak yatim, atau infak untuk kepentingan agama, akan mendapatkan balasan yang besar di sisi Allah.
7. Merenung dan Muhasabah (Introspeksi Diri)
Lailatul Qadar adalah waktu yang tepat untuk merenungkan kembali kehidupan, mengevaluasi amal perbuatan yang telah dilakukan (muhasabah), menyesali kesalahan, dan berjanji untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kesendirian dalam ibadah dapat membantu mencapai tingkat perenungan yang mendalam, memohon ampunan atas kelalaian, dan memperbarui komitmen kepada Allah.
8. Menjauhi Maksiat
Selain memperbanyak amal shalih, amalan penting lainnya adalah menjauhi segala bentuk maksiat, baik lisan, pandangan, pendengaran, maupun hati. Menjaga lisan dari ghibah (menggunjing), fitnah, dan perkataan sia-sia; menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan; dan menjaga hati dari iri, dengki, serta riya adalah bagian integral dari upaya menghidupkan Lailatul Qadar dengan kesucian.
Dengan melakukan amalan-amalan ini secara sungguh-sungguh, ikhlas, dan konsisten pada sepuluh malam terakhir Ramadan, seorang Muslim berharap dapat meraih keberkahan Lailatul Qadar dan mendapatkan ampunan serta ridha dari Allah SWT.
Pesan Moral dan Hikmah dari Surah Al-Qadr
Surah Al-Qadr, meskipun pendek, mengandung pesan-pesan moral dan hikmah yang sangat mendalam bagi kehidupan seorang Muslim. Memahami "arti surat Inna Anzalnahu" tidak hanya sebatas terjemahan, tetapi juga menyerap esensi ajarannya untuk diaplikasikan dalam perilaku dan pandangan hidup.
1. Penghargaan Terhadap Waktu dan Kesempatan
Pernyataan bahwa Lailatul Qadar "lebih baik dari seribu bulan" adalah penekanan luar biasa terhadap nilai waktu. Ini mengajarkan kita untuk tidak menyia-nyiakan setiap detik, apalagi malam-malam berharga seperti Lailatul Qadar. Hidup ini singkat, namun Allah memberikan peluang emas untuk mengoptimalkan amal kebaikan, seolah-olah memperpanjang usia spiritual kita. Hikmah ini mendorong kita untuk senantiasa memanfaatkan waktu yang ada untuk hal-hal yang bermanfaat, baik duniawi maupun ukhrawi.
2. Pentingnya Al-Qur'an sebagai Petunjuk Hidup
Fakta bahwa Al-Qur'an diturunkan pada Lailatul Qadar menegaskan kedudukannya sebagai kitab suci yang agung dan sumber petunjuk utama. Lailatul Qadar menjadi saksi bisu awal penyingkapan cahaya ilahi kepada manusia. Ini mengingatkan kita akan kewajiban untuk membaca, memahami, mengamalkan, dan menjadikan Al-Qur'an sebagai panduan dalam setiap aspek kehidupan. Tanpa Al-Qur'an, umat manusia akan tersesat dalam kegelapan.
3. Keagungan Islam dan Kemurahan Allah
Lailatul Qadar adalah salah satu bukti nyata keagungan Islam dan kemurahan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Dengan umur yang relatif pendek, umat ini diberikan kesempatan untuk meraih pahala yang sangat besar, melampaui pahala umat-umat terdahulu yang berumur panjang. Ini menunjukkan betapa Allah mencintai umat ini dan memberikan fasilitas terbaik untuk mencapai surga-Nya. Ini juga memotivasi kita untuk bersyukur atas nikmat Islam dan menjadi umat yang terbaik dengan beramal shalih.
4. Dorongan untuk Beribadah dan Mendekatkan Diri kepada Allah
Seluruh surah ini adalah ajakan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan janji pahala yang berlipat ganda, pengampunan dosa, dan malam yang penuh kedamaian, Lailatul Qadar menjadi momen puncak bagi seorang Muslim untuk memperbaharui hubungannya dengan Sang Pencipta. Ini adalah undangan untuk lebih khusyuk, lebih fokus, dan lebih tulus dalam setiap amalan.
5. Harapan akan Ampunan dan Rahmat
Salah satu janji terbesar Lailatul Qadar adalah pengampunan dosa. Hal ini memberikan harapan yang sangat besar bagi setiap hamba yang merasa bersalah dan ingin bertaubat. Lailatul Qadar adalah kesempatan untuk 'memutihkan' lembaran dosa, memulai kembali dengan hati yang bersih, dan meraih rahmat serta kasih sayang Allah yang tak terbatas. Ini mengajarkan kita bahwa pintu taubat selalu terbuka, dan Allah selalu menerima hamba-Nya yang kembali.
6. Mengenal Alam Gaib dan Kekuasaan Allah
Penjelasan tentang turunnya malaikat dan Jibril, serta penetapan segala urusan, membuka wawasan kita tentang alam gaib dan bagaimana Allah SWT mengelola alam semesta. Ini menegaskan kekuasaan mutlak Allah atas segala sesuatu, dari takdir terkecil hingga urusan terbesar, semuanya berada dalam genggaman dan izin-Nya. Hal ini seharusnya meningkatkan keimanan dan keyakinan kita akan keesaan dan kemahakuasaan Allah.
7. Pentingnya Ketenangan dan Kedamaian Batin
Frasa "Salaamun hiya" (Malam itu penuh kesejahteraan) bukan hanya tentang keamanan fisik dari keburukan, tetapi juga kedamaian batin. Ini mengingatkan kita bahwa kedamaian sejati datang dari koneksi dengan Allah. Dengan beribadah dan mengingat-Nya, hati akan menemukan ketenangan yang hakiki, terlepas dari hiruk pikuk kehidupan duniawi.
Dengan merenungkan pesan-pesan ini, setiap Muslim diharapkan dapat menjadikan Lailatul Qadar sebagai titik balik spiritual, meningkatkan kualitas hidup beragama, dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kesimpulan: Meraih Keberkahan Lailatul Qadar Sepanjang Hayat
Surah Al-Qadr, yang diawali dengan frasa agung "Inna Anzalnahu", adalah sebuah permata dalam Al-Qur'an yang menyingkap tabir rahasia Malam Kemuliaan, Lailatul Qadar. Dari lima ayatnya yang ringkas, kita telah menggali samudera makna yang tak terhingga, mulai dari peristiwa monumental penurunan Al-Qur'an, keagungan nilai ibadah yang melebihi seribu bulan, fenomena turunnya malaikat dan Ruh (Jibril AS) dengan izin Allah untuk menetapkan segala urusan, hingga nuansa kedamaian dan kesejahteraan yang menyelimuti malam tersebut hingga terbit fajar.
Memahami arti Surah Al-Qadr bukan sekadar mengetahui terjemahan kata per kata, melainkan meresapi hikmah dan pesan moralnya yang mendalam. Ia adalah pengingat akan kebesaran Allah SWT, kemurahan-Nya yang tiada tara kepada umat Nabi Muhammad SAW, serta peluang emas untuk meraih ampunan dosa dan pahala yang berlipat ganda. Lailatul Qadar adalah anugerah terbesar yang diberikan Allah, sebuah "hadiah" spiritual yang memungkinkan seorang hamba mengumpulkan bekal akhirat yang berlimpah dalam waktu singkat.
Meskipun waktu pastinya disembunyikan—sebuah hikmah ilahi untuk mendorong kita bersungguh-sungguh beribadah sepanjang sepuluh malam terakhir Ramadan—Allah SWT telah memberikan tanda-tanda yang dapat dirasakan, baik berupa ketenangan batin, keheningan alam, hingga lembutnya sinar mentari di pagi harinya. Tanda-tanda ini berfungsi sebagai motivasi dan penguat, bukan sebagai tujuan akhir.
Amalan-amalan utama seperti Qiyamullail, memperbanyak doa (khususnya doa 'afuwwun), membaca dan mentadabburi Al-Qur'an, dzikir dan istighfar, serta i'tikaf, menjadi kunci untuk menghidupkan Lailatul Qadar. Melalui upaya-upaya ini, seorang Muslim tidak hanya berharap mendapatkan pahala, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan hati dari dosa, dan memperbaharui komitmen spiritualnya.
Pada akhirnya, pesan paling fundamental dari Surah Al-Qadr adalah ajakan untuk senantiasa mencari "Lailatul Qadar" spiritual dalam setiap waktu dan setiap kesempatan. Artinya, semangat ibadah, ketulusan, dan upaya mendekatkan diri kepada Allah tidak hanya terbatas pada satu malam tertentu di bulan Ramadan, tetapi harus menjadi prinsip hidup sepanjang hayat. Semoga kita semua termasuk golongan hamba-Nya yang beruntung mendapatkan kemuliaan Lailatul Qadar dan senantiasa berada dalam rahmat serta ampunan-Nya.