Salat jenazah (atau salat al-mayyit) adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi umat Islam ketika ada seorang muslim yang meninggal dunia. Salat ini memiliki tata cara yang unik, berbeda dari salat fardhu lima waktu. Salah satu perbedaan mendasar dalam tata cara salat jenazah adalah tidak adanya rukuk dan sujud. Selain itu, terdapat sunnah untuk melantunkan takbir dan doa-doa khusus yang menggantikan bacaan Al-Qur'an dan tasbih seperti dalam salat biasa.
Meskipun tidak ada bacaan adzan dan iqomah yang baku untuk memanggil orang datang ke salat jenazah, terdapat amalan sunnah terkait seruan untuk segera melaksanakan salat tersebut, yaitu dengan lafadz tertentu yang dibacakan oleh muazin atau orang yang ditunjuk, biasanya setelah jenazah selesai dimandikan dan dikafani, dan sebelum jenazah diletakkan di tempat salat.
Dalam konteks salat jenazah, panggilan yang dilakukan sering kali menggunakan lafadz yang lebih sederhana dan langsung, berbeda dengan adzan dan iqomah pada salat fardhu. Tujuannya adalah memberitahukan bahwa jenazah telah siap disalatkan.
Lafadz yang umum digunakan dan dianjurkan oleh sebagian ulama (terutama mazhab Syafi'i dan Hambali) adalah:
الصلاة على الميت
As-shalaatu 'alal mayyit.
(Salatlah atas jenazah).
Panggilan ini diucapkan sekali, tanpa pengulangan seperti adzan. Jika iqomah diperlukan (sebagai penanda dimulainya salat), lafadz yang diucapkan biasanya adalah:
أقيمت الصلاة
Uqīmatish-shalaah.
(Salat telah didirikan).
Penting untuk dicatat bahwa status hukum dari lafadz panggilan ini seringkali dikategorikan sebagai anjuran (mustahab) atau kebiasaan, bukan kewajiban mutlak, karena tidak ada dalil shahih yang menyebutkan lafadz adzan atau iqomah khusus untuk salat jenazah sebagaimana salat lainnya.
Setelah panggilan disampaikan, salat jenazah dilaksanakan dengan empat takbir (empat kali takbir) tanpa adanya rukuk dan sujud. Imam berdiri sejajar dengan bagian tengah tubuh jenazah (bukan kepala atau kaki).
Doa ini merupakan inti dari salat jenazah, di mana kita memohon ampunan dan rahmat bagi almarhum/almarhumah.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِهَذَا الْمَيِّتِ
Allahummaghfirlihadzal mayyit.
(Ya Allah, ampunilah mayit ini).
Dilanjutkan dengan:
اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا الْمَيِّتَ عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ، وَأَنْتَ رَبُّهُ، فَإِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِي إِحْسَانِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا فَتَجَاوَزْ عَنْهُ، اللَّهُمَّ إِنَّا لاَ نَعْلَمُ مِنْهُ إِلاَّ خَيْرًا، وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا، اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُفْتِنَّا بَعْدَهُ
Allahumma inna hadzal mayyita 'abdunka wa ibnu 'abdika wa ibnu amatika, wa anta Rabbuhu. Fa in kaana muhsinan fa zid fii ihsaanihi, wa in kaana musi'an fa tawajawaz 'anhu. Allahumma innaa laa na'lamu minhu illaa khairan, wa Anta a'lamu bihi minnaa. Allahumma laa tahrimna ajrahu wa laa taftinna ba'dahu.
Ya Allah, sesungguhnya mayit ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Engkaulah Tuhannya. Jika dia orang yang baik, maka tambahkanlah kebaikannya. Jika dia orang yang buruk, maka maafkanlah keburukannya. Ya Allah, kami tidak mengetahui darinya kecuali kebaikan, dan Engkaulah yang lebih mengetahui tentang dirinya daripada kami. Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya dan janganlah Engkau fitnah kami setelah kematiannya.
Lafadznya serupa, namun ada penyesuaian kata ganti menjadi bentuk feminin (misalnya: hadzihil mayyitah).
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِهَذِهِ الْمَيِّتَةِ
Allahummaghfirlihadzihil mayyitah.
(Ya Allah, ampunilah mayit perempuan ini).
Pelaksanaan salat jenazah, termasuk seruan pengganti adzan/iqomah, adalah bentuk penghormatan dan rasa kasih sayang terakhir umat Islam terhadap saudaranya yang telah berpulang. Fokus utama dalam ibadah ini adalah memohonkan ampunan dan rahmat dari Allah SWT agar jenazah diterima di sisi-Nya. Dengan memahami tata cara ini, umat Islam dapat melaksanakan kewajiban fardhu kifayah ini dengan sempurna dan khusyuk.