Bacaan Sebelum Al-Fatihah dalam Shalat: Panduan Lengkap untuk Kekhusyukan
Shalat adalah tiang agama Islam, sebuah ibadah fundamental yang menjadi penanda keimanan seorang Muslim. Lebih dari sekadar serangkaian gerakan dan bacaan, shalat merupakan momen krusial untuk berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, Sang Pencipta. Oleh karena itu, melaksanakannya dengan benar, khusyuk, dan memahami setiap detailnya adalah sebuah keharusan yang sangat dianjurkan. Dalam setiap rakaat shalat, surat Al-Fatihah memiliki kedudukan yang sangat istimewa, bahkan disebut sebagai "induk Al-Quran" dan merupakan rukun yang tanpanya shalat tidak sah. Namun, sebelum seorang Muslim mencapai bacaan Al-Fatihah, ada serangkaian bacaan dan tindakan yang juga memiliki signifikansi besar dalam membangun kekhusyukan dan kesempurnaan ibadah.
Artikel ini akan mengupas tuntas tentang bacaan-bacaan yang diucapkan sebelum Al-Fatihah dalam shalat, merinci makna, kedudukan hukum, dalil-dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah, perbedaan pendapat di kalangan mazhab fikih, serta hikmah spiritual di balik setiap bacaan tersebut. Pemahaman yang mendalam tentang hal ini diharapkan dapat membantu setiap Muslim untuk menunaikan shalat dengan lebih sempurna, lebih khusyuk, dan lebih meresapi setiap detik pertemuannya dengan Sang Khaliq.
Mari kita selami lebih dalam setiap aspek bacaan-bacaan penting ini, dari Takbiratul Ihram yang menjadi gerbang pembuka shalat, Doa Iftitah sebagai untaian pujian dan permohonan, Ta'awudz sebagai perisai dari gangguan syaitan, hingga Basmalah yang menjadi pintu gerbang setiap aktivitas baik, termasuk membaca firman Allah SWT.
I. Takbiratul Ihram: Gerbang Memasuki Shalat
Setiap shalat dimulai dengan sebuah pernyataan agung: Takbiratul Ihram. Lafal ini bukan sekadar ucapan pembuka, melainkan sebuah deklarasi yang mendalam, memutus hubungan seorang hamba dengan segala urusan duniawi, dan sepenuhnya mengorientasikan dirinya kepada Allah SWT. Tanpa Takbiratul Ihram yang sah, shalat seseorang tidak akan pernah dianggap sah.
1. Definisi dan Kedudukan Hukum
Takbiratul Ihram secara harfiah berarti "takbir yang mengharamkan". Maksudnya, dengan mengucapkan "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar) ini, segala perbuatan dan perkataan yang tadinya halal di luar shalat (seperti makan, minum, berbicara, bergerak berlebihan) menjadi haram atau terlarang dalam shalat. Ini menandai dimulainya ibadah shalat dan merupakan salah satu rukun shalat yang fundamental.
Kedudukan Takbiratul Ihram adalah rukun shalat. Ini berarti jika seseorang sengaja atau tidak sengaja meninggalkannya, shalatnya batal dan harus diulang. Ini adalah pintu gerbang utama untuk memasuki shalat, tanpa kunci ini, pintu tidak akan terbuka.
اللهُ أَكْبَرُ
Allahu AkbarAllah Maha Besar
2. Syarat Sah Takbiratul Ihram
Agar Takbiratul Ihram seorang Muslim dianggap sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, sebagaimana disepakati oleh mayoritas ulama:
Niat: Harus disertai niat dalam hati untuk melaksanakan shalat tertentu (misalnya, "Aku niat shalat Zhuhur empat rakaat karena Allah Ta'ala"). Niat ini tidak perlu dilafalkan, cukup dalam hati bersamaan dengan ucapan Takbir.
Lafal Jelas dan Benar: Mengucapkan "Allahu Akbar" dengan lafal Arab yang fasih dan benar, termasuk makhraj huruf dan harakatnya. Tidak boleh ada penambahan huruf yang mengubah makna, misalnya menambah "A" panjang di awal menjadi "Aallahu Akbar" (Apakah Allah Maha Besar?) atau memanjangkan "Bar" menjadi "Akbaar" (gendang) yang mengubah makna secara drastis.
Berdiri Sempurna: Bagi yang mampu, Takbiratul Ihram harus diucapkan dalam posisi berdiri tegak. Jika tidak mampu berdiri, diperbolehkan duduk, berbaring, atau sesuai kemampuan.
Menghadap Kiblat: Saat mengucapkan takbir, wajah dan dada harus menghadap ke arah Ka'bah.
Tidak Diselingi Jeda: Antara Takbiratul Ihram dengan niat dan bacaan berikutnya tidak boleh diselingi dengan perkataan atau perbuatan lain yang tidak termasuk dalam shalat.
Mengangkat Kedua Tangan (Sunnah): Mengangkat kedua tangan sejajar bahu atau telinga bersamaan dengan ucapan Takbir adalah sunnah, bukan syarat sah. Ini menambah kesempurnaan dan kekhusyukan.
3. Dalil dan Hadits Terkait
Pentingnya Takbiratul Ihram ditegaskan dalam banyak dalil, salah satunya sabda Rasulullah SAW:
Miftahus shalah at-tahur, wa tahrîmuhât-takbîr, wa tahlîluhât-taslîm.Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya (memulai larangan dalam shalat) adalah takbir, dan penghalalannya (mengakhiri shalat) adalah salam. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa Takbiratul Ihram adalah batas antara keadaan di luar shalat dan di dalam shalat. Tanpanya, shalat belum dimulai secara sah.
4. Hikmah dan Filosofi Takbiratul Ihram
Di balik kewajiban ini, terdapat hikmah dan filosofi yang sangat mendalam:
Pengagungan Allah: Mengawali ibadah dengan mengikrarkan kebesaran Allah SWT semata, menyingkirkan segala bentuk kesombongan dan keakuan diri.
Fokus dan Konsentrasi: Ucapan "Allahu Akbar" berfungsi sebagai sinyal bagi hati dan pikiran untuk beralih dari kesibukan duniawi menuju konsentrasi penuh pada Dzat Yang Maha Besar.
Gerbang Spiritual: Ini adalah momen ketika seorang hamba secara formal "masuk" ke hadapan Allah, sebuah pertemuan suci yang memerlukan persiapan dan kesadaran penuh.
Penegasan Tauhid: Mengakui bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah, tidak ada yang layak disembah selain Dia.
Kesalahan umum dalam Takbiratul Ihram seringkali meliputi pengucapan yang terburu-buru, lafal yang kurang tepat sehingga mengubah makna, atau ketiadaan fokus dan niat yang kuat. Penting untuk melatih diri agar Takbiratul Ihram diucapkan dengan kesadaran penuh, seolah-olah kita benar-benar berdiri di hadapan Raja Diraja alam semesta.
II. Doa Iftitah: Pembuka Doa dan Pujian
Setelah Takbiratul Ihram, sebelum membaca Ta'awudz dan Al-Fatihah, disunnahkan bagi seorang Muslim untuk membaca Doa Iftitah. Doa ini adalah untaian pujian, permohonan ampun, dan pengakuan tauhid yang indah, berfungsi sebagai "pemanasan" spiritual sebelum memasuki inti bacaan shalat.
1. Pengertian dan Kedudukan Hukum
Doa Iftitah (دعاء الافتتاح) berarti "doa pembuka". Fungsi utamanya adalah untuk memuji Allah SWT, mengagungkan-Nya, dan memohon perlindungan serta ampunan sebelum memulai bacaan utama Al-Fatihah.
Kedudukan Doa Iftitah adalah Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) menurut mayoritas ulama, terutama mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali. Mazhab Maliki berpendapat bahwa tidak ada doa iftitah yang spesifik dalam shalat fardhu, namun diperbolehkan jika ingin membaca doa ringan secara sirr.
Karena statusnya sebagai sunnah, meninggalkan Doa Iftitah tidak membatalkan shalat, tetapi mengurangi kesempurnaan dan pahalanya. Membacanya adalah upaya untuk meneladani Rasulullah SAW dan mendapatkan pahala tambahan serta kekhusyukan yang lebih.
2. Berbagai Lafal Doa Iftitah
Ada beberapa riwayat hadits yang menunjukkan Rasulullah SAW membaca Doa Iftitah dengan lafal yang berbeda-beda. Ini menunjukkan keluasan syariat Islam dan kebolehan untuk memilih salah satu dari lafal yang sahih. Berikut adalah beberapa lafal yang populer dan sering diamalkan:
a. Versi 1: "Allahu Akbar Kabira..." (Umumnya diamalkan Mazhab Syafi'i)
Allahu akbaru kabiraa, walhamdu lillahi kathiraa, wa subhanallahi bukrataw wa asilaa. Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fataras samawati wal arda hanifam muslimaw wama ana minal musyrikin. Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin. La syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin.Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji yang sebanyak-banyaknya hanya bagi Allah. Maha Suci Allah pada pagi dan petang hari. Sungguh aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh ketulusan dan kepasrahan, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (muslim).
Penjelasan:
Doa ini dimulai dengan pengagungan Allah secara mutlak, pujian yang tak terhingga, dan penyucian-Nya di setiap waktu. Kemudian, seorang hamba menyatakan niat tulusnya untuk menghadap Allah, Pencipta alam semesta, dengan pengakuan tauhid yang murni, menolak segala bentuk kemusyrikan. Puncaknya, hamba menyerahkan seluruh aspek kehidupannya—shalat, ibadah, hidup, dan mati—hanya kepada Allah, menegaskan ketiadaan sekutu bagi-Nya dan kepatuhan mutlak pada perintah-Nya. Doa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ali bin Abi Thalib RA.
b. Versi 2: "Subhanakallahumma wa Bihamdika..." (Umumnya diamalkan Mazhab Hanafi dan Hanbali)
Subhanakallahumma wa bihamdika, wa tabarakasmuka, wa ta'ala jadduka, wa la ilaha ghairuk.Maha Suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu. Maha Berkah Nama-Mu. Maha Tinggi kemuliaan-Mu. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.
Penjelasan:
Ini adalah doa yang lebih ringkas namun padat makna. Dimulai dengan penyucian Allah dari segala kekurangan, kemudian pujian, pengakuan atas keberkahan nama-Nya, ketinggian kemuliaan-Nya, dan diakhiri dengan penegasan tauhid yang kuat bahwa hanya Allah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Abu Said Al-Khudri RA.
c. Versi 3: "Allahumma Ba'id Bainii..." (Versi lain yang juga shahih)
Allahumma ba'id baini wa baina khatayaya kama ba'adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini min khatayaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad danasi. Allahummaghsilni min khatayaya bil ma'i wats tsalji wal barad.Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan embun.
Penjelasan:
Doa ini berfokus pada permohonan ampunan dan penyucian diri dari dosa. Dengan perumpamaan jarak timur dan barat, serta pembersihan pakaian putih, hamba memohon agar dosanya dihapuskan secara total. Penggunaan "air, salju, dan embun" melambangkan kesucian dan kesegaran yang sempurna. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA.
d. Pilihan Lafal
Seorang Muslim bebas memilih salah satu dari lafal-lafal doa iftitah yang sahih ini. Yang terpenting adalah memahami maknanya dan membacanya dengan kekhusyukan. Keberagaman lafal menunjukkan kekayaan sunnah Nabi SAW dan fleksibilitas dalam beribadah. Disarankan untuk menghafal beberapa di antaranya dan mengamalkannya secara bergantian agar selalu terasa segar dan tidak monoton.
3. Waktu dan Cara Membaca Doa Iftitah
Waktu: Dibaca setelah Takbiratul Ihram dan sebelum membaca Ta'awudz (A'udzu billahi minash-shaytanir-rajim) atau Al-Fatihah.
Rakaat: Hanya dibaca pada rakaat pertama shalat. Pada rakaat berikutnya tidak disunnahkan membaca doa iftitah.
Cara: Dibaca secara sirr (pelan) baik oleh imam, makmum, maupun shalat sendiri (munfarid). Artinya, hanya didengar oleh diri sendiri.
4. Ketika Tidak Dibaca
Ada beberapa situasi di mana Doa Iftitah tidak disunnahkan atau ditinggalkan:
Makmum Masbuq: Jika seorang makmum terlambat bergabung dalam shalat berjamaah dan mendapati imam sudah memulai bacaan Al-Fatihah atau bahkan ruku', maka makmum tersebut langsung mengikuti imam tanpa membaca Doa Iftitah. Prioritas adalah mengejar rakaat bersama imam dan membaca Al-Fatihah.
Khawatir Kehilangan Waktu: Dalam situasi darurat di mana waktu shalat hampir habis, disunnahkan untuk mempercepat shalat dengan meninggalkan bacaan sunnah seperti Doa Iftitah.
Shalat Jenazah: Dalam shalat jenazah, tidak ada Doa Iftitah. Setelah takbir pertama, langsung membaca Al-Fatihah.
5. Hikmah dan Manfaat Doa Iftitah
Mengapa Doa Iftitah begitu dianjurkan? Ada beberapa hikmah besar di baliknya:
Penyucian Hati: Memulai shalat dengan pujian dan permohonan ampun membantu membersihkan hati dari kotoran duniawi, mempersiapkannya untuk menerima firman Allah.
Membangun Kekhusyukan: Doa ini mengisi jeda antara Takbiratul Ihram dan Al-Fatihah dengan dzikir yang mulia, sehingga hati tetap terhubung dengan Allah sejak awal.
Penegasan Niat: Meskipun niat sudah ada di hati, Doa Iftitah memperkuat niat untuk beribadah semata-mata karena Allah.
Mengikuti Sunnah Nabi: Mengamalkan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW akan mendatangkan pahala dan keberkahan.
Peningkatan Kualitas Shalat: Doa ini menambah nilai spiritual shalat, menjadikannya lebih sempurna di mata Allah.
Doa Iftitah adalah kesempatan untuk 'menyapa' Allah dengan pujian dan pengakuan sebelum kita memohon dan membaca firman-Nya. Mengabaikannya berarti kehilangan kesempatan berharga untuk memulai interaksi spiritual ini dengan kualitas terbaik.
III. Ta'awudz (Istighatsah): Memohon Perlindungan dari Syaitan
Sebelum seorang Muslim membaca ayat-ayat suci Al-Quran, khususnya Al-Fatihah, dalam shalat, ia dianjurkan untuk membaca Ta'awudz. Ini adalah permohonan perlindungan kepada Allah SWT dari godaan dan bisikan syaitan yang terkutuk. Langkah ini sangat penting untuk menjaga kekhusyukan dan kesucian hati saat berinteraksi dengan firman Allah.
1. Definisi dan Pentingnya
Ta'awudz adalah ucapan:
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
A'udzu billahi minash-shaytanir-rajim.Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.
Pentingnya Ta'awudz terletak pada kesadaran bahwa syaitan adalah musuh nyata bagi manusia, terutama saat seseorang hendak mendekatkan diri kepada Allah. Syaitan akan berusaha sekuat tenaga untuk mengganggu, membisikkan keraguan, melalaikan, dan mengurangi kekhusyukan dalam ibadah. Dengan Ta'awudz, seorang hamba memohon benteng perlindungan dari Dzat Yang Maha Kuasa agar dapat beribadah dengan tenang dan fokus.
2. Kedudukan Hukum dan Dalil
Kedudukan Ta'awudz dalam shalat adalah Sunnah atau Mustahab (dianjurkan). Meninggalkannya tidak membatalkan shalat, namun mengurangi kesempurnaan dan keberkahannya.
Dalil utama perintah membaca Ta'awudz sebelum membaca Al-Quran adalah firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 98:
Fa idza qara'tal qur'ana fasta'idz billahi minash-shaytanir-rajim.Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.
Ayat ini secara eksplisit memerintahkan umat Muslim untuk memohon perlindungan kepada Allah setiap kali hendak membaca Al-Quran, termasuk saat membaca Al-Fatihah dalam shalat. Praktik Rasulullah SAW juga menunjukkan beliau selalu membaca Ta'awudz sebelum membaca Al-Quran dalam shalat.
3. Perbedaan Pendapat Mazhab
Meskipun mayoritas ulama sepakat Ta'awudz disunnahkan, ada sedikit perbedaan pendapat di antara mazhab fikih mengenai waktu dan cara membacanya:
Mazhab Syafi'i: Disunnahkan membaca Ta'awudz secara sirr (pelan) di setiap rakaat sebelum membaca Al-Fatihah. Mereka berargumen bahwa setiap bacaan Al-Fatihah dihitung sebagai 'membaca Al-Quran', sehingga perintah dalam An-Nahl 98 berlaku di setiap rakaat.
Mazhab Hanafi dan Hanbali: Disunnahkan membaca Ta'awudz secara sirr (pelan) hanya pada rakaat pertama. Mereka berpendapat bahwa bacaan Ta'awudz terkait dengan permulaan shalat secara umum, bukan permulaan setiap Al-Fatihah, dan cukup sekali saja di awal shalat.
Mazhab Maliki: Mazhab Maliki cenderung tidak mensunnahkan Ta'awudz secara rutin dalam shalat fardhu secara umum, kecuali jika ada gangguan was-was atau pikiran yang tidak fokus. Jika dibaca, maka dibaca secara sirr. Mereka berpegang pada riwayat yang menunjukkan Nabi SAW tidak selalu membaca Ta'awudz secara terang-terangan di hadapan sahabat.
Namun, dalam praktiknya, mayoritas Muslim di Indonesia (yang banyak mengikuti mazhab Syafi'i) biasa membacanya di setiap rakaat secara sirr.
4. Waktu dan Cara Membaca
Waktu: Dibaca setelah Doa Iftitah (jika dibaca) dan sebelum Basmalah (jika dibaca) atau langsung sebelum Al-Fatihah.
Rakaat: Sebagian ulama (Syafi'i) menyunnahkan di setiap rakaat, sementara yang lain (Hanafi, Hanbali) hanya di rakaat pertama.
Cara: Dibaca secara sirr (pelan), tidak mengeraskan suara, baik oleh imam, makmum, maupun shalat sendiri.
5. Hikmah dan Manfaat Ta'awudz
Pembacaan Ta'awudz mengandung hikmah spiritual yang mendalam:
Benteng Spiritual: Ini adalah deklarasi seorang hamba bahwa ia berlindung kepada Allah dari musuh yang kasat mata dan tak kasat mata, yaitu syaitan.
Meningkatkan Kekhusyukan: Dengan memohon perlindungan dari syaitan, seorang hamba berharap dapat fokus sepenuhnya pada bacaan Al-Quran dan shalatnya tanpa gangguan bisikan jahat.
Menegaskan Kelemahan Diri: Manusia menyadari bahwa dirinya lemah dan membutuhkan pertolongan Allah untuk melawan godaan syaitan.
Penghormatan terhadap Kalamullah: Memohon perlindungan sebelum membaca Al-Quran adalah bentuk penghormatan dan pengakuan akan kemuliaan firman Allah yang tidak patut dicampuri oleh bisikan syaitan.
Pembersihan Hati: Membaca Ta'awudz membantu membersihkan hati dari pikiran-pikiran kotor dan negatif yang mungkin ditanamkan oleh syaitan.
Ta'awudz adalah 'pembersihan awal' sebelum hati kita menerima dan merenungkan firman Allah. Tanpanya, pintu hati mungkin lebih mudah disusupi oleh gangguan yang mengurangi kualitas ibadah kita.
IV. Basmalah (Tasmiyah): Memulai dengan Asma Allah
Setelah Ta'awudz, langkah selanjutnya sebelum membaca surat Al-Fatihah adalah membaca Basmalah. Ucapan "Bismillahirrahmanirrahim" ini memiliki keagungan dan keberkahan yang luar biasa, menjadi pembuka hampir setiap surat dalam Al-Quran (kecuali Surah At-Taubah) dan disunnahkan sebagai permulaan setiap pekerjaan baik dalam Islam. Dalam konteks shalat, Basmalah juga memiliki peran penting, meskipun kedudukannya menjadi salah satu poin perbedaan pendapat yang cukup signifikan di antara mazhab fikih.
1. Definisi dan Makna
Basmalah adalah ucapan:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Bismillahirrahmanirrahim.Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Lafal ini adalah deklarasi seorang hamba bahwa ia memulai setiap tindakan atau bacaan dengan menyebut nama Allah, memohon keberkahan dan pertolongan-Nya. Kata "Allah" adalah nama Dzat Yang Maha Esa, "Ar-Rahman" (Yang Maha Pengasih) menunjukkan rahmat Allah yang meliputi seluruh makhluk di dunia, dan "Ar-Rahim" (Yang Maha Penyayang) menunjukkan kasih sayang Allah yang khusus bagi orang-orang beriman di akhirat. Dengan Basmalah, seorang Muslim mengakui ketergantungannya kepada Allah dan memohon agar setiap tindakannya diberkahi dan dibimbing oleh rahmat-Nya.
2. Kedudukan Hukum dan Perdebatan Mazhab
Kedudukan Basmalah sebelum Al-Fatihah dalam shalat adalah salah satu isu yang paling banyak diperdebatkan di kalangan ulama mazhab. Perbedaan pendapat ini berdampak pada apakah Basmalah wajib dibaca, apakah termasuk ayat dari Al-Fatihah, dan apakah dibaca secara keras (jahr) atau pelan (sirr).
a. Mazhab Syafi'i
Menurut Mazhab Syafi'i, Basmalah adalah salah satu ayat dari surat Al-Fatihah. Mereka menganggap Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat, di mana ayat pertama adalah Basmalah. Konsekuensinya:
Hukum: Wajib dibaca di setiap rakaat, baik shalat sendiri maupun berjamaah (bagi imam dan makmum), karena merupakan bagian integral dari rukun Al-Fatihah. Jika Basmalah tidak dibaca, maka rukun Al-Fatihah tidak sempurna dan shalatnya tidak sah.
Cara Membaca: Disunnahkan membacanya secara jahr (keras) dalam shalat jahr (Maghrib, Isya, Subuh) dan sirr (pelan) dalam shalat sirr (Zhuhur, Ashar).
Dalil: Mereka berpegang pada riwayat hadits dan mushaf yang menunjukkan Basmalah sebagai ayat pertama Al-Fatihah, serta praktik sebagian sahabat.
b. Mazhab Hanafi
Menurut Mazhab Hanafi, Basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah, melainkan ayat tersendiri yang diturunkan untuk memisahkan antar surat dalam Al-Quran (kecuali Al-Anfal). Dalam shalat, kedudukannya adalah sunnah.
Hukum: Disunnahkan dibaca di setiap rakaat sebelum Al-Fatihah, tetapi tidak wajib. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat.
Cara Membaca: Disunnahkan membacanya secara sirr (pelan) di semua shalat, baik jahr maupun sirr.
Dalil: Mereka berargumen bahwa Basmalah tidak disebut dalam hadits-hadits tentang rukun shalat yang mewajibkan Al-Fatihah, dan praktik sebagian sahabat tidak mengeraskan Basmalah.
c. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki memiliki pandangan yang paling berbeda. Mereka berpendapat bahwa Basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah dan tidak disunnahkan untuk dibaca dalam shalat fardhu.
Hukum: Makruh hukumnya membaca Basmalah secara keras dalam shalat fardhu. Bahkan, ada yang berpendapat makruh secara mutlak (keras maupun pelan) dalam shalat fardhu, kecuali pada shalat sunnah.
Cara Membaca: Jika terpaksa dibaca karena keyakinan pribadi, maka harus secara sirr (pelan).
Dalil: Mereka berpegang pada riwayat dari Anas bin Malik RA yang menyatakan bahwa beliau shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, dan Utsman, dan tidak mendengar mereka membaca "Bismillahirrahmanirrahim" secara jahr.
d. Mazhab Hanbali
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa Basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah, namun disunnahkan membacanya.
Hukum: Disunnahkan dibaca di setiap rakaat sebelum Al-Fatihah. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat.
Cara Membaca: Disunnahkan membacanya secara sirr (pelan) di semua shalat.
Dalil: Mirip dengan Mazhab Hanafi, mereka berpegang pada hadits yang menyatakan bahwa Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat tanpa menyertakan Basmalah sebagai ayat pertama.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan kekayaan interpretasi dalam Islam dan tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan. Bagi makmum, prinsip umumnya adalah mengikuti imam. Jika imam membaca Basmalah jahr, makmum mengikutinya. Jika imam sirr, makmum juga sirr. Bagi yang shalat sendiri, bisa memilih pendapat mazhab yang diyakini atau mengamalkan salah satu yang dirasa paling mantap.
3. Waktu dan Cara Membaca
Waktu: Dibaca setelah Ta'awudz dan sebelum membaca ayat pertama Al-Fatihah.
Rakaat: Mayoritas mazhab yang menyunnahkan/mewajibkan Basmalah menganjurkannya dibaca di setiap rakaat sebelum Al-Fatihah.
Cara: Bergantung pada mazhab yang diikuti. Syafi'i (jahr di shalat jahr, sirr di shalat sirr), Hanafi dan Hanbali (sirr), Maliki (tidak disunnahkan/makruh jahr).
4. Hikmah dan Manfaat Basmalah
Terlepas dari perbedaan hukumnya, hikmah di balik pembacaan Basmalah sangat universal:
Mencari Keberkahan: Memulai sesuatu dengan nama Allah adalah cara untuk memohon berkah dan kesuksesan dari-Nya.
Mengingat Rahmat Allah: "Ar-Rahman" dan "Ar-Rahim" mengingatkan kita akan sifat kasih sayang Allah yang tak terbatas, menguatkan harapan dan tawakkal.
Penegasan Ketergantungan: Mengakui bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan kehendak Allah, dan kita tidak bisa melakukan apa pun tanpa pertolongan-Nya.
Pembersih Niat: Membantu membersihkan niat agar setiap tindakan dilakukan semata-mata karena Allah.
Melindungi dari Syaitan: Disebutkan bahwa syaitan akan mengecil dan tidak berdaya ketika Basmalah diucapkan dengan penuh keyakinan.
V. Al-Fatihah: Inti dan Rukun Shalat
Setelah melewati serangkaian bacaan pembuka — Takbiratul Ihram sebagai gerbang, Doa Iftitah sebagai pujian, Ta'awudz sebagai perisai, dan Basmalah sebagai pembuka keberkahan — seorang Muslim akhirnya sampai pada bacaan yang menjadi inti dari setiap rakaat shalat: surat Al-Fatihah.
1. Kedudukan Agung Al-Fatihah
Al-Fatihah memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam Islam. Ia dikenal dengan berbagai nama, seperti Ummul Kitab (Induk Al-Quran), Ummul Quran (Induk Kitab Suci), As-Sab'ul Matsani (Tujuh Ayat yang Diulang-ulang), Asy-Syifa' (Obat Penyembuh), dan Ar-Ruqyah. Keagungan ini bukan tanpa alasan.
Dalam shalat, Al-Fatihah adalah rukun shalat. Ini berarti shalat seseorang tidak sah jika tidak membaca surat Al-Fatihah secara sempurna. Rasulullah SAW bersabda:
Laa shalaata liman lam yaqra' bi Fatihatil Kitab.Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah). (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini dengan tegas menunjukkan wajibnya membaca Al-Fatihah dalam setiap rakaat shalat. Bahkan, Al-Fatihah adalah percakapan antara hamba dengan Rabb-nya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits qudsi.
2. Kaitan dengan Bacaan Sebelumnya
Semua bacaan sebelum Al-Fatihah—Takbiratul Ihram, Doa Iftitah, Ta'awudz, dan Basmalah—berfungsi sebagai persiapan spiritual, mental, dan emosional untuk menyambut bacaan mulia ini. Ibarat akan bertemu dengan seorang raja agung, kita akan mempersiapkan diri sebaik mungkin, membersihkan diri, mengenakan pakaian terbaik, dan menyiapkan kata-kata pembuka yang paling sopan dan mulia.
Takbiratul Ihram: Membawa kita ke gerbang shalat, memutuskan hubungan dengan dunia luar, dan mengagungkan Allah.
Doa Iftitah: Membersihkan hati dengan pujian dan permohonan ampun, mengarahkan fokus sepenuhnya kepada Allah.
Ta'awudz: Memohon perlindungan dari bisikan syaitan, memastikan hati dan pikiran murni saat berinteraksi dengan firman Allah.
Basmalah: Memohon keberkahan dan memulai dengan nama Allah, menegaskan ketergantungan dan tawakkal kepada-Nya.
Dengan demikian, bacaan-bacaan pendahuluan ini bukanlah sekadar "tambahan", melainkan fondasi yang kuat untuk memastikan bahwa ketika seorang Muslim mengucapkan ayat pertama Al-Fatihah, hatinya sudah dalam kondisi yang paling siap, paling khusyuk, dan paling murni.
VI. Perbandingan dan Ringkasan Perbedaan Mazhab
Keragaman dalam hukum Islam, yang terangkum dalam mazhab-mazhab fikih, adalah rahmat bagi umat. Perbedaan dalam detail bacaan sebelum Al-Fatihah ini adalah contoh nyata dari kekayaan interpretasi dan keluasan syariat yang berdasarkan pada pemahaman dalil-dalil Al-Quran dan As-Sunnah yang beragam. Memahami perbedaan ini akan menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai praktik ibadah Muslim lainnya.
1. Takbiratul Ihram
Kedudukan: Rukun Shalat (disepakati oleh semua mazhab).
Lafal: "Allahu Akbar" (disepakati).
Cara: Diucapkan dalam posisi berdiri tegak (bagi yang mampu), menghadap kiblat, dan bersamaan dengan niat. Mengangkat tangan adalah sunnah.
Catatan: Tidak ada perbedaan signifikan di antara mazhab tentang kedudukan fundamental Takbiratul Ihram.
2. Doa Iftitah
Kedudukan: Sunnah Muakkadah (Syafi'i, Hanafi, Hanbali), tidak ada doa iftitah khusus dalam shalat fardhu (Maliki).
Lafal: Beragam lafal yang shahih (Allahu Akbar Kabira, Subhanakallahumma, Wajjahtu Wajhiya, Allahumma Ba'id Bainii). Semua mazhab yang menyunnahkan memperbolehkan variasi lafal ini.
Waktu: Setelah Takbiratul Ihram, sebelum Ta'awudz/Basmalah/Al-Fatihah, hanya di rakaat pertama.
Cara: Sirr (pelan) oleh imam, makmum, dan munfarid (shalat sendiri).
Pengecualian: Tidak dibaca jika makmum masbuq atau khawatir ketinggalan rakaat.
3. Ta'awudz (Istighatsah)
Kedudukan: Sunnah/Mustahab (Syafi'i, Hanafi, Hanbali). Tidak disunnahkan secara umum dalam shalat fardhu (Maliki).
Lafal: "A'udzu billahi minash-shaytanir-rajim."
Waktu & Rakaat:
Syafi'i: Sunnah dibaca di setiap rakaat sebelum Al-Fatihah.
Hanafi & Hanbali: Sunnah dibaca hanya pada rakaat pertama.
Maliki: Tidak disunnahkan secara umum, kecuali jika ada was-was.
Cara: Sirr (pelan) oleh semua.
4. Basmalah (Tasmiyah)
Ini adalah poin dengan perbedaan paling mencolok:
Kedudukan:
Syafi'i: Wajib dibaca karena dianggap sebagai ayat pertama Al-Fatihah. Shalat tidak sah tanpa Basmalah.
Hanafi & Hanbali: Sunnah dibaca, bukan bagian dari Al-Fatihah. Tidak membatalkan shalat jika ditinggalkan.
Maliki: Tidak disunnahkan dalam shalat fardhu; makruh membacanya keras.
Waktu & Rakaat: Mayoritas yang menyunnahkan/mewajibkan, menganjurkan di setiap rakaat sebelum Al-Fatihah.
Cara Membaca (Jahr/Sirr):
Syafi'i: Jahr di shalat jahr, sirr di shalat sirr.
Hanafi & Hanbali: Sirr di semua shalat.
Maliki: Jika dibaca, maka sirr; makruh jahr.
Ringkasan dalam Tabel:
Bacaan
Syafi'i
Hanafi
Maliki
Hanbali
Takbiratul Ihram
Rukun, Wajib
Rukun, Wajib
Rukun, Wajib
Rukun, Wajib
Doa Iftitah
Sunnah Muakkadah, Sirr, Rakaat 1
Sunnah Muakkadah, Sirr, Rakaat 1
Tidak ada doa khusus di fardhu
Sunnah Muakkadah, Sirr, Rakaat 1
Ta'awudz
Sunnah, Sirr, Setiap Rakaat
Sunnah, Sirr, Rakaat 1 saja
Tidak disunnahkan kecuali was-was
Sunnah, Sirr, Rakaat 1 saja
Basmalah
Wajib (ayat Al-Fatihah), Jahr/Sirr, Setiap Rakaat
Sunnah (bukan ayat), Sirr, Setiap Rakaat
Makruh Jahr (bukan ayat), jika baca maka Sirr
Sunnah (bukan ayat), Sirr, Setiap Rakaat
2. Prinsip Toleransi dan Mengikuti Imam
Meskipun ada perbedaan pendapat, penting bagi setiap Muslim untuk menjaga persatuan dan toleransi. Bagi makmum dalam shalat berjamaah, prinsip umumnya adalah mengikuti imam. Jika imam membaca Basmalah secara jahr, makmum mengikutinya. Jika imam membaca secara sirr, makmum juga tidak mengeraskannya. Ini adalah bentuk menjaga keharmonisan dan persatuan dalam shalat berjamaah.
Bagi yang shalat sendiri, seseorang dapat memilih pendapat mazhab yang paling diyakininya berdasarkan pemahaman dan dalil yang ia pelajari. Yang terpenting adalah keyakinan dan kekhusyukan dalam beribadah, bukan semata-mata terpaku pada satu pandangan tanpa pemahaman.
VII. Kekhusyukan dan Makna Spiritual dalam Setiap Bacaan
Shalat bukanlah sekadar ritual mekanis. Ia adalah inti dari spiritualitas seorang Muslim. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya, termasuk yang dilakukan sebelum Al-Fatihah, sarat dengan makna dan tujuan untuk membangun kekhusyukan (kesadaran dan kehadiran hati sepenuhnya di hadapan Allah). Kekhusyukan adalah ruh dari shalat. Tanpanya, shalat bisa menjadi rutinitas tanpa jiwa.
1. Bagaimana Bacaan-Bacaan ini Membangun Kekhusyukan
Setiap bacaan memiliki peranan unik dalam mengantarkan seorang hamba menuju kekhusyukan:
Takbiratul Ihram: Memutus Hubungan Duniawi
Saat mengucapkan "Allahu Akbar," seorang Muslim secara sadar mendeklarasikan bahwa tidak ada yang lebih besar dan penting dari Allah saat itu. Ini adalah momen untuk memutuskan diri dari segala hiruk-pikuk dunia, pekerjaan, keluarga, dan masalah, untuk fokus sepenuhnya kepada Dzat Yang Maha Besar. Jika diucapkan dengan kesadaran ini, hati akan otomatis condong pada kekhusyukan. Ini adalah "gerbang" yang mengunci pikiran dari gangguan luar dan mengarahkannya ke dalam, menuju Tuhan.
Doa Iftitah: Membersihkan dan Memuji
Doa Iftitah adalah untaian pujian, pengakuan tauhid, dan permohonan ampun. Dengan memuji Allah, hati akan dipenuhi rasa cinta dan kekaguman. Dengan mengakui keesaan-Nya, hati akan terhindar dari syirik yang samar. Dengan memohon ampun, hati akan merasa rendah diri dan berharap rahmat-Nya. Proses ini membersihkan hati dari noda-noda dosa dan mempersiapkannya untuk menerima firman Allah dengan jernih. Ini seperti menyucikan wadah sebelum diisi dengan air suci.
Ta'awudz: Membangun Perisai Spiritual
Syaitan adalah pengganggu utama kekhusyukan. Ia membisikkan keraguan, mengingatkan pada urusan dunia, atau bahkan mendorong pikiran kotor. Dengan mengucapkan "A'udzu billahi minash-shaytanir-rajim," seorang Muslim secara aktif memohon perlindungan dari musuh yang tak terlihat ini. Ini adalah tindakan proaktif untuk menjaga kemurnian ibadah. Kesadaran akan kehadiran syaitan dan upaya untuk berlindung kepada Allah akan meningkatkan kewaspadaan dan fokus, sehingga bisikan-bisikan pengganggu dapat diminimalisir.
Basmalah: Memohon Keberkahan dan Ketenangan
Mengawali bacaan Al-Fatihah dengan "Bismillahirrahmanirrahim" adalah bentuk tawakkal (penyerahan diri) dan permohonan keberkahan. Dengan mengingat dua nama Allah yang agung, "Ar-Rahman" dan "Ar-Rahim", hati akan merasakan ketenangan dan kedamaian. Ini adalah pengingat bahwa segala kekuatan dan pertolongan berasal dari Allah, dan bahwa kita sedang berbicara kepada Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ketenangan ini sangat kondusif untuk kekhusyukan.
2. Membaca dengan Tadabbur (Perenungan)
Kekhusyukan tidak hanya datang dari pengucapan yang benar, tetapi juga dari tadabbur, yaitu perenungan dan pemahaman makna dari setiap kata yang diucapkan. Ketika seorang Muslim memahami makna dari Takbiratul Ihram, Doa Iftitah, Ta'awudz, dan Basmalah, setiap bacaan akan menjadi lebih hidup dan bermakna. Ia tidak hanya mengucapkan kata-kata, tetapi juga merasakan, merenungkan, dan menghayati setiap pesannya.
Ketika mengucapkan "Allahu Akbar," rasakan betapa kecilnya diri kita di hadapan kebesaran-Nya.
Ketika membaca Doa Iftitah, resapi pujian-pujian kepada Allah dan permohonan ampunan yang kita panjatkan.
Ketika berta'awudz, sadari bahwa kita sedang meminta benteng dari musuh nyata yang selalu ingin merusak ibadah kita.
Ketika berbasmalah, ingatlah bahwa kita memulai dengan nama Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu.
Dengan tadabbur, shalat bukan lagi sekadar kewajiban yang harus ditunaikan, melainkan sebuah dialog intim, sebuah kesempatan untuk memperbarui iman, dan sebuah sumber ketenangan jiwa.
3. Manfaat Spiritual Jangka Panjang
Shalat yang dilakukan dengan kekhusyukan dan pemahaman yang baik akan memberikan manfaat spiritual yang berlimpah:
Meningkatkan Keimanan: Semakin sering seseorang shalat dengan khusyuk, semakin kuat imannya kepada Allah.
Pencegah Perbuatan Keji dan Munkar: Sebagaimana firman Allah, "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar" (QS. Al-Ankabut: 45). Kekhusyukan dalam shalat akan membawa dampak positif dalam kehidupan sehari-hari.
Ketenangan Jiwa: Shalat adalah tempat berlindung dari kegelisahan dunia, membawa ketenangan dan kedamaian hati.
Pengampunan Dosa: Shalat yang sempurna adalah sarana pengampunan dosa-dosa kecil, membersihkan diri setiap hari.
Hubungan Erat dengan Allah: Shalat menjadi jembatan komunikasi yang kokoh antara hamba dan Rabb-nya, menguatkan rasa cinta dan kedekatan.
Kekhusyukan bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, melainkan hasil dari upaya sadar untuk memahami, merenungkan, dan merasakan setiap bagian dari shalat. Bacaan-bacaan sebelum Al-Fatihah adalah langkah awal yang krusial dalam perjalanan menuju shalat yang lebih bermakna dan berjiwa.
VIII. Kesimpulan: Pentingnya Menuntut Ilmu dan Beribadah dengan Benar
Perjalanan kita dalam memahami bacaan-bacaan sebelum Al-Fatihah dalam shalat telah menunjukkan betapa kompleks namun indahnya ibadah ini. Dari Takbiratul Ihram yang mengikat kita ke dalam janji suci, Doa Iftitah yang melambungkan pujian dan permohonan, Ta'awudz yang membentengi dari godaan syaitan, hingga Basmalah yang membuka setiap amalan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang—setiap elemen memiliki peran vital dalam membentuk shalat yang sempurna dan berjiwa.
Shalat bukan hanya kewajiban, melainkan juga karunia dan dialog paling intim seorang hamba dengan Penciptanya. Oleh karena itu, melaksanakannya dengan pemahaman yang mendalam, kesadaran penuh, dan kekhusyukan adalah kunci untuk meraih manfaat maksimal dari ibadah ini. Bacaan-bacaan pra-Al-Fatihah, yang terkadang dianggap remeh atau bahkan tidak diketahui oleh sebagian orang, sesungguhnya adalah fondasi kuat yang menopang keagungan Al-Fatihah itu sendiri.
Mari kita tingkatkan kualitas shalat kita dengan terus menuntut ilmu agama. Pelajari makna setiap bacaan, pahami hikmah di baliknya, dan berusahalah untuk mengaplikasikannya dalam setiap gerakan dan ucapan shalat. Jangan biarkan shalat kita menjadi sekadar rutinitas tanpa makna. Jadikan setiap shalat sebagai momen perjumpaan yang istimewa, kesempatan untuk membersihkan diri, memperbarui niat, dan menguatkan ikatan dengan Allah SWT.
Semoga artikel ini menjadi pencerahan dan motivasi bagi kita semua untuk senantiasa memperbaiki dan menyempurnakan shalat, ibadah yang menjadi tiang agama dan pembeda antara Muslim dengan selainnya. Dengan shalat yang berkualitas, insya Allah kita akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta menjadi hamba yang senantiasa dirahmati dan dicintai Allah SWT.