Mengkaji Ayat Tabbat Yada: Surah Al-Masad dan Kekayaannya

Ilustrasi api yang membakar dan teks Al-Masad dalam kaligrafi Arab, melambangkan azab dan kehancuran seperti yang digambarkan dalam Surah Al-Masad. Terdapat pula tangan-tangan yang terselubung dalam kobaran api, menunjukkan kehancuran upaya dan diri.

Surah Al-Masad, yang juga dikenal sebagai Surah Al-Lahab, adalah salah satu surah terpendek dalam Al-Qur'an, terdiri dari lima ayat. Meskipun singkat, surah ini membawa pesan yang sangat dalam dan peringatan yang tajam mengenai konsekuensi menentang kebenaran dan kezaliman. Nama "Al-Masad" diambil dari ayat terakhirnya yang berarti "tali dari sabut," mengacu pada nasib istri Abu Lahab, sementara "Al-Lahab" berarti "nyala api" atau "gejolak api," merujuk pada azab yang akan menimpa Abu Lahab di neraka. Surah ini diturunkan di Mekah, pada periode awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ, dan secara langsung menyebutkan nama paman Nabi, Abu Lahab, serta istrinya.

Pengkajian terhadap ayat-ayat Surah Al-Masad tidak hanya memberikan pemahaman tentang sejarah awal Islam dan perjuangan Nabi Muhammad ﷺ, tetapi juga menawarkan pelajaran universal tentang keadilan ilahi, konsekuensi kesombongan, penolakan terhadap kebenaran, dan kefanaan kekayaan serta kedudukan tanpa iman. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap ayat dalam Surah Al-Masad, dimulai dari bacaan Arab, transliterasi Latin, dan artinya dalam bahasa Indonesia, dilanjutkan dengan Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), tafsir mendalam per ayat, serta pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari surah yang agung ini.

Ayat Tabbat Yada: Surah Al-Masad (Al-Lahab)

Berikut adalah bacaan lengkap Surah Al-Masad dalam bahasa Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya:

Ayat 1

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Tabbat yadā Abī Lahabinw wa tabb. "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!"

Ayat 2

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Mā aghnā 'anhu māluhū wa mā kasab. "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan."

Ayat 3

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Sayaslā nāran żāta lahab. "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)."

Ayat 4

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Wamra'atuhū ḥammālatal ḥaṭab. "Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar."

Ayat 5

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
Fī jīdihā ḥablum mim masad. "Di lehernya ada tali dari sabut."

Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya) Surah Al-Masad

Kisah di balik turunnya Surah Al-Masad adalah salah satu yang paling dramatis dan spesifik dalam Al-Qur'an, menunjukkan betapa langsungnya campur tangan ilahi dalam membela Nabi Muhammad ﷺ dari permusuhan yang terang-terangan. Surah ini diturunkan sebagai respons langsung terhadap penolakan dan perlakuan buruk dari Abu Lahab, paman Nabi sendiri, serta istrinya, Ummu Jamil binti Harb.

Menurut riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, suatu ketika Nabi Muhammad ﷺ menerima wahyu untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Allah berfirman dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 214: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." Setelah menerima perintah ini, Nabi Muhammad ﷺ naik ke bukit Safa di Mekah. Beliau berdiri di puncak bukit dan mulai berseru kepada kabilah-kabilah Quraisy, "Ya Banu Fihr! Ya Banu 'Adiy! (dan menyebutkan nama kabilah-kabilah Quraisy lainnya)."

Mendengar seruan tersebut, masyarakat Quraisy berkumpul di hadapan Nabi. Ketika mereka telah berkumpul, Nabi ﷺ bersabda, "Bagaimana pendapat kalian jika aku memberitahu bahwa di balik bukit ini ada pasukan berkuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?" Mereka serempak menjawab, "Tentu, kami tidak pernah mendapati engkau berbohong." Nabi kemudian melanjutkan, "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian akan azab yang pedih."

Pada saat itulah, Abu Lahab, paman Nabi ﷺ, yang berada di antara kerumunan, berdiri dan berkata dengan nada marah dan ejekan, "Celaka engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?" Dalam riwayat lain disebutkan, "Tabban laka! Celaka kamu! Apakah untuk ini kamu mengumpulkan kami?" Dia kemudian mengambil batu dan hendak melemparkannya kepada Nabi ﷺ.

Tindakan dan ucapan Abu Lahab ini adalah puncak dari permusuhan panjang yang ia tunjukkan terhadap Nabi Muhammad ﷺ dan dakwah Islam. Abu Lahab adalah saudara kandung ayah Nabi, Abdullah, dan Harits. Nama aslinya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muttalib, namun ia dijuluki Abu Lahab (Bapak Api) karena wajahnya yang cerah dan kemerah-merahan. Ironisnya, julukan ini kemudian menjadi kenyataan dalam konteks azab neraka yang disebutkan dalam surah ini.

Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, adalah tetangga Nabi ﷺ di Mekah. Alih-alih mendukung keponakannya, mereka justru menjadi salah satu penentang Islam yang paling gigih dan kejam. Mereka tidak hanya menolak ajaran Islam, tetapi juga aktif menyakiti, menghina, dan menghalangi orang lain untuk memeluk Islam. Ummu Jamil, khususnya, dikenal sebagai wanita yang suka menyebarkan fitnah dan duri-duri di jalan yang biasa dilewati Nabi ﷺ untuk menyakiti beliau. Karena kebiasaannya ini, ia dijuluki "Hammalatul Hathab" (pembawa kayu bakar), yang secara harfiah berarti pembawa kayu bakar yang digunakan untuk menyalakan api fitnah dan permusuhan.

Melihat betapa terang-terangan dan kejamnya permusuhan Abu Lahab dan istrinya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan Surah Al-Masad sebagai balasan dan peringatan yang tegas. Surah ini tidak hanya mengutuk perbuatan mereka, tetapi juga secara spesifik meramalkan kehancuran dan azab yang akan menimpa keduanya di dunia dan di akhirat. Prediksi dalam surah ini kemudian terbukti kebenarannya, di mana Abu Lahab meninggal dalam keadaan hina dan menderita penyakit yang menjijikkan setelah Pertempuran Badar, tanpa pernah memeluk Islam, meskipun diberi kesempatan berulang kali.

Asbabun Nuzul ini menunjukkan beberapa poin penting:

Dengan memahami Asbabun Nuzul ini, kita dapat lebih menghargai kedalaman dan relevansi pesan Surah Al-Masad, tidak hanya sebagai catatan sejarah, tetapi juga sebagai peringatan abadi bagi umat manusia.

Tafsir Mendalam Ayat Per Ayat

Ayat 1: تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (Tabbat yadā Abī Lahabinw wa tabb)

Terjemahan: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!"

Analisis Kata dan Makna

Tafsir Ayat

Ayat pertama ini adalah sebuah deklarasi ilahi yang lugas dan tegas mengenai kehancuran Abu Lahab. Ini bukanlah sekadar harapan atau doa dari Nabi Muhammad ﷺ, melainkan sebuah vonis yang datang langsung dari Allah. Kata "tabbat" menunjukkan kepastian kehancuran yang tak terelakkan.

Penyebutan "kedua tangan" Abu Lahab sangat signifikan. Tangan adalah simbol dari kekuatan, usaha, dan segala perbuatan manusia. Abu Lahab menggunakan tangannya untuk melempari Nabi ﷺ dengan batu, untuk menentang dakwah, dan untuk meraih harta kekayaan. Oleh karena itu, kehancuran tangannya melambangkan kehancuran segala upaya dan hasil pekerjaannya yang ia banggakan, khususnya yang digunakan untuk menentang Islam. Ini adalah kehancuran material dan duniawi.

Penegasan "wa tabb" (dan benar-benar binasa dia) menegaskan bahwa kehancuran itu tidak hanya terbatas pada aspek materi atau usaha Abu Lahab, tetapi meluas pada eksistensinya secara keseluruhan. Ini mencakup kehancuran agamanya, kehancuran reputasinya (bahkan di mata kaumnya sendiri setelah kedatangan Islam), dan yang paling penting, kehancuran nasibnya di akhirat. Ayat ini merupakan indikasi bahwa Abu Lahab akan mati dalam keadaan kufur dan akan menghadapi azab neraka.

Turunnya ayat ini juga menjadi mukjizat Al-Qur'an. Meskipun Abu Lahab masih hidup bertahun-tahun setelah ayat ini diturunkan, ia tidak pernah beriman, sekalipun demi membuktikan Al-Qur'an salah. Ini adalah bukti bahwa apa yang diwahyukan oleh Allah adalah kebenaran mutlak yang pasti terjadi.

Ayat 2: مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (Mā aghnā 'anhu māluhū wa mā kasab)

Terjemahan: "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan."

Analisis Kata dan Makna

Tafsir Ayat

Ayat kedua ini menjelaskan lebih lanjut tentang kehancuran yang menimpa Abu Lahab, khususnya dalam konteks apa yang ia banggakan dan andalkan dalam hidupnya: harta dan hasil usahanya. Abu Lahab, seperti banyak pembesar Quraisy lainnya, menganggap kekayaan dan kedudukannya sebagai tanda keberuntungan dan keistimewaan. Mereka percaya bahwa harta dan anak-anak adalah bekal untuk dunia dan bahkan bisa menjadi syafaat di akhirat.

Namun, Allah dengan tegas menyatakan bahwa semua itu tidak akan bermanfaat sedikit pun baginya di hadapan azab Allah. Kekayaan yang ia kumpulkan dengan kesombongan dan yang ia gunakan untuk menentang kebenaran, tidak akan bisa melindunginya dari kehancuran yang dijanjikan. Demikian pula, "apa yang dia usahakan" (ma kasab) bisa merujuk pada:

Pesan utama ayat ini adalah bahwa di hari kiamat, atau bahkan dalam menghadapi takdir ilahi di dunia, harta dan segala bentuk kekuatan duniawi akan menjadi tidak berdaya bagi mereka yang menolak kebenaran dan menentang Allah serta Rasul-Nya. Kekayaan sejati adalah iman dan amal saleh, bukan tumpukan materi.

Ayat ini juga memberikan pelajaran universal bahwa manusia seringkali terlalu bergantung pada harta benda dan kekuatan duniawi, lupa bahwa semua itu fana dan tidak akan ada artinya di hadapan Kekuasaan Allah. Hanya ketakwaan dan amal saleh yang akan menjadi penolong sejati.

Ayat 3: سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (Sayaslā nāran żāta lahab)

Terjemahan: "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)."

Analisis Kata dan Makna

Tafsir Ayat

Setelah menyatakan kehancuran dan ketidakberdayaan harta Abu Lahab, ayat ketiga ini secara eksplisit menjelaskan azab yang akan menimpanya di akhirat. Frasa "sayaslā nāran żāta lahab" (kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak) adalah puncak dari vonis ilahi terhadap Abu Lahab.

Penggunaan huruf "sa" (س) di awal kata kerja "yaslā" (akan masuk/terbakar) menunjukkan bahwa ini adalah peristiwa yang pasti akan terjadi di masa depan, tanpa keraguan sedikit pun. Ini adalah janji Allah yang tidak mungkin diingkari. Ini juga menegaskan bahwa hukuman bagi Abu Lahab tidak hanya terbatas pada kehinaan di dunia, tetapi juga azab yang kekal di akhirat.

Paling menarik adalah penggunaan kata "lahab" (gejolak api) yang merupakan bagian dari nama julukan Abu Lahab. Nama aslinya adalah Abdul Uzza, namun ia dikenal sebagai Abu Lahab karena wajahnya yang cerah kemerah-merahan. Allah menggunakan julukannya sendiri untuk menggambarkan neraka yang akan menjadi tempat kembalinya. Ini adalah bentuk ejekan ilahi dan juga penekanan bahwa julukan yang dahulu mungkin ia anggap sebagai tanda kemuliaan atau kecerahan, kini menjadi simbol azab yang pedih. Ia adalah "Bapak Api" di dunia karena kecerahannya, dan ia akan menjadi penghuni "Api yang Bergejolak" di akhirat karena kekufuran dan permusuhannya.

Api neraka yang disebutkan adalah api yang "bergejolak," menyiratkan intensitas dan kedahsyatan azabnya. Ini bukan api biasa, melainkan api yang paling panas dan paling menyakitkan, disiapkan khusus untuk mereka yang menentang kebenaran dengan kesombongan dan kekejaman.

Ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras bagi siapa pun yang, seperti Abu Lahab, menggunakan kekayaan, kedudukan, atau hubungan kekerabatan untuk menentang kebenaran dan menyakiti para pembawa risalah Allah. Azab Allah itu nyata dan pasti akan menimpa para penentang-Nya, tak peduli siapa mereka.

Ayat 4: وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (Wamra'atuhū ḥammālatal ḥaṭab)

Terjemahan: "Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar."

Analisis Kata dan Makna

Tafsir Ayat

Ayat keempat ini tidak hanya mengutuk Abu Lahab, tetapi juga istrinya, Ummu Jamil. Ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan yang secara aktif menentang kebenaran dan menyakiti para pembawa risalah Allah akan sama-sama mendapatkan bagian dari azab-Nya.

Ummu Jamil dikenal sebagai salah satu musuh bebuyutan Nabi ﷺ dan aktif dalam menghalangi dakwah Islam. Julukan "Hammalatul Hathab" (pembawa kayu bakar) sangatlah pas untuknya. Ini bukan hanya deskripsi pekerjaannya, melainkan metafora yang kuat untuk menggambarkan karakternya. Ia adalah sumber pemicu api permusuhan dan fitnah. Dia menyebarkan rumor, mengarang kebohongan, dan menghasut orang-orang untuk memusuhi Nabi. Tindakannya ini layaknya mengumpulkan kayu bakar untuk menyalakan api permusuhan di tengah masyarakat.

Tindakan Ummu Jamil menebarkan duri di jalan Nabi ﷺ juga adalah bentuk kekejaman fisik dan psikologis. Dengan demikian, "pembawa kayu bakar" mencakup kedua aspek: menyebarkan fitnah (kayu bakar api permusuhan) dan melakukan tindakan menyakiti (kayu bakar untuk api yang melukai kaki Nabi).

Penyebutan istri bersama suaminya menunjukkan bahwa tanggung jawab individu di hadapan Allah adalah penting. Istri ini tidak akan diselamatkan oleh statusnya sebagai istri seorang bangsawan, bahkan ia akan mendapatkan azab karena perbuatannya sendiri. Ini juga menegaskan bahwa kejahatan yang dilakukan bersama-sama akan ditanggung bersama dalam pertanggungjawaban di akhirat.

Ayat ini juga menjadi peringatan bagi setiap individu, khususnya perempuan, agar tidak terjerumus ke dalam dosa fitnah, ghibah (menggunjing), dan menyebarkan keburukan, karena perbuatan semacam itu dapat mendatangkan azab yang pedih.

Ayat 5: فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ (Fī jīdihā ḥablum mim masad)

Terjemahan: "Di lehernya ada tali dari sabut."

Analisis Kata dan Makna

Tafsir Ayat

Ayat kelima ini melengkapi gambaran azab bagi Ummu Jamil, istri Abu Lahab, dengan detail yang mengerikan dan sangat simbolis. Jika di ayat sebelumnya ia disebut "pembawa kayu bakar," maka di ayat ini dijelaskan konsekuensi dari "pekerjaannya" itu.

Penjelasan tentang "tali dari sabut di lehernya" dapat ditafsirkan dalam beberapa cara:

  1. Konteks Duniawi (Simbologi): Tali sabut adalah tali yang kasar dan tidak nyaman, sering digunakan oleh orang miskin atau budak untuk membawa beban berat di leher atau bahu. Ini adalah kontras tajam dengan perhiasan mewah yang biasa dikenakan oleh wanita bangsawan Mekah seperti Ummu Jamil. Ayat ini bisa berarti bahwa di dunia ini, ia akan menanggung kehinaan dan kesulitan karena perbuatannya. Atau, bisa juga merujuk pada kebiasaannya membawa kayu bakar secara harfiah untuk disebarkan di jalan Nabi, dan tali ini menjadi simbol dari beban dosa yang ia pikul karena perbuatan tersebut.
  2. Konteks Akhirat (Azab Neraka): Ini adalah penafsiran yang lebih kuat dan banyak diyakini. Tali dari sabut di lehernya adalah bagian dari azab di neraka. Tali itu bukan tali biasa, melainkan tali api atau rantai neraka yang panas membakar dan sangat menyakitkan. Ini adalah balasan yang setimpal dengan perbuatannya yang "membakar" hati orang lain dengan fitnah. Tali itu akan menyeretnya di neraka atau menjadi alat penyiksaannya.
  3. Penghinaan dan Pembalasan: Tali di leher seringkali melambangkan pengekangan, kehinaan, atau penarikan. Azab ini adalah pembalasan yang sempurna bagi seseorang yang merasa bangga dengan status sosialnya, kekayaannya, dan kebebasannya untuk menyakiti orang lain. Di akhirat, semua itu akan diganti dengan kehinaan dan penderitaan.

Ayat ini secara khusus menyoroti bentuk azab yang spesifik dan simbolis bagi Ummu Jamil. Ia yang senang menyebarkan fitnah dan penderitaan dengan "api" lidahnya, akan diikat dan disiksa dengan "tali dari sabut" di neraka. Ini adalah balasan yang adil dan sempurna dari Allah, menunjukkan bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan mendapatkan balasannya.

Surah Al-Masad ini ditutup dengan gambaran yang sangat kuat tentang nasib para penentang kebenaran, baik laki-laki maupun perempuan, menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal dari keadilan ilahi jika mereka memilih jalan kekufuran dan permusuhan terhadap risalah-Nya.

Pelajaran dan Hikmah dari Surah Al-Masad

Surah Al-Masad, meskipun singkat, sarat dengan pelajaran dan hikmah yang mendalam bagi umat Islam sepanjang masa. Ini bukan sekadar kisah sejarah tentang Abu Lahab dan istrinya, tetapi sebuah cerminan prinsip-prinsip fundamental dalam Islam.

1. Pembelaan Allah Terhadap Nabi-Nya dan Kebenaran

Salah satu pelajaran paling menonjol adalah bagaimana Allah langsung membela Nabi Muhammad ﷺ dari serangan dan permusuhan yang sangat kejam, bahkan dari kerabat terdekatnya. Ini menunjukkan bahwa siapa pun yang berdakwah di jalan Allah akan senantiasa berada dalam perlindungan-Nya, dan Allah akan membalas para penentang kebenaran.

Ini menegaskan janji Allah dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat)." (QS. Ghafir: 51)

Umat Islam diajarkan untuk tidak gentar dalam menghadapi penentangan dan cobaan, karena pertolongan Allah itu dekat bagi mereka yang berada di jalan yang benar.

2. Kehancuran Kekuatan Materi Tanpa Iman

Ayat kedua dengan jelas menyatakan bahwa harta benda dan segala hasil usaha Abu Lahab tidak akan menyelamatkannya dari azab Allah. Ini adalah pengingat keras bahwa kekayaan duniawi, kekuasaan, dan kedudukan sosial tidak memiliki nilai sedikit pun di hadapan keadilan ilahi jika tidak diiringi dengan iman dan ketaatan kepada Allah. Banyak orang mengandalkan materi sebagai sumber kekuatan dan keamanan, namun surah ini menunjukkan bahwa semua itu fana dan tidak berdaya di hadapan Kekuasaan Pencipta.

3. Azab yang Pasti bagi Para Penentang Kebenaran

Surah ini memberikan gambaran yang sangat jelas tentang kepastian azab bagi mereka yang secara terang-terangan menolak kebenaran, menghina agama Allah, dan menyakiti para utusan-Nya. Baik Abu Lahab maupun istrinya dijanjikan azab neraka yang pedih. Ini berfungsi sebagai peringatan universal bagi siapa pun yang mempertimbangkan untuk menentang ajaran Allah atau menyakiti para pembawa dakwah.

4. Konsekuensi Fitnah dan Lidah yang Buruk

Penyebutan istri Abu Lahab sebagai "pembawa kayu bakar" dan gambaran tali sabut di lehernya adalah peringatan keras terhadap bahaya fitnah, ghibah, namimah (adu domba), dan menyebarkan kebencian. Lidah adalah pedang bermata dua; ia bisa membangun atau menghancurkan. Surah ini menekankan bahwa orang yang menggunakan lidahnya untuk menyebarkan keburukan akan mendapatkan balasan yang setimpal, baik di dunia maupun di akhirat.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (menyebarkan namimah)." (HR. Muslim)

5. Kebenaran Ramalan Al-Qur'an (Mukjizat)

Surah Al-Masad adalah salah satu mukjizat Al-Qur'an yang paling menonjol. Surah ini diturunkan ketika Abu Lahab dan istrinya masih hidup dan bahkan setelah itu mereka tetap hidup selama beberapa tahun. Namun, Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa mereka akan binasa dalam kekufuran dan tidak akan beriman. Ramalan ini terbukti benar; mereka meninggal dalam keadaan kafir, tanpa pernah memeluk Islam. Ini adalah bukti nyata bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang Maha Mengetahui masa depan dan tidak mungkin datang dari manusia.

6. Ikatan Iman Lebih Kuat dari Ikatan Darah

Kisah Abu Lahab, paman Nabi ﷺ, yang merupakan musuh utama beliau, menegaskan bahwa ikatan keimanan dan akidah lebih tinggi dan lebih penting daripada ikatan darah atau kekerabatan. Seseorang tidak akan terselamatkan oleh hubungan darahnya dengan orang saleh jika ia sendiri kafir dan menentang Allah. Islam mengajarkan bahwa persatuan sejati adalah berdasarkan tauhid dan ketaatan kepada Allah.

7. Keadilan Ilahi yang Absolut

Surah ini menunjukkan keadilan Allah yang absolut. Allah tidak menzalimi siapa pun. Azab yang ditimpakan kepada Abu Lahab dan istrinya adalah konsekuensi langsung dari perbuatan dan pilihan mereka sendiri untuk menentang kebenaran dan menyakiti Nabi Allah. Setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.

8. Dorongan untuk Berdakwah dan Bersabar

Melalui kisah Nabi Muhammad ﷺ yang menghadapi penentangan sengit dari pamannya sendiri, umat Islam didorong untuk bersabar dan tabah dalam berdakwah. Bahkan di tengah kesulitan dan permusuhan, seorang dai harus tetap teguh menyampaikan risalah kebenaran, yakin bahwa pertolongan dan keadilan Allah akan datang pada waktunya.

9. Refleksi tentang Nama dan Julukan

Julukan "Abu Lahab" (Bapak Api) secara ironis dikaitkan dengan neraka "api yang bergejolak" (nāran żāta lahab). Ini mengajarkan kita untuk merenungkan makna di balik nama dan julukan, dan bagaimana takdir bisa berputar secara tak terduga, mengubah sesuatu yang dianggap positif menjadi simbol kehancuran. Ini juga mengingatkan kita bahwa nama-nama yang kita berikan atau terima, pada akhirnya, tidak memiliki arti kecuali amal perbuatan kita.

10. Keterkaitan Dosa Suami dan Istri

Surah ini juga menunjukkan bahwa dalam kejahatan dan permusuhan terhadap Islam, suami dan istri bisa menjadi mitra yang saling mendukung, dan keduanya akan berbagi konsekuensi dosa dan azab. Ini adalah peringatan bagi pasangan suami istri untuk saling mendukung dalam kebaikan dan ketaatan, bukan dalam dosa dan kekufuran.

11. Pentingnya Menjauhi Kesombongan dan Keangkuhan

Abu Lahab adalah sosok yang sombong, bangga dengan kekayaan dan kedudukannya. Kesombongan inilah yang membutakannya dari menerima kebenaran. Surah Al-Masad menjadi pengingat bahwa kesombongan adalah sifat tercela yang dapat menghalangi seseorang dari hidayah dan menjerumuskannya ke dalam kehancuran.

Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman: 18)

12. Allah Maha Berkuasa atas Segala Sesuatu

Melalui kehancuran Abu Lahab dan istrinya, Surah ini menegaskan bahwa tidak ada kekuatan di muka bumi ini, sekaya atau seberkuasa apa pun, yang dapat menandingi atau menghalangi kehendak Allah. Segala sesuatu berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, dan keadilan-Nya pasti akan ditegakkan.

Secara keseluruhan, Surah Al-Masad adalah sebuah peringatan keras bagi para penentang kebenaran dan sekaligus penegasan akan pertolongan serta keadilan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Pesan-pesannya relevan sepanjang masa, mengingatkan kita akan pentingnya iman, ketaatan, menjauhi fitnah, dan tidak bergantung pada kekayaan duniawi semata.

Penutup

Pengkajian mendalam terhadap ayat Tabbat Yada dari Surah Al-Masad (Al-Lahab) membawa kita pada pemahaman yang lebih kaya tentang salah satu babak penting dalam sejarah awal dakwah Islam. Surah ini bukan hanya sebuah narasi tentang nasib tragis Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, melainkan sebuah deklarasi ilahi yang abadi tentang prinsip-prinsip keadilan, konsekuensi menentang kebenaran, dan jaminan perlindungan Allah bagi para pembawa risalah-Nya.

Dari Asbabun Nuzul-nya, kita belajar tentang keberanian Nabi Muhammad ﷺ dalam menyampaikan dakwah terang-terangan, serta betapa kejamnya penolakan yang beliau terima bahkan dari kerabat terdekatnya. Ini menunjukkan bahwa jalan dakwah seringkali penuh onak dan duri, namun pertolongan Allah selalu menyertai hamba-Nya yang tulus.

Melalui tafsir ayat per ayat, kita menyelami makna mendalam dari setiap frasa: "binasalah kedua tangan Abu Lahab" sebagai simbol kehancuran segala upaya dan kekayaan yang ia banggakan; "tidak berguna hartanya dan apa yang diusahakan" sebagai penekanan kefanaan materi tanpa iman; "kelak ia akan masuk api yang bergejolak" sebagai kepastian azab di akhirat yang ironisnya sesuai dengan julukannya; dan "istrinya, pembawa kayu bakar, di lehernya ada tali dari sabut" sebagai gambaran azab yang setimpal bagi penyebar fitnah dan kebencian.

Pelajaran dan hikmah yang terkandung dalam Surah Al-Masad sangat relevan untuk kehidupan kita saat ini. Surah ini mengajarkan kita tentang pentingnya iman di atas segalanya, bahaya kesombongan dan penolakan kebenaran, dampak buruk dari fitnah dan adu domba, serta kekuatan keadilan ilahi yang tidak memandang status atau kekerabatan. Ia juga menjadi salah satu mukjizat Al-Qur'an yang menunjukkan kebenaran ramalan Allah.

Semoga dengan memahami Surah Al-Masad ini, keimanan kita semakin bertambah kuat, kita senantiasa menjauhi perbuatan-perbuatan yang dimurkai Allah, dan kita menjadi pribadi yang selalu mendukung kebenaran serta menyebarkan kebaikan, bukan api permusuhan. Amin.

🏠 Homepage