Surah Al-Masad, yang juga dikenal sebagai Surah Al-Lahab, adalah salah satu surah pendek dalam Al-Qur'an yang sarat akan makna dan pelajaran. Meskipun hanya terdiri dari lima ayat, surah ini memberikan gambaran yang jelas tentang konsekuensi kesombongan, penentangan terhadap kebenaran, dan azab yang menanti bagi mereka yang memusuhi agama Allah dan Rasul-Nya. Kata "Tabbat Yada" yang mengawali surah ini, secara harfiah berarti "celakalah kedua tangan", merupakan sebuah sumpah dan peringatan keras yang ditujukan kepada Abu Lahab, paman Nabi Muhammad ﷺ, serta istrinya.
Dalam artikel ini, kita akan menyelami setiap ayat Surah Al-Masad, menelusuri latar belakang turunnya (Asbabun Nuzul) yang dramatis, serta menggali berbagai hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik untuk kehidupan di era modern ini. Kita akan membahas identitas Abu Lahab dan istrinya, peran mereka dalam menentang dakwah Nabi, serta detail tentang azab yang Allah janjikan. Lebih jauh lagi, kita akan mengaitkan surah ini dengan konsep kekayaan dalam Islam, pentingnya kesabaran dalam berdakwah, dan universalitas keadilan ilahi.
Memahami Surah Al-Masad bukan hanya sekadar membaca teks, melainkan meresapi sebuah narasi sejarah yang menjadi pengingat abadi akan kekuatan kebenaran dan kelemahan kebatilan, betapa pun kuatnya dukungan materi atau posisi sosial yang dimiliki oleh penentangnya. Mari kita mulai perjalanan spiritual dan intelektual kita bersama Surah Al-Masad.
Teks Surah Al-Masad (Al-Lahab)
Berikut adalah teks lengkap Surah Al-Masad dalam bahasa Arab, transliterasi, dan terjemahannya:
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tabbat yada Abi Lahabiw wa tabb.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
Ma aghna 'anhu maluhu wa ma kasab.
Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.
Sa yasla narân zhâta lahab.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
Wamra'atuhu hammâlat al-hatab.
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
Fî jîdihâ hablun mim masad.
Di lehernya ada tali dari sabut (atau tali yang terjalin erat dari api neraka).
Ilustrasi api yang berkobar, melambangkan azab dan kobaran neraka.
Asbabun Nuzul (Latar Belakang Turunnya Surah)
Surah Al-Masad adalah salah satu surah Makkiyah, yang berarti ia diturunkan di Makkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Konteks sejarah penurunannya sangat penting untuk memahami makna dan kekuatan pesan yang terkandung di dalamnya.
Awal Dakwah Terbuka dan Reaksi Keras Abu Lahab
Setelah tiga tahun berdakwah secara sembunyi-sembunyi, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk berdakwah secara terang-terangan. Perintah ini termaktub dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 214: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
Maka, Nabi Muhammad ﷺ naik ke Bukit Shafa, sebuah bukit dekat Ka'bah yang sering digunakan untuk berkumpul dan memberikan pengumuman penting. Beliau berseru, "Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Adiy!" dan seterusnya memanggil kabilah-kabilah Quraisy hingga mereka berkumpul. Ketika semua telah hadir, termasuk Abu Lahab, Nabi ﷺ bertanya kepada mereka, "Bagaimana pendapat kalian jika aku memberitahu kalian bahwa ada sekelompok kuda di balik bukit ini yang siap menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?"
Semua menjawab serentak, "Ya, kami belum pernah mendengar engkau berdusta." Mereka tahu reputasi Nabi sebagai Al-Amin (yang terpercaya).
Kemudian Nabi ﷺ berkata, "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian dari azab yang pedih." Dengan perkataan ini, beliau secara resmi dan terbuka menyampaikan risalah kenabiannya.
Respon Abu Lahab: Caci Maki dan Penolakan
Di antara kerumunan yang mendengarkan, paman Nabi sendiri, Abu Lahab, merespon dengan sangat buruk. Dengan nada mencemooh dan penuh kemarahan, Abu Lahab berteriak, تَبًّا لَّكَ سَائِرَ الْيَوْمِ أَلِهٰذَا جَمَعْتَنَا؟ (Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?). Ia bahkan mengangkat batu dan hendak melemparkannya kepada Nabi Muhammad ﷺ, menunjukkan kebencian dan penentangan yang mendalam.
Tindakan Abu Lahab ini bukan hanya sekadar penolakan, tetapi juga penghinaan publik terhadap keponakannya di hadapan seluruh kabilah Quraisy. Ini adalah puncak permusuhan yang telah lama ia tunjukkan terhadap dakwah Islam. Abu Lahab adalah paman Nabi dari garis ayah, dan sebagai Bani Hasyim, ia seharusnya menjadi pelindung Nabi. Namun, ia justru menjadi salah satu penentang terberat, bahkan melebihi musuh-musuh lain dari kabilah yang berbeda.
Allah SWT, yang Maha Mendengar dan Maha Melihat, segera merespon penolakan dan penghinaan Abu Lahab ini dengan menurunkan Surah Al-Masad. Surah ini bukan hanya sekadar teguran, melainkan sebuah proklamasi ilahi yang mengutuk Abu Lahab dan istrinya, serta menubuatkan kehancuran mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Keistimewaan Asbabun Nuzul Surah Al-Masad
Asbabun Nuzul Surah Al-Masad memiliki beberapa keistimewaan:
- Respon Langsung dari Allah: Surah ini menunjukkan betapa cepatnya Allah merespon tindakan keji yang dilakukan terhadap Nabi-Nya. Ini adalah bentuk perlindungan dan dukungan ilahi yang kuat.
- Nubuat yang Terbukti: Surah ini bernubuat tentang kehancuran Abu Lahab. Dia meninggal dunia dalam keadaan kafir, sebelum penaklukan Makkah, bahkan sebelum Perang Badar. Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa nubuat Al-Qur'an ini terbukti benar. Ini menjadi salah satu bukti kebenaran Al-Qur'an sebagai mukjizat.
- Peringatan Bagi Penentang Dakwah: Kisah ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba menghalangi dakwah kebenaran dan memusuhi para pembawa risalah Allah, betapapun dekatnya hubungan kekerabatan atau tingginya status sosial mereka.
- Ujian bagi Kaum Muslimin Awal: Surah ini juga menguji keimanan kaum Muslimin awal. Mampukah mereka tetap teguh di jalan Allah meskipun musuh utama Nabi adalah pamannya sendiri, dan azab ilahi telah dijanjikan padanya? Ini menegaskan bahwa ikatan iman lebih kuat dari ikatan darah jika bertentangan dengan kebenaran.
Dengan memahami konteks ini, kita dapat lebih menghargai kedalaman pesan Surah Al-Masad dan relevansinya yang abadi.
Ilustrasi seseorang sedang menyeru dari puncak gunung, melambangkan dakwah awal Rasulullah di Bukit Shafa.
Tafsir Per Ayat Surah Al-Masad
Setiap ayat dalam Surah Al-Masad mengandung pesan yang kuat dan mendalam. Mari kita telaah satu per satu.
1. تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ (Tabbat yada Abi Lahabiw wa tabb.)
Terjemahan: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
Ayat pembuka ini adalah inti dari surah. Kata تَبَّتْ (tabbat) berasal dari akar kata تَبَّ (tabba) yang berarti binasa, merugi, rugi, kering, atau terputus. Dalam konteks ini, ia menyampaikan sumpah atau doa kecelakaan dan kebinasaan yang sangat kuat.
- تَبَّتْ يَدَآ (Tabbat yada): Secara harfiah berarti "celakalah kedua tangan". "Tangan" seringkali dalam bahasa Arab digunakan untuk melambangkan usaha, perbuatan, kekuatan, dan kekuasaan seseorang. Jadi, frasa ini tidak hanya berarti celaka secara fisik pada tangannya, tetapi juga kecelakaan atau kegagalan total pada semua usaha, rencana, dan perbuatan yang ia lakukan untuk menentang Islam dan Rasulullah. Semua upaya jahatnya akan berujung pada kerugian dan kehancuran.
- اَبِيْ لَهَبٍ (Abi Lahab): Ini adalah nama yang Allah sebutkan secara langsung. Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza bin Abdul Muttalib, paman Nabi Muhammad ﷺ. Namun, ia lebih dikenal dengan kunyah (julukan) Abu Lahab, yang berarti "bapaknya api" atau "yang memiliki api yang menyala-nyala". Julukan ini mungkin diberikan kepadanya karena wajahnya yang cerah dan merah menyala, atau mungkin, dan ini lebih kuat, karena hubungannya dengan neraka yang akan ia masuki, seperti yang diisyaratkan dalam ayat 3. Penyebutan nama aslinya, Abdul Uzza (hamba berhala Uzza), juga akan menyiratkan ironi yang tajam, tetapi penyebutan Abu Lahab lebih mencolok karena relevansinya dengan azabnya.
- وَّتَبَّۗ (wa tabb): Pengulangan kata "tabb" ini memberikan penekanan yang sangat kuat. "Dan benar-benar binasa dia!" atau "Dan dia memang telah binasa." Ini menegaskan bahwa bukan hanya usahanya yang celaka, tetapi dirinya sendiri, keseluruhannya, telah dihukum dan akan berakhir dengan kehancuran total. Pengulangan ini menunjukkan kepastian dari takdir ilahi ini. Sebagian ulama menafsirkan pengulangan ini sebagai 'celaka usahanya di dunia, dan celaka dirinya di akhirat'. Ini juga bisa diartikan bahwa Allah mengabulkan doa kutukan itu secara langsung dan pasti.
Ayat ini adalah sebuah proklamasi ilahi yang menohok, langsung ditujukan kepada seorang individu yang menentang kebenaran. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak akan membiarkan penghinaan terhadap Nabi-Nya tanpa konsekuensi.
2. مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ (Ma aghna 'anhu maluhu wa ma kasab.)
Terjemahan: Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan (atau dia kumpulkan/anak-anaknya).
Ayat kedua ini menyingkap salah satu kelemahan manusia yang paling fundamental: ketergantungan pada harta dan kekuasaan duniawi sebagai sumber kekuatan dan keamanan. Abu Lahab adalah orang yang kaya raya dan memiliki kedudukan sosial yang tinggi di Makkah.
- مَآ اَغْنٰى عَنْهُ (Ma aghna 'anhu): "Tidaklah berguna baginya" atau "Tidaklah dapat menyelamatkannya." Ini menunjukkan bahwa semua yang ia miliki tidak akan mampu melindunginya dari murka Allah atau azab yang telah ditetapkan.
- مَالُهٗ (maluhu): Hartanya. Abu Lahab dikenal memiliki banyak harta kekayaan, emas, perak, unta, dan budak. Ia menggunakan hartanya untuk menunjukkan kekuasaan dan pengaruhnya. Ayat ini menegaskan bahwa di hadapan keadilan ilahi, semua harta itu tak berarti.
- وَمَا كَسَبَۗ (wa ma kasab): Dan apa yang dia usahakan/peroleh. Ada beberapa penafsiran untuk frasa ini:
- Anak-anaknya: Banyak ulama menafsirkan "ma kasab" sebagai anak-anaknya, karena anak-anak sering dianggap sebagai "hasil usaha" dan "penopang" seseorang dalam budaya Arab. Abu Lahab memiliki beberapa anak laki-laki, termasuk Utbah dan Utaibah, yang ia gunakan untuk menyakiti Nabi. Namun, anak-anak ini tidak dapat menolongnya dari azab Allah, bahkan Utbah dan Utaibah akhirnya masuk Islam dan bertaubat.
- Usaha dan Pekerjaannya: Ini mencakup segala bentuk pekerjaan, perdagangan, dan pencapaian duniawi yang ia lakukan untuk mengumpulkan harta atau memperkuat posisinya.
- Amal Perbuatan: Dalam tafsir yang lebih luas, "ma kasab" bisa juga merujuk pada amal perbuatan seseorang secara umum. Bagi orang kafir seperti Abu Lahab, amal baik yang ia lakukan di dunia (seperti kedermawanan atau menjaga tali silaturahmi) tidak akan berguna di akhirat karena ia tidak beriman kepada Allah.
Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa kekayaan dan kekuasaan duniawi, betapapun melimpahnya, tidak akan memberikan perlindungan dari azab Allah jika seseorang menentang kebenaran dan menolak iman. Ini adalah peringatan bagi kita semua agar tidak terpedaya oleh gemerlap dunia.
3. سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ (Sa yasla narân zhâta lahab.)
Terjemahan: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
Ayat ketiga ini menjelaskan secara spesifik azab yang akan diterima Abu Lahab di akhirat. Ini adalah nubuat yang pasti dari Allah.
- سَيَصْلٰى (Sa yasla): Kata سَيَـ (sa) menunjukkan masa depan yang pasti dan tidak dapat dihindari. يَصْلٰى (yasla) berarti akan terbakar, akan merasakan panasnya api, atau akan masuk ke dalamnya. Ini adalah jaminan bahwa ia pasti akan menghadapi takdir ini.
- نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ (narân zhâta lahab): Api yang memiliki nyala api yang bergejolak. Kata لَهَبٍ (lahab) adalah bentuk jamak dari lahab yang berarti nyala api. Ini adalah neraka, sebuah api yang sangat panas dan membara. Kata "lahab" juga sangat terkait dengan nama Abu Lahab itu sendiri, menciptakan korelasi ironis dan penuh makna. Seolah-olah namanya adalah takdirnya. Ia adalah "bapaknya api", dan ia akan masuk ke dalam "api yang bergejolak".
Ayat ini menegaskan keadilan ilahi. Seseorang yang secara terang-terangan menentang Allah dan Rasul-Nya, bahkan kerabat dekat sekalipun, akan menerima balasan yang setimpal. Ini bukan hanya ancaman, tetapi juga sebuah nubuat yang menjadi kenyataan.
4. وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ (Wamra'atuhu hammâlat al-hatab.)
Terjemahan: Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
Tidak hanya Abu Lahab, istrinya pun ikut disebut dan diancam dengan azab. Istri Abu Lahab adalah Arwa binti Harb, saudara perempuan Abu Sufyan, dan ia dikenal dengan julukan Ummu Jamil.
- وَّامْرَاَتُهٗ (Wamra'atuhu): Dan istrinya. Ini menunjukkan bahwa ia juga akan menerima azab yang sama atau serupa dengan suaminya karena perbuatannya yang mendukung permusuhan terhadap Islam.
- حَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ (hammâlat al-hatab): Pembawa kayu bakar. Frasa ini memiliki dua penafsiran utama:
- Arti Harfiah: Beberapa ulama menafsirkan ini secara harfiah, bahwa ia dahulu sering mengumpulkan kayu bakar dan duri, kemudian menyebarkannya di jalan yang akan dilalui Nabi Muhammad ﷺ untuk menyakiti beliau. Ini adalah gambaran dari tindakan fisik yang merugikan.
- Arti Metaforis (Penyebar Fitnah): Ini adalah penafsiran yang lebih umum dan kuat. "Pembawa kayu bakar" adalah ungkapan kiasan dalam bahasa Arab untuk seseorang yang menyebarkan fitnah, adu domba, dan perkataan buruk (ghibah atau namimah) di antara manusia. Ia "membakar" perselisihan dan permusuhan. Ummu Jamil dikenal sebagai wanita yang sangat licik dan jahat, yang sering menyebarkan kebohongan dan gosip tentang Nabi Muhammad ﷺ untuk menjatuhkan reputasinya. Ia juga menghasut orang lain untuk memusuhi dan menyakiti Nabi.
Penyebutan istri Abu Lahab menunjukkan bahwa kejahatan dan penentangan terhadap kebenaran bisa dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dan balasan Allah akan meliputi keduanya. Perannya sebagai "pembawa kayu bakar" adalah simbol dari tindakannya menyulut api kebencian dan permusuhan.
5. فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍࣖ (Fî jîdihâ hablun mim masad.)
Terjemahan: Di lehernya ada tali dari sabut (atau tali yang terjalin erat dari api neraka).
Ayat terakhir ini menggambarkan azab spesifik yang akan diterima istri Abu Lahab di akhirat, yang sangat ironis dengan julukannya sebagai "pembawa kayu bakar".
- فِيْ جِيْدِهَا (Fî jîdihâ): Di lehernya. Ini adalah bagian tubuh yang disebutkan secara spesifik, mengindikasikan bahwa azab ini akan melilit dan mencekiknya.
- حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍࣖ (hablun mim masad): Tali dari sabut.
- Tali Sabut di Dunia: Beberapa penafsiran menyebutkan bahwa "masad" adalah sabut pohon kurma yang kasar dan kuat. Ini mungkin kiasan untuk tali yang sering digunakan oleh para wanita pembawa kayu bakar di Makkah untuk mengikat kayu di punggung atau leher mereka. Jadi, di akhirat, tali yang ia gunakan untuk membawa kayu bakar (fitnah) akan menjadi tali azab yang melilit lehernya. Ini adalah balasan yang setimpal (jaza'an wifaqa) atas perbuatannya.
- Tali dari Api Neraka: Penafsiran lain yang lebih kuat mengatakan bahwa "masad" adalah tali yang terbuat dari jalinan besi atau serat api neraka yang sangat panas, yang akan melilit lehernya dan membawanya ke dalam api. Ini adalah tali yang sangat keras dan panas, yang akan terus-menerus mencekiknya dan menyeretnya ke dalam azab.
Penyebutan "tali dari sabut" juga bisa menjadi simbol kehinaan dan kerendahan. Seorang wanita bangsawan seperti Ummu Jamil akan dihina dengan membawa beban seperti budak atau orang miskin di lehernya, sebuah ironi yang kontras dengan statusnya di dunia. Ini adalah gambaran visual yang mengerikan tentang konsekuensi perbuatannya.
Secara keseluruhan, Surah Al-Masad adalah peringatan yang tajam tentang konsekuensi menentang kebenaran dan keadilan ilahi, serta penegasan bahwa tidak ada kekayaan, kekuasaan, atau hubungan darah yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah jika ia memilih jalan kesesatan.
Sosok Abu Lahab dan Istrinya, Ummu Jamil
Untuk memahami sepenuhnya Surah Al-Masad, penting untuk mengenal lebih jauh sosok Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, serta peran mereka dalam sejarah awal Islam. Mereka bukan sekadar tokoh minor; permusuhan mereka yang terang-terangan dan kejam menjadi bagian integral dari perjuangan dakwah Nabi Muhammad ﷺ.
Abu Lahab: Paman yang Bermusuhan
Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza bin Abdul Muttalib bin Hasyim. Ia adalah paman Nabi Muhammad ﷺ dari pihak ayah, yang berarti ia adalah saudara kandung ayah Nabi, Abdullah. Hubungan kekerabatan ini seharusnya menjadi penguat dan pelindung bagi Nabi, namun justru menjadi sumber permusuhan yang paling menyakitkan.
Karakter dan Kedudukan Sosial:
Abu Lahab adalah orang yang kaya raya dan memiliki status sosial yang tinggi di kalangan Quraisy. Ia adalah seorang pedagang sukses dan dihormati di Makkah. Julukan "Abu Lahab" (bapaknya api) diyakini merujuk pada parasnya yang tampan, cerah, dan kemerah-merahan. Namun, ironisnya, julukan ini kemudian menjadi nubuat atas takdirnya di neraka.
Permusuhan Terhadap Nabi ﷺ:
Sejak awal dakwah, Abu Lahab adalah penentang paling vokal dan kejam terhadap Nabi Muhammad ﷺ. Permusuhannya bukan hanya penolakan, tetapi juga mencakup tindakan-tindakan provokatif dan menyakitkan:
- Penghinaan Publik: Seperti yang dijelaskan dalam Asbabun Nuzul, ia secara terbuka menghina Nabi di Bukit Shafa.
- Menyabotase Dakwah: Ketika Nabi Muhammad ﷺ berdakwah di pasar-pasar dan di antara kabilah-kabilah yang datang ke Makkah, Abu Lahab sering mengikutinya dari belakang, meneriakkan, "Janganlah kalian dengarkan dia! Dia adalah pendusta! Dia adalah orang murtad!" Tujuannya adalah untuk menghalangi orang lain dari mendengarkan dan menerima pesan Islam.
- Perlakuan Buruk Terhadap Anak-anak Nabi: Abu Lahab adalah ayah dari Utbah dan Utaibah, yang awalnya menikah dengan putri-putri Nabi, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Namun, atas hasutan Abu Lahab, kedua putranya menceraikan putri-putri Nabi untuk menyakiti beliau. Utaibah bahkan berani meludah di wajah Nabi dan berkata, "Aku kafir kepada Tuhan yang kamu sembah!" Nabi kemudian berdoa agar Utaibah dimakan oleh anjing Allah, dan doa itu dikabulkan ketika Utaibah diserang singa dalam sebuah perjalanan dagang.
- Penolakan Perlindungan: Sebagai paman Nabi, ia seharusnya memberikan perlindungan kabilah (himayah) yang umum di masa itu. Namun, ia tidak hanya menolak, bahkan secara aktif bersekongkol dengan musuh-musuh lain.
Abu Lahab adalah simbol penentangan yang keras kepala, kesombongan, dan kekafiran meskipun memiliki hubungan darah terdekat dengan Nabi. Kematiannya menjadi bukti kebenaran nubuat Al-Qur'an. Ia meninggal setelah Perang Badar karena penyakit yang disebut 'adadah (semacam bisul atau wabah yang menular), dan tubuhnya sangat membusuk sehingga tidak ada yang berani mendekat untuk menguburkannya. Barulah setelah tiga hari, beberapa orang Badui dibayar untuk mendorong jenazahnya ke sebuah lubang dengan tongkat panjang, lalu menimbunnya dengan batu.
Ummu Jamil: Istri Penyebar Fitnah
Istri Abu Lahab adalah Arwa binti Harb bin Umayyah, yang lebih dikenal dengan julukan Ummu Jamil. Ia adalah saudara perempuan Abu Sufyan bin Harb, pemimpin Quraisy dan musuh Islam yang gigih sebelum akhirnya masuk Islam. Ummu Jamil dikenal sebagai wanita yang sangat keras kepala, licik, dan penuh kebencian terhadap Nabi Muhammad ﷺ dan ajaran Islam.
Perannya dalam Menentang Dakwah:
Seperti suaminya, Ummu Jamil juga aktif dalam memusuhi Nabi dan para pengikutnya. Tindakan-tindakannya meliputi:
- Menyebarkan Fitnah dan Gosip: Ia adalah seorang "hammalat al-hatab" (pembawa kayu bakar) secara metaforis. Ia secara aktif menyebarkan berita bohong, gosip, dan fitnah tentang Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya untuk merusak reputasi beliau dan menghalangi orang dari menerima Islam. Ia menyulut api permusuhan di antara masyarakat Makkah.
- Menyebar Duri dan Kotoran: Beberapa riwayat menyebutkan bahwa ia secara fisik mengumpulkan duri dan kotoran, lalu menaburkannya di jalan yang akan dilalui Nabi Muhammad ﷺ, terutama di malam hari, untuk menyakiti dan menyulitkan beliau. Ini adalah wujud konkret dari sifat "pembawa kayu bakar" yang merugikan.
- Menghasut Suaminya: Ia selalu mendukung dan menghasut Abu Lahab dalam setiap tindakan permusuhan terhadap Nabi. Pasangan ini adalah tandem yang sempurna dalam kejahatan dan penentangan.
- Ancaman Langsung: Diriwayatkan bahwa setelah Surah Al-Masad turun, Ummu Jamil yang marah datang mencari Nabi Muhammad ﷺ sambil membawa batu di tangannya. Saat itu, Nabi sedang duduk bersama Abu Bakar di dekat Ka'bah. Namun, Allah melindunginya dengan menjadikan Ummu Jamil tidak dapat melihat Nabi, sehingga ia hanya melihat Abu Bakar. Ia bertanya, "Mana temanmu? Aku dengar ia mencelaku. Demi Allah, jika aku menemukannya, akan kupecahkan mulutnya dengan batu ini!" Abu Bakar menjawab, "Demi Allah, ia tidak mencelamu." Kemudian Ummu Jamil pergi dalam keadaan marah dan kecewa.
Ummu Jamil adalah contoh bagaimana kebencian dan keangkuhan dapat membutakan mata hati seseorang, bahkan seorang wanita yang seharusnya lembut dan penyayang. Ia memilih untuk berpihak pada kebatilan, dan karena itu, ia pun diancam dengan azab yang setimpal, seperti yang dijelaskan dalam ayat terakhir Surah Al-Masad.
Kisah Abu Lahab dan Ummu Jamil adalah potret nyata dari ujian yang dihadapi Nabi Muhammad ﷺ di awal dakwahnya. Mereka melambangkan permusuhan yang datang dari lingkaran terdekat sekalipun, menunjukkan bahwa kebenaran terkadang harus menghadapi perlawanan dari sanak keluarga. Namun, pada akhirnya, kebenaran selalu akan menang, dan para penentang akan menghadapi konsekuensinya.
Hikmah dan Pelajaran dari Surah Al-Masad
Surah Al-Masad, meskipun pendek, sarat dengan hikmah dan pelajaran berharga yang relevan sepanjang masa. Dari kisah Abu Lahab dan istrinya, kita dapat menarik banyak kesimpulan dan pedoman hidup:
1. Konsekuensi Mutlak dari Penentangan Terhadap Kebenaran
Pelajaran paling mendasar dari surah ini adalah bahwa menentang kebenaran dan memusuhi para pembawa risalah Allah akan berujung pada kehancuran dan azab, baik di dunia maupun di akhirat. Abu Lahab dan Ummu Jamil, yang dengan sengaja memilih jalan kekafiran dan permusuhan meskipun mereka tahu betul tentang kejujuran dan akhlak Nabi, menjadi contoh nyata dari konsekuensi ini. Allah Maha Adil dan tidak akan membiarkan kejahatan tanpa balasan.
2. Kekayaan dan Kekuasaan Tidak Menjamin Keselamatan
Ayat kedua dengan tegas menyatakan, "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan." Abu Lahab adalah orang yang kaya dan berpengaruh di Makkah. Namun, semua kekayaan dan kedudukannya tidak dapat menyelamatkannya dari murka Allah. Ini adalah peringatan keras bagi umat manusia agar tidak terlena dan terpedaya oleh gemerlap dunia. Kekayaan dan kekuasaan adalah ujian; jika digunakan untuk menentang kebenaran dan menindas, ia akan menjadi beban di akhirat.
Pelajaran ini sangat relevan di era modern, di mana banyak orang mengukur kesuksesan hanya dari materi dan jabatan. Islam mengajarkan bahwa kekayaan sejati adalah ketakwaan, dan kesuksesan sejati adalah keselamatan di akhirat.
3. Bahaya Fitnah, Ghibah, dan Namimah (Menyebar Kebencian)
Julukan "hammalat al-hatab" (pembawa kayu bakar) untuk istri Abu Lahab adalah penggambaran yang kuat tentang bahaya fitnah dan adu domba. Menyebarkan kebohongan, gosip, dan perkataan buruk adalah tindakan yang merusak masyarakat, membakar api permusuhan, dan dapat menghancurkan reputasi seseorang. Islam melarang keras perbuatan ini karena dampak negatifnya yang luas.
Di era informasi saat ini, di mana berita dapat menyebar dengan sangat cepat melalui media sosial, pelajaran ini menjadi semakin krusial. Kita harus berhati-hati dalam menyebarkan informasi, memastikan kebenarannya, dan menjauhkan diri dari menyebarkan hal-hal yang dapat menyulut kebencian dan permusuhan.
4. Ikatan Iman Lebih Kuat dari Ikatan Darah
Kisah Abu Lahab, paman Nabi, menunjukkan bahwa ikatan kekerabatan tidak akan menyelamatkan seseorang jika ia menolak kebenaran. Dalam Islam, ikatan iman kepada Allah dan Rasul-Nya jauh lebih tinggi dan lebih utama daripada ikatan darah semata. Surah ini menegaskan bahwa keluarga di akhirat adalah mereka yang seakidah, bukan sekadar sedarah.
Ini adalah pengingat bahwa loyalitas utama kita haruslah kepada Allah dan ajaran-Nya, bahkan jika itu berarti kita harus menghadapi perlawanan dari keluarga terdekat.
5. Kepastian Janji dan Ancaman Allah
Surah Al-Masad mengandung nubuat yang sangat spesifik tentang nasib Abu Lahab. Dan nubuat itu benar-benar terbukti. Ini adalah bukti nyata kebenaran Al-Qur'an sebagai kalamullah dan Nabi Muhammad ﷺ sebagai Rasul-Nya. Kepastian janji dan ancaman Allah adalah mutlak; apa yang Allah firmankan pasti akan terjadi.
Hal ini seharusnya menguatkan keimanan umat Muslim dan menjadi peringatan bagi mereka yang meragukan kekuasaan Allah.
6. Pentingnya Kesabaran dan Keteguhan dalam Berdakwah
Nabi Muhammad ﷺ menghadapi penentangan yang luar biasa dari Abu Lahab dan Quraisy. Namun, beliau tetap sabar, teguh, dan tidak pernah menyerah dalam menyampaikan risalah Allah. Surah ini datang sebagai penghibur dan penguat bagi Nabi, menunjukkan bahwa Allah selalu bersamanya.
Bagi para dai dan umat Muslim secara umum, kisah ini mengajarkan bahwa dalam menyampaikan kebenaran, akan selalu ada tantangan dan penolakan. Kesabaran, keteguhan, dan kepercayaan kepada pertolongan Allah adalah kunci untuk terus maju.
7. Keadilan Ilahi yang Menyeluruh
Tidak hanya Abu Lahab, istrinya pun disebut secara eksplisit dalam surah ini dan dijanjikan azab. Ini menunjukkan bahwa keadilan Allah adalah menyeluruh dan meliputi setiap individu yang bertanggung jawab atas perbuatannya. Baik laki-laki maupun perempuan akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan dan tindakan mereka.
Ini menegaskan prinsip akuntabilitas individu dalam Islam, di mana setiap jiwa akan memetik hasil dari apa yang telah ia tanam.
8. Peringatan akan Akhirat yang Kekal
Gambaran neraka yang bergejolak dan tali dari sabut yang melilit leher adalah pengingat keras akan realitas kehidupan akhirat. Dunia ini fana, sedangkan akhirat adalah abadi. Peringatan ini mendorong kita untuk senantiasa beramal shalih dan menjauhi perbuatan dosa agar tidak menyesal di kemudian hari.
Surah ini mengajak kita untuk merenungkan prioritas hidup: apakah kita akan mengejar kesenangan duniawi yang sementara atau berinvestasi untuk kehidupan akhirat yang kekal?
Secara ringkas, Surah Al-Masad adalah surah yang penuh dengan peringatan dan pelajaran moral yang mendalam. Ia menjadi cerminan universal tentang pertarungan antara kebenaran dan kebatilan, serta konsekuensi yang pasti bagi setiap pilihan yang diambil manusia.
Kaitan dengan Tema Al-Qur'an Lain dan Relevansi Modern
Surah Al-Masad tidak berdiri sendiri; ia terhubung dengan banyak tema sentral dalam Al-Qur'an dan memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan kita saat ini.
1. Hubungan dengan Tema Keadilan Ilahi dan Konsekuensi Amal
Al-Qur'an berulang kali menekankan konsep keadilan mutlak Allah. Surah Al-Masad adalah contoh nyata dari prinsip ini: setiap perbuatan akan mendapatkan balasannya. Tema ini juga ditemukan dalam surah-surah lain seperti Surah Az-Zalzalah (ayat 7-8: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihatnya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihatnya"), serta banyak ayat yang membahas tentang surga dan neraka sebagai balasan bagi amal perbuatan manusia.
Kisah Abu Lahab mengingatkan bahwa tidak ada yang luput dari perhitungan Allah, bahkan paman Nabi sekalipun. Ini menegaskan universalitas keadilan ilahi yang tidak memandang kedudukan atau kekerabatan.
2. Ujian Terhadap Kekayaan dan Kekuasaan
Ayat "Ma aghna 'anhu maluhu wa ma kasab" (Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan) adalah resonansi dari banyak ayat Al-Qur'an yang memperingatkan tentang bahaya kecintaan berlebihan pada dunia. Misalnya, Surah At-Takasur (Kelezatan Dunia) yang mengecam orang-orang yang terlena oleh persaingan dalam mengumpulkan kekayaan hingga melupakan akhirat. Atau Surah Al-Humazah yang mengancam setiap pengumpat dan pencela yang mengira bahwa hartanya dapat mengekalkannya.
Di era kapitalisme modern, di mana kekayaan seringkali dijadikan standar kesuksesan tertinggi, pesan ini sangat vital. Ia mengingatkan bahwa nilai sejati seseorang bukan pada harta yang ia kumpulkan, melainkan pada ketakwaan dan amal shalih yang ia kerjakan.
3. Pertarungan Abadi antara Kebenaran dan Kebatilan
Kisah Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Lahab adalah microcosm dari pertarungan yang lebih besar antara kebenaran (al-haqq) dan kebatilan (al-batil) yang diceritakan berulang kali dalam Al-Qur'an. Dari kisah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, hingga Isa, selalu ada tokoh-tokoh yang dengan sombongnya menentang risalah ilahi, seperti Firaun, Namrud, atau kaum yang mendustakan rasul mereka. Dan pada akhirnya, kebenaran akan selalu menang, sementara kebatilan akan hancur.
Surah Al-Masad memberikan jaminan kepada para pengikut kebenaran bahwa Allah akan selalu mendukung mereka dan menghancurkan musuh-musuh-Nya, betapapun kuatnya mereka di mata dunia.
4. Pentingnya Menjaga Lisan dan Etika Berkomunikasi
Ancaman terhadap Ummu Jamil sebagai "hammalat al-hatab" (pembawa kayu bakar/penyebar fitnah) menyoroti pentingnya menjaga lisan dan menghindari perkataan buruk, fitnah, ghibah, dan namimah. Al-Qur'an dan Hadis sangat menekankan etika berkomunikasi. Surah Al-Hujurat misalnya, melarang ghibah dan berburuk sangka.
Dalam era media sosial yang serba cepat, di mana informasi (dan disinformasi) menyebar dengan mudah, pelajaran ini menjadi semakin relevan. Setiap orang memiliki tanggung jawab moral untuk memverifikasi informasi dan menghindari penyebaran kebencian atau fitnah, karena konsekuensinya di akhirat adalah sangat berat.
5. Kekuatan Doa dan Nubuat Ilahi
Surah ini juga menunjukkan kekuatan doa (dalam konteks ini, doa Nabi yang terucap saat dilecehkan oleh Abu Lahab dan kemudian diabadikan sebagai wahyu) serta kebenaran mutlak nubuat Allah. Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa apa yang Allah janjikan akan terjadi.
Bagi umat Muslim, ini adalah pengingat untuk senantiasa berdoa kepada Allah dalam menghadapi kesulitan dan percaya pada takdir-Nya, serta untuk memahami bahwa Al-Qur'an adalah kitab mukjizat yang janji-janjinya pasti akan terpenuhi.
Relevansi di Era Modern
Meskipun Surah Al-Masad diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu, pesan-pesannya tetap relevan:
- Anti-Tirani dan Anti-Korupsi: Kisah Abu Lahab dapat dianalogikan dengan para tiran, diktator, atau orang-orang berkuasa yang menggunakan kekayaan dan pengaruhnya untuk menindas kebenaran, korupsi, dan melakukan kezaliman. Surah ini menjadi harapan bagi kaum tertindas bahwa keadilan Allah akan datang.
- Media Sosial dan Ujaran Kebencian: Peran Ummu Jamil sebagai "pembawa kayu bakar" sangat mirip dengan penyebar hoax, ujaran kebencian (hate speech), dan fitnah di media sosial. Surah ini adalah peringatan keras bagi mereka yang menggunakan platform digital untuk menyulut api permusuhan dan merusak reputasi orang lain.
- Materialisme yang Berlebihan: Peringatan terhadap kekayaan yang tidak bermanfaat adalah teguran bagi masyarakat modern yang cenderung materialistis, mengukur nilai manusia dari apa yang dimilikinya, dan mengabaikan nilai-nilai spiritual.
- Konsistensi dalam Berprinsip: Keteguhan Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi tantangan dari kerabat terdekat adalah pelajaran tentang pentingnya berpegang teguh pada prinsip kebenaran dan keadilan, bahkan ketika menghadapi tekanan sosial atau keluarga yang luar biasa.
- Pentingnya Berpikir Kritis: Masyarakat modern seringkali mudah terhasut oleh informasi yang bias atau menyesatkan. Kisah ini mengajarkan untuk tidak mudah menerima informasi tanpa verifikasi, terutama jika itu bertujuan merusak reputasi seseorang atau menyulut konflik.
Dengan demikian, Surah Al-Masad bukan hanya sebatas kisah sejarah, melainkan cermin universal yang memantulkan perilaku manusia dan konsekuensinya di setiap zaman. Ia mendorong kita untuk selalu berpihak pada kebenaran, menggunakan kekayaan dan pengaruh untuk kebaikan, serta menjaga lisan dari fitnah dan kebohongan.
Manfaat Membaca dan Merenungkan Surah Al-Masad
Selain pelajaran moral dan sejarah yang terkandung di dalamnya, membaca, menghafal, dan merenungkan Surah Al-Masad memiliki berbagai manfaat spiritual dan praktis bagi seorang Muslim.
1. Menguatkan Keimanan
Surah ini adalah bukti nyata akan kebenaran Al-Qur'an dan mukjizat kenabian Nabi Muhammad ﷺ. Janji Allah untuk membinasakan Abu Lahab terbukti secara historis. Merenungkan hal ini dapat menguatkan keyakinan seorang Muslim bahwa setiap janji dan ancaman Allah dalam Al-Qur'an adalah kebenaran yang tidak terbantahkan. Ini meningkatkan keimanan (iman) dan ketakwaan (taqwa) kepada Allah.
2. Pengingat akan Keadilan Allah
Ketika seseorang merasa terzalimi atau melihat ketidakadilan di dunia ini, Surah Al-Masad mengingatkan bahwa Allah Maha Adil dan tidak ada satupun perbuatan, baik atau buruk, yang luput dari perhitungan-Nya. Ini memberikan ketenangan hati dan keyakinan bahwa pada akhirnya, keadilan akan ditegakkan.
3. Peringatan Dini dari Sifat-sifat Tercela
Surah ini menjadi cermin untuk introspeksi diri. Kita diajarkan untuk menjauhi sifat-sifat Abu Lahab dan Ummu Jamil: kesombongan, kebencian, penentangan terhadap kebenaran, menyalahgunakan kekuasaan atau kekayaan, serta menyebarkan fitnah dan adu domba. Dengan merenungkan azab yang menanti mereka, kita diingatkan untuk membersihkan diri dari sifat-sifat tercela ini.
4. Inspirasi untuk Kesabaran dalam Dakwah dan Kebaikan
Melihat betapa beratnya ujian yang dihadapi Nabi Muhammad ﷺ, bahkan dari pamannya sendiri, memberikan inspirasi bagi kita untuk bersabar dan teguh dalam menghadapi tantangan saat menyerukan kebaikan atau mempertahankan kebenaran. Ini juga menjadi motivasi untuk tidak mudah menyerah di tengah jalan.
5. Perlindungan dari Fitnah dan Kejahatan
Membaca surah-surah Al-Qur'an, termasuk Al-Masad, adalah bentuk ibadah yang mendatangkan pahala. Selain itu, banyak riwayat menunjukkan bahwa membaca Al-Qur'an dapat menjadi benteng spiritual bagi seorang Muslim. Meskipun tidak ada hadis spesifik yang menyebutkan keutamaan Surah Al-Masad untuk perlindungan tertentu, membaca Al-Qur'an secara umum membawa keberkahan dan perlindungan dari kejahatan.
6. Memperdalam Pemahaman tentang Sejarah Islam
Melalui Surah Al-Masad, kita mendapatkan jendela ke dalam periode awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Makkah, memahami tantangan yang beliau hadapi, dan bagaimana Allah memberikan dukungan langsung. Ini memperkaya pengetahuan kita tentang sejarah Islam dan perjuangan Rasulullah.
7. Pembentukan Karakter Positif
Dengan merenungkan pelajaran dari surah ini, seorang Muslim didorong untuk mengembangkan karakter yang positif: rendah hati, jujur, adil, sabar, dan bertanggung jawab. Ia akan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan dan ucapannya, menyadari bahwa semua akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
8. Memperkuat Hubungan dengan Al-Qur'an
Setiap kali kita membaca atau merenungkan satu ayat Al-Qur'an, kita memperkuat hubungan kita dengan kitab suci ini. Ini adalah sumber petunjuk, hikmah, dan motivasi bagi kehidupan seorang Muslim.
Oleh karena itu, Surah Al-Masad adalah lebih dari sekadar ayat-ayat pendek. Ia adalah sebuah teguran keras, sebuah nubuat yang terbukti, dan sebuah sumber pelajaran yang tak lekang oleh waktu, yang mendorong kita untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam dan menjauhi jalan kesesatan.
Kesimpulan
Surah Al-Masad, atau yang juga dikenal dengan Surah Al-Lahab, adalah permata kecil dalam Al-Qur'an yang kaya akan makna, sejarah, dan pelajaran abadi. Dimulai dengan sebuah kutukan ilahi yang tajam terhadap Abu Lahab dan diakhiri dengan gambaran azab bagi istrinya, Ummu Jamil, surah ini secara terang-terangan menyoroti konsekuensi fatal dari kesombongan, kekafiran, dan permusuhan terhadap kebenaran.
Melalui konteks Asbabun Nuzul yang dramatis—di mana Abu Lahab secara publik menghina dan menentang Nabi Muhammad ﷺ saat beliau memulai dakwah terbuka di Bukit Shafa—kita memahami bahwa surah ini adalah respons langsung dan perlindungan ilahi bagi Rasulullah. Ia berfungsi sebagai nubuat yang terbukti, mengukuhkan kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad ﷺ.
Pelajaran mendalam yang dapat kita petik dari Surah Al-Masad sangat banyak. Pertama, ia mengajarkan bahwa kekayaan dan kekuasaan duniawi, betapapun melimpahnya, tidak akan mampu menyelamatkan seseorang dari azab Allah jika ia menentang kebenaran. Kedua, surah ini memberikan peringatan keras terhadap bahaya fitnah, ghibah, dan namimah, yang disimbolkan oleh "hammalat al-hatab" (pembawa kayu bakar) Ummu Jamil. Ketiga, ia menegaskan bahwa ikatan iman jauh lebih mulia dan kuat daripada ikatan darah jika keduanya bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Selain itu, Surah Al-Masad mengukuhkan kepastian janji dan ancaman Allah, memberikan inspirasi akan kesabaran dan keteguhan dalam berdakwah, serta mengingatkan kita akan keadilan ilahi yang menyeluruh dan realitas akhirat yang kekal. Di era modern ini, pesan-pesannya tetap relevan sebagai kritik terhadap materialisme, ujaran kebencian di media sosial, dan penindasan oleh kekuasaan yang zalim. Surah ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa introspeksi diri, menjauhi sifat-sifat tercela, dan memilih jalan kebenaran yang diridhai Allah.
Membaca dan merenungkan Surah Al-Masad tidak hanya memperkaya pemahaman kita tentang Al-Qur'an dan sejarah Islam, tetapi juga menguatkan keimanan, membentuk karakter positif, dan memberikan ketenangan hati bahwa keadilan sejati akan selalu ditegakkan di sisi Allah SWT. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari surah ini dan menjadikannya pedoman dalam menjalani kehidupan.