Bacaan Surah Al-Kahfi Penuh
Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang mulia dalam Al-Qur'an, yang sarat dengan pelajaran dan hikmah mendalam. Terdiri dari 110 ayat, surah Makkiyah ini menceritakan empat kisah utama yang menjadi inti pembelajaran bagi umat manusia: kisah Ashabul Kahfi, dua pemilik kebun, Nabi Musa dan Khidir, serta Dzulqarnain. Surah ini juga dikenal memiliki keutamaan khusus jika dibaca pada hari Jumat. Mari kita selami bacaan, terjemahan, dan tafsirnya secara lengkap.
Pengantar Surah Al-Kahfi
Surah Al-Kahfi (Arab: الكهف, al-Kahf, "Gua") adalah surah ke-18 dalam Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari 110 ayat dan tergolong sebagai surah Makkiyah, yaitu surah yang diturunkan di Mekah sebelum hijrah Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Nama "Al-Kahfi" diambil dari kisah Ashabul Kahfi (Para Penghuni Gua) yang terdapat pada ayat 9 sampai 26.
Surah ini memiliki keistimewaan dan pesan moral yang sangat kuat. Beberapa ulama dan hadis Nabi ﷺ menyebutkan keutamaannya, terutama jika dibaca pada hari Jumat, sebagai pelindung dari fitnah Dajjal. Tema utama surah ini berkisar pada perlindungan dari berbagai fitnah (ujian) dalam kehidupan: fitnah agama (kisah Ashabul Kahfi), fitnah harta (dua pemilik kebun), fitnah ilmu (Nabi Musa dan Khidir), dan fitnah kekuasaan (Dzulqarnain).
Pesan-pesan ini disajikan dalam bentuk narasi yang menarik dan penuh hikmah, mengajak pembacanya untuk merenungkan hakikat kehidupan dunia, pentingnya keimanan, kesabaran dalam mencari ilmu, serta keadilan dalam kepemimpinan. Surah ini juga menekankan keesaan Allah, hari kiamat, dan pentingnya amal saleh.
Bacaan Surah Al-Kahfi Lengkap (Ayat 1-110)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجًا ۜ
Alhamdu lillaahil ladzii anzala 'alaa 'abdihil kitaaba wa lam yaj'al lahuu 'iwajaa
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok.
Tafsir Ayat 1
Ayat pertama Surah Al-Kahfi langsung dimulai dengan pujian kepada Allah SWT, yang Maha Suci dari segala kekurangan dan cacat. Pujian ini secara khusus ditujukan atas nikmat-Nya yang agung, yaitu diturunkannya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad ﷺ. Allah menegaskan bahwa Al-Qur'an ini adalah kitab yang lurus, tidak ada kebengkokan atau penyimpangan sedikit pun di dalamnya, baik dari segi makna maupun hukumnya. Ini berarti Al-Qur'an adalah petunjuk yang sempurna, jelas, dan adil, yang membimbing manusia kepada kebenaran tanpa ada keraguan.
Penegasan "tidak menjadikannya bengkok" (وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجًا) menunjukkan kesempurnaan Al-Qur'an dalam segala aspeknya. Tidak ada kontradiksi, tidak ada kesalahan fakta, dan tidak ada kezaliman dalam hukum-hukumnya. Ini merupakan jaminan dari Allah bahwa Al-Qur'an adalah sumber kebenaran mutlak yang dapat diandalkan oleh umat manusia.
قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا
Qayyimal liyundzira ba'san syadiidam mil ladunhu wa yubasysyiral mu'miniinal ladziina ya'maluunash shaalihaati anna lahum ajran hasanaa
Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik,
Tafsir Ayat 2
Melanjutkan dari ayat pertama, Allah menjelaskan fungsi Al-Qur'an sebagai kitab yang qayyim (lurus, pembimbing, atau penegak). Ini berarti Al-Qur'an adalah pemelihara kitab-kitab sebelumnya dan tolok ukur kebenaran. Tujuan utama diturunkannya Al-Qur'an adalah dua: pertama, untuk memberikan peringatan keras akan azab yang pedih dari Allah bagi mereka yang ingkar dan berbuat dosa; kedua, untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang beriman yang senantiasa mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang terbaik, yaitu surga.
Ayat ini menegaskan dualisme fungsi Al-Qur'an sebagai nadzir (pemberi peringatan) dan basyir (pemberi kabar gembira). Peringatan azab adalah untuk menakut-nakuti agar manusia menjauhi maksiat, sementara kabar gembira pahala adalah untuk memotivasi agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan. Ini adalah metode dakwah yang seimbang, menggabungkan antara tarhib (menakut-nakuti) dan targhib (mendorong).
مَّاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا
Maakitsiina fiihi abadaa
Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
Tafsir Ayat 3
Ayat ini melanjutkan penjelasan tentang balasan bagi orang-orang mukmin yang beramal saleh. Balasan yang baik itu bukanlah balasan sementara, melainkan sebuah tempat tinggal yang kekal abadi, yaitu surga. Penegasan "kekal di dalamnya untuk selama-lamanya" (مَّاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا) memberikan gambaran kebahagiaan yang sempurna dan tak berkesudahan. Ini adalah puncak harapan bagi setiap mukmin, bahwa kenikmatan yang mereka peroleh di akhirat tidak akan pernah berakhir, berbanding terbalik dengan kenikmatan dunia yang fana.
وَيُنذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا
Wa yundziral ladziina qaaluuttakhadzallaahu waladaa
Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."
Tafsir Ayat 4
Setelah menyebutkan kabar gembira, Al-Qur'an kembali pada fungsi peringatan, kali ini secara spesifik ditujukan kepada mereka yang mengatakan bahwa Allah memiliki anak. Pernyataan ini merupakan kekufuran yang sangat besar dan penodaan terhadap keesaan Allah (tauhid). Kelompok yang dimaksud di sini bisa jadi adalah orang-orang Yahudi yang menyebut Uzair sebagai anak Allah, atau orang-orang Nasrani yang menyebut Isa Al-Masih sebagai anak Allah, atau kaum musyrikin Arab yang menganggap malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah. Al-Qur'an datang untuk membantah klaim-klaim sesat ini dan memperingatkan konsekuensi berat di akhirat bagi para pelakunya.
Pernyataan bahwa Allah memiliki anak adalah bertentangan dengan sifat-sifat Allah yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan tidak membutuhkan apapun. Allah adalah Al-Ahad (Yang Maha Esa), tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya (Surah Al-Ikhlas).
مَّا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
Maa lahum bihii min 'ilmiw walaa li aabaa'ihim; kaburat kalimatan takhruju min afwaahihim; in yaquuluuna illaa kadzibaa
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya perkataan yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.
Tafsir Ayat 5
Ayat ini mempertegas bantahan terhadap klaim bahwa Allah memiliki anak. Allah menyatakan bahwa baik mereka yang mengucapkannya maupun nenek moyang mereka sama sekali tidak memiliki dasar pengetahuan atau bukti ilmiah maupun wahyu untuk mendukung pernyataan tersebut. Tuduhan ini adalah kebohongan yang sangat besar dan keji. Allah mengecam keras perkataan tersebut, menyebutnya sebagai "alangkah jeleknya perkataan yang keluar dari mulut mereka," menunjukkan betapa besar dosa dan kekufuran yang terkandung di dalamnya.
Ini adalah pelajaran penting bahwa klaim agama haruslah didasarkan pada pengetahuan yang benar, bukan sekadar warisan tradisi atau dugaan tanpa bukti. Al-Qur'an menantang mereka untuk menyajikan bukti, yang tentu saja tidak akan mereka temukan, karena klaim tersebut murni kebohongan dan penyesatan dari kebenaran.
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
Fala'allaka baakhi'un nafsaka 'alaa aatsaarihim illam yu'minuu bihaadzal hadiitsi asafaa
Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati mengikuti di belakang mereka, jika mereka tidak beriman kepada keterangan ini.
Tafsir Ayat 6
Ayat ini menunjukkan empati Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ yang merasakan kesedihan mendalam dan kekecewaan atas penolakan kaumnya terhadap wahyu. Ungkapan "mencelakakan dirimu" (بَاخِعٌ نَّفْسَكَ) adalah majas yang menggambarkan kesedihan yang sangat kuat, seolah-olah Nabi akan binasa karena kesedihannya melihat manusia tidak beriman kepada Al-Qur'an. Ini menunjukkan betapa besar rasa cinta dan kasih sayang Nabi kepada umatnya, hingga beliau sangat berharap mereka menerima kebenaran.
Namun, ayat ini juga secara halus menasihati Nabi agar tidak terlalu bersedih. Tugas beliau hanyalah menyampaikan risalah, sementara hidayah sepenuhnya ada di tangan Allah. Kesedihan yang berlebihan tidak akan mengubah takdir, dan Nabi diingatkan untuk fokus pada tugasnya tanpa membiarkan kesedihan menguasai dirinya.
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Innaa ja'alnaa maa 'alal ardhi ziinatal lahaa linabluwahum ayyuhum ahsanu 'amalaa
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
Tafsir Ayat 7
Ayat ini menjelaskan hakikat kehidupan dunia. Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi sebagai perhiasan yang indah dan menarik, seperti kekayaan, anak-anak, tanaman, dan kenikmatan lainnya. Namun, semua itu bukanlah tujuan akhir, melainkan hanyalah sarana ujian. Tujuan dari semua perhiasan dunia ini adalah untuk menguji manusia: siapa di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya, bukan yang paling banyak hartanya atau paling tinggi jabatannya. Allah ingin melihat siapa yang menggunakan perhiasan dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya dan siapa yang terlena olehnya.
Ini adalah pengingat penting bagi manusia untuk tidak terlalu terpikat pada gemerlap dunia, melainkan menjadikannya sebagai jembatan menuju akhirat. Ujian sesungguhnya adalah bagaimana manusia menyikapi nikmat dan cobaan dunia, apakah mereka bersyukur dan taat, atau kufur dan ingkar.
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
Wa innaa lajaa'iluuna maa 'alaihaa sha'iidan juruzaa
Dan Kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya tandus dan gersang.
Tafsir Ayat 8
Sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya, ayat ini mengingatkan bahwa semua perhiasan dan keindahan dunia ini bersifat fana. Setelah dihiasi dengan segala macam keindahan, pada akhirnya Allah akan menjadikannya "tandus dan gersang" (صَعِيدًا جُرُزًا), yaitu tanpa tumbuh-tumbuhan dan kehidupan, kembali menjadi tanah gersang. Ini adalah metafora untuk hari kiamat, di mana semua yang ada di bumi akan hancur dan musnah, dan bumi akan menjadi padang mahsyar yang rata dan gersang.
Peringatan ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran dalam diri manusia bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara. Kekekalan hanyalah di akhirat. Oleh karena itu, manusia seharusnya tidak terlalu terikat pada dunia dan segala perhiasannya, melainkan mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi setelahnya dengan melakukan amal saleh.
Kisah Ashabul Kahfi: Pelajaran tentang Keimanan dan Ujian Agama (Ayat 9-26)
أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا
Am hasibta anna Ash-haabal Kahfi war Raqiimi kaanuu min aayaatinaa 'ajabaa
Atau apakah engkau mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda kebesaran Kami yang menakjubkan?
Tafsir Kisah Ashabul Kahfi (Ayat 9-26)
Ayat 9 ini menjadi pembuka kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua), salah satu dari empat kisah besar dalam Surah Al-Kahfi. Allah memulai dengan pertanyaan retoris kepada Nabi Muhammad ﷺ, seolah bertanya: "Apakah kamu mengira bahwa kisah Ashabul Kahfi dan Ar-Raqim itu adalah satu-satunya tanda kebesaran Kami yang menakjubkan?" Pertanyaan ini mengisyaratkan bahwa meskipun kisah ini luar biasa, ia hanyalah salah satu dari banyak tanda kebesaran Allah yang jauh lebih besar di alam semesta, seperti penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk menenangkan hati Nabi dan para mukmin, serta menunjukkan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak untuk melakukan hal-hal yang di luar nalar manusia.
Kisah Ashabul Kahfi adalah tentang sekelompok pemuda yang beriman teguh kepada Allah di tengah masyarakat yang musyrik dan dipimpin oleh penguasa zalim. Mereka menolak menyembah berhala dan memilih untuk mempertahankan tauhid mereka. Karena ancaman penganiayaan, mereka melarikan diri dan berlindung di sebuah gua. Allah kemudian menidurkan mereka selama ratusan tahun, lalu membangkitkan mereka kembali. Kisah ini adalah bukti nyata akan kekuasaan Allah, serta pelajaran tentang keteguhan iman, keberanian membela kebenaran, dan perlindungan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh.
Kata "Raqim" memiliki beberapa tafsir. Ada yang mengatakan itu adalah nama anjing mereka, nama gunung, atau nama sebuah prasasti atau papan yang mencatat kisah mereka. Yang jelas, kisah ini menjadi bukti nyata kebenaran janji Allah akan hari kebangkitan dan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
Idz awal fityatu ilal kahfi faqaaluu rabbanaa aatinaa mil ladunka rahmatanw wa hayyi' lanaa min amrinaa rasyadaa
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami (ini)."
فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
Fadlarabnaa 'alaa aadz aanihim fil kahfi siniina 'adadaa
Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.
ثُمَّ بَعَثْنَاهُمْ لِنَعْلَمَ أَيُّ الْحِزْبَيْنِ أَحْصَىٰ لِمَا لَبِثُوا أَمَدًا
Tsumma ba'atsnaahum lina'lama ayyul hizbaini ahshaa limaa labitsuu amadaa
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua).
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Nahnu naqushshu 'alaika naba'ahum bilhaqqi; innahum fityatun aamanuu birabbihim wa zidnaahum hudaa
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita mereka dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.
وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَن نَّدْعُوَ مِن دُونِهِ إِلَٰهًا ۖ لَّقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا
Wa rabathnaa 'alaa quluubihim idz qaamuu faqaaluu rabbunaa rabbus samaawaati wal ardli lan nad'uwa min duunihii ilaahan laqad qulnaa idzan syathathaa
Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak sekali-kali menyeru Tuhan selain Dia. Sesungguhnya jika kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran."
هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَّوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِم بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
Haa'ulaaa'i qaumunattakhadzuu min duunihii aalihatan; laulaa ya'tuuna 'alaihim bisulthaanin bayyin; faman azhlamu mimmaniftaraa 'alallaahi kadzibaa
Kaum kami ini telah menjadikan tuhan-tuhan selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kebohongan terhadap Allah?
وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُم مِّن رَّحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُم مِّنْ أَمْرِكُم مِّرْفَقًا
Wa idzi'tazaltumuuhum wa maa ya'buduuna illallaaha fa'wuu ilal kahfi yansyur lakum rabbukum mir rahmatihii wa yuhayyi' lakum min amrikum mirfaqaa
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan bagimu sesuatu yang berguna dalam urusanmu.
وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ۗ مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا
Wa tarasy syamsa idzaa thala'at tazaawaru 'an kahfihim dzaatal yamiini wa idzaa gharabat taqridluhum dzaatasy syimaali wa hum fii fajwatim minhu; dzaalika min aayaatillaah; man yahdillaahu fahuwal muhtad; wa may yudlillan falanta tajida lahuu waliyyam mursyidaa
Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan apabila terbenam, ia menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalam (gua) itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ ۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ ۖ وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ ۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا
Wa tahsabuhum ayqaazhanw wa hum ruquud; wa nuqallibuhum dzaatal yamiini wa dzaatasy syimaali wa kalbuhum baasithun dziraa'aihi bilwashiid; lawith thala'ta 'alaihim lawallaita minhum firaaraw wa lamuli'ta minhum ru'baa
Dan engkau mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di ambang pintu. Jika kamu melihat mereka tentu kamu akan berpaling melarikan diri dari mereka dan pasti kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka.
وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
Wa kadzaalika ba'atsnaahum liyatasaa'aluu bainahum; qaala qaa'ilum minhum kam labitstum; qaaluu labitsnaa yauman au ba'dla yaum; qaaluu rabbukum a'lamu bimaa labitstum fab'atsuu ahadakum biwariqikum haadzihii ilal madiinati falyanzhur ayyuhaa azkaa tha'aaman falya'tikum birizqim minhu walyatalaththaf wa laa yusy'iranna bikum ahadaa
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka berkata, "Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhanmu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat makanan yang paling bersih (baik), maka hendaklah dia membawa sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun."
إِنَّهُمْ إِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَن تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا
Innahum iy yazhharuu 'alaikum yarjumuukum au yu'iiduukum fii millatihim wa lan tuflihuu idzan abadaa
Sesungguhnya jika mereka (penduduk kota) menemukan kamu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau mengembalikan kamu kepada agama mereka; dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.
وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا ۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا
Wa kadzaalika a'tsarnaa 'alaihim liya'lamuu anna wa'dallaahi haqqunw wa annas saa'ata laa raiba fiihaa; idz yatanaaza'uuna bainahum amrahum faqaaluubnuu 'alaihim bunyaanan; rabbuhum a'lamu bihim; qaalal ladziina ghalabuu 'alaa amrihim lanattakhidzanna 'alaihim masjidaa
Dan demikian (pula) Kami perlihatkan (kepada manusia) keadaan mereka, agar mereka tahu, bahwa janji Allah benar, dan bahwa hari Kiamat itu tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka (Ashabul Kahfi) berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka." Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Kami pasti akan mendirikan rumah ibadah di atasnya."
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَّابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُل رَّبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِم مَّا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِم مِّنْهُمْ أَحَدًا
Sayaquuluuna tsalaatsatur raabi'uhum kalbuhum wa yaquuluuna khamsatun saadisuhum kalbuhum rajmam bilghaib; wa yaquuluuna sab'atunw wa tsaaminuhum kalbuhum; qur rabbii a'lamu bi'iddatihim maa ya'lamuhum illaa qaliil; falaa tumaari fiihim illaa miraa'an zhaahiranw wa laa tastafti fiihim minhum ahadaa
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan, "(Jumlah mereka) tiga orang, yang keempat adalah anjingnya," dan (yang lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) lima orang, yang keenam adalah anjingnya," sebagai terkaan terhadap yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya." Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah engkau (Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perdebatan lahir saja, dan jangan engkau menanyakan tentang mereka (kepada seorang pun) di antara mereka (Ahli Kitab).
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
Wa laa taquulanna lisyai'in innii faa'ilun dzaalika ghadaa
Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, "Aku pasti melakukan itu besok pagi,"
إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
Illa an yasyaa'allaah; wadz kur rabbaka idzaa nasiita wa qul 'asaa ay yahdiyani rabbii li'aqraba min haadzaa rasyadaa
Kecuali (dengan mengucapkan), "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini."
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا
Wa labitsuu fii kahfihim tsalaatsa mi'atin siniina wazdaaduu tis'aa
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.
قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا ۖ لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
Qulillaahu a'lamu bimaa labitsuu; lahuu ghaibus samaawaati wal ardli; abshir bihii wa asmi'; maa lahum min duunihii miw waliyyinw wa laa yusyriku fii hukmihii ahadaa
Katakanlah (Muhammad), "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); milik-Nya semua yang gaib di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu dalam menetapkan keputusan."
Pelajaran dari Kisah Ashabul Kahfi
Kisah Ashabul Kahfi menyajikan beberapa pelajaran fundamental:
- Keteguhan Iman dan Hijrah untuk Agama: Para pemuda ini rela meninggalkan harta, keluarga, dan kehidupan nyaman demi mempertahankan akidah mereka. Mereka menunjukkan bahwa iman lebih berharga dari segalanya. Ini adalah contoh hijrah fisik dan spiritual, menjauh dari lingkungan yang merusak iman.
- Pertolongan Allah: Allah melindungi mereka dengan cara yang luar biasa, menidurkan mereka selama berabad-abad dan mengubah kondisi fisik gua agar mereka tidak membusuk. Ini menunjukkan bahwa Allah senantiasa melindungi hamba-Nya yang bertakwa.
- Bukti Hari Kebangkitan: Kebangkitan mereka setelah tidur panjang adalah bukti nyata kekuasaan Allah untuk menghidupkan kembali manusia setelah kematian, yang merupakan inti dari keyakinan Hari Kiamat.
- Keadaban dalam Berbicara: Pentingnya mengucapkan "Insya Allah" ketika berjanji melakukan sesuatu di masa depan, sebagai bentuk penyerahan diri dan pengakuan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah.
- Ilmu Allah yang Maha Luas: Ayat-ayat ini juga mengajarkan bahwa hanya Allah yang tahu pasti hal-hal gaib, termasuk jumlah Ashabul Kahfi dan lama mereka tertidur. Manusia tidak perlu berspekulasi pada hal-hal yang tidak diungkapkan Allah secara jelas.
- Peran Anjing dalam Kisah: Kehadiran anjing yang setia menemani mereka di ambang gua adalah pelajaran tentang kesetiaan dan bagaimana makhluk Allah, bahkan hewan, bisa menjadi bagian dari tanda kebesaran-Nya.
Kisah ini menegaskan pentingnya tauhid yang murni, keberanian dalam menghadapi fitnah, dan keyakinan teguh bahwa pertolongan Allah itu dekat bagi mereka yang bersabar dan bertawakal.
Peringatan Tentang Kehidupan Dunia dan Akhirat (Ayat 27-31)
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَن تَجِدَ مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا
Waatlu maa uuhiya ilaika min kitaabi rabbika; laa mubaddila likalimaatihii wa lan tajida min duunihii multahadaa
Dan bacalah (sampaikanlah) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan menemukan tempat berlindung selain Dia.
Tafsir Ayat 27
Setelah kisah Ashabul Kahfi, Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk terus membaca dan menyampaikan wahyu dari Kitab Tuhannya, yaitu Al-Qur'an. Ayat ini menegaskan dua poin penting: pertama, tidak ada satu pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat Allah dalam Al-Qur'an. Ini menunjukkan kesempurnaan dan kemurnian Al-Qur'an yang terpelihara dari segala bentuk distorsi atau perubahan, berbeda dengan kitab-kitab suci sebelumnya. Kedua, manusia tidak akan menemukan tempat berlindung, penolong, atau pelindung selain Allah SWT. Ini adalah penegasan tauhid, bahwa hanya kepada Allah manusia harus bergantung dan berlindung dari segala marabahaya dan fitnah.
Pesan ini menguatkan Nabi dan para pengikutnya bahwa mereka berada di jalan yang benar dengan berpegang teguh pada Al-Qur'an, dan bahwa perlindungan Allah adalah satu-satunya jaminan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Waashbir nafsaka ma'al ladziina yad'uuna rabbahum bilghadaati wal 'asyiyyi yuriiduuna wajhahuu; wa laa ta'du 'ainaaka 'anhum turiidu ziinatal hayaatid dunyaa; wa laa tuthi' man aghfalnaa qalbahuu 'an dzikrinaa wattaba'a hawaahu wa kaana amruhuu furutaa
Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.
Tafsir Ayat 28
Ayat ini memberikan nasihat yang sangat mendalam tentang prioritas dalam dakwah dan pergaulan. Nabi Muhammad ﷺ (dan juga setiap mukmin) diperintahkan untuk bersabar dan membersamai orang-orang mukmin yang rendah hati, yang senantiasa beribadah dan berdoa kepada Allah pada pagi dan petang hari dengan ikhlas, semata-mata mengharapkan keridaan-Nya. Ini adalah perintah untuk menghargai dan memuliakan orang-orang yang beriman, meskipun mereka mungkin miskin atau sederhana dalam pandangan dunia.
Di sisi lain, Nabi dilarang berpaling dari mereka demi mencari kemewahan dunia atau bergaul dengan orang-orang kaya dan berpengaruh yang tidak beriman. Dilarang pula mengikuti orang yang hatinya lalai dari mengingat Allah, yang cenderung menuruti hawa nafsunya, dan tindak-tanduknya telah melewati batas (karena kesesatan atau kesombongan). Ayat ini menekankan pentingnya memilih teman dan lingkungan yang baik, yang mendorong pada kebaikan dan ketakwaan, serta menjauhi mereka yang akan menarik kita dari jalan Allah.
Pelajaran penting lainnya adalah nilai keikhlasan. Perintah untuk bergaul dengan mereka yang "menginginkan wajah-Nya" (يُرِيدُونَ وَجْهَهُ) menunjukkan bahwa motivasi utama dalam beribadah dan beramal adalah mencari keridaan Allah, bukan pujian manusia atau keuntungan duniawi.
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَاءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Wa qulil haqqu mir rabbikum; faman syaa'a falyu'minw wa man syaa'a falyakfur; innaa a'tadnaa lidz dzaalimiina naarana ahaatha bihim suraadiquhaa; wa iy yastaghiitsuu yughaatsuu bimaa'in kalmuhli yasywil wujuuh; bi'sasy syaraabu wa saa'at murtafaqaa
Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi minum dengan air seperti luluhan tembaga yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Tafsir Ayat 29
Ayat ini adalah deklarasi kebebasan memilih dalam beragama, sekaligus peringatan keras akan konsekuensinya. Nabi diperintahkan untuk menyatakan bahwa "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu," yang berarti Islam adalah agama yang hakiki dan bersumber langsung dari Allah. Setelah itu, Allah menegaskan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih: beriman atau kafir. Namun, kebebasan ini datang dengan tanggung jawab besar dan konsekuensi yang jelas.
Bagi mereka yang memilih kekafiran dan kezaliman, Allah telah menyiapkan neraka yang dahsyat, yang gejolaknya akan mengepung mereka dari segala sisi seperti kemah. Gambaran neraka ini sangat mengerikan: ketika mereka kehausan dan meminta minum, mereka akan diberi air "seperti luluhan tembaga yang mendidih" (kal-muhli) yang akan menghanguskan wajah mereka. Minuman ini digambarkan sebagai yang paling buruk, dan tempat istirahat neraka adalah tempat paling jelek.
Ayat ini menekankan bahwa pilihan ada di tangan manusia, tetapi akibat dari pilihan itu sudah ditetapkan oleh Allah. Ini juga menjadi motivasi bagi mukmin untuk senantiasa berpegang pada kebenaran dan bersabar, karena balasan di akhirat sangat berbeda antara orang-orang beriman dan orang-orang zalim.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
Innal ladziina aamanuu wa 'amiluush shaalihaati innaa laa nudlii'u ajra man ahsana 'amalaa
Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.
Tafsir Ayat 30
Bertolak belakang dengan nasib orang-orang zalim, ayat ini memberikan kabar gembira dan jaminan kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh. Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan sedikit pun pahala bagi mereka yang berbuat kebaikan dengan ikhlas. Setiap amal baik, sekecil apapun, akan diperhitungkan dan dibalas dengan sebaik-baiknya oleh Allah.
Ayat ini berfungsi sebagai motivasi besar bagi para mukmin untuk terus beramal saleh, karena mereka tahu bahwa jerih payah mereka tidak akan sia-sia di sisi Allah. Ini juga menunjukkan keadilan dan kemurahan Allah, yang selalu memberikan balasan yang setimpal, bahkan melipatgandakan pahala bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh.
أُولَٰئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِّن سُندُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُّتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ ۚ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا
Ulaa'ika lahum jannaatu 'adnin tajrii min tahtihimul anhaaru yuhallawna fiihaa min asaawira min dzahabinw wa yalbasuuna tsiyaaban khudlram min sundusinw wa istabraqim muttaki'iina fiihaa 'alal araa'ik; ni'matstsawaabu wa hasunat murtafaqaa
Mereka itulah yang memperoleh surga Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dalam surga itu mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk bersandar di atas dipan-dipan yang indah. (Itulah) sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang paling indah.
Tafsir Ayat 31
Ayat ini menggambarkan keindahan dan kenikmatan surga Adn yang dijanjikan bagi orang-orang beriman dan beramal saleh. Surga Adn adalah salah satu tingkatan surga tertinggi, di mana di bawahnya mengalir sungai-sungai (anggur, madu, susu, air tawar) yang menambah keindahan dan kesegaran. Penduduk surga akan dihiasi dengan perhiasan mewah seperti gelang-gelang emas, dan mereka akan mengenakan pakaian indah dari sutra halus (sundus) dan sutra tebal (istabraq) berwarna hijau, yang melambangkan kesegaran dan kehidupan.
Mereka akan menikmati kenyamanan maksimal, duduk bersandar di atas dipan-dipan yang indah (ara'ik). Allah menyimpulkan gambaran ini dengan menyatakan bahwa inilah "sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang paling indah." Perbandingan antara neraka yang disebut sebagai "tempat istirahat yang paling jelek" di ayat 29 dan surga sebagai "tempat istirahat yang paling indah" di ayat ini sangatlah kontras, menegaskan pilihan dan konsekuensi yang sangat berbeda bagi manusia.
Kisah Dua Pemilik Kebun: Ujian Harta dan Keangkuhan (Ayat 32-44)
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا
Wadhrib lahum matsalan rajulaini ja'alnaa li'ahadihimaa jannataini min a'naabinw wa hafafnaahumaa binakhlinw wa ja'alnaa bainahumaa zar'aa
Dan berikanlah (Muhammad) kepada mereka sebuah perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang (kafir) Kami beri dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara keduanya (kebun itu) Kami buatkan ladang.
Tafsir Kisah Dua Pemilik Kebun (Ayat 32-44)
Ayat 32 ini memperkenalkan perumpamaan kedua dalam Surah Al-Kahfi, yaitu kisah dua orang laki-laki dengan dua kebun. Perumpamaan ini adalah tentang fitnah harta dan kesombongan. Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk menyampaikan kisah ini sebagai pelajaran bagi kaum musyrikin yang membanggakan harta dan kedudukan mereka, serta merendahkan orang-orang mukmin yang miskin.
Salah satu dari dua laki-laki ini digambarkan sebagai seorang yang sangat kaya raya, pemilik dua kebun anggur yang sangat subur. Kebun-kebun itu dikelilingi oleh pohon-pohon kurma yang rindang, dan di antara keduanya terdapat ladang pertanian yang menghasilkan berbagai jenis tanaman. Ini adalah gambaran kekayaan dan kemakmuran yang melimpah, hasil dari karunia Allah. Kisah ini akan menyoroti bagaimana sikap manusia terhadap kekayaan yang diberikan kepadanya, apakah ia bersyukur atau justru menjadi sombong dan lupa diri.
كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا
Kiltaa janataini aatat ukulahaa wa lam tazhlim minhu syai'anw wa fajjarnaa khilaalahumaa naharaa
Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak kurang sedikit pun (hasilnya), dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai.
وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا
Wa kaana lahuu tsamarun faqaala lishaahibihii wa huwa yuhaawiruhuu anaa aktsaru minka maalaw wa a'azzu nafaraa
Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka dia berkata kepada temannya (yang mukmin) ketika dia bercakap-cakap dengannya, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih kuat."
وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا
Wa dakhala jannatahuu wa huwa zhaalimul linafsihii qaala maa azhunnu an tabiida haadzihii abadaa
Dan dia memasuki kebunnya dengan zalim terhadap dirinya sendiri (karena angkuh dan kufur); dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,"
وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنقَلَبًا
Wa maa azhunnus saa'ata qaa'imatanw wa la'ir rudittu ilaa rabbii la'ajidanna khairam minhaa munqalabaa
Dan aku tidak mengira hari Kiamat itu akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini."
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
Qaala lahuu shaahibuhuu wa huwa yuhaawiruhuu akafarta billadzii khalaqaka min turaabin tsumma min nuthfatin tsumma sawwaaka rajulaa
Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya ketika bercakap-cakap dengannya, "Apakah kamu ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
لَّٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا
Laakinaa huwallaahu rabbii wa laa usyriku birabbii ahadaa
Tetapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku."
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا
Wa laulaa idz dakhalta jannataka qulta maasyaa'allaahu laa quwwata illaa billaah; in taraniii anaa aqalla minka maalaw wa waladaa
Mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, "Maa syaa Allah, laa quwwata illa billah (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." Sekiranya engkau menganggap aku lebih sedikit daripada kamu dalam hal harta dan keturunan,
فَعَسَىٰ رَبِّي أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
Fa'asaa rabbiii ay yu'tiyani khairam min jannatika wa yursila 'alaihaa husbaanam minas samaa'i fatushbiha sha'iidan zalaqaa
Maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini), dan Dia mengirimkan badai dari langit ke kebunmu, sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin tanpa tumbuh-tumbuhan.
أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا
Au yushbiha maaa'uhaa ghauran falan tastathii'a lahuu thalabaa
Atau airnya menjadi kering, sehingga engkau tidak akan dapat menemukannya lagi."
وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا
Wa uhiitha bitsamarihii fa'ashbaha yuqallibu kaffaihi 'alaa maa anfaqa fiihaa wa hiya khaawiyatun 'alaa 'uruusyihaa wa yaquulu yaa laitanii lam usyrik birabbii ahadaa
Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedang kebun itu roboh bersama penyangganya, dan dia berkata, "Aduhai, sekiranya dulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun!"
وَلَمْ تَكُن لَّهُ فِئَةٌ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا
Wa lam takun lahuu fi'atuy yanshuruunahuu min duunillaahi wa maa kaana muntashiraa
Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia tidak akan dapat menolong dirinya sendiri.
هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا
Hunaalikal walaayatu lillaahil haqq; huwa khairun tsawaabaw wa khairun 'uqbaa
Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah, Tuhan Yang Mahabenar. Dialah (Allah) sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.
Pelajaran dari Kisah Dua Pemilik Kebun
Kisah ini mengajarkan tentang bahaya fitnah harta dan kesombongan, serta pentingnya bersyukur dan tawakal kepada Allah:
- Ujian Harta dan Keangkuhan: Orang kaya dalam kisah ini terlalu terpukau dengan kekayaan dan kekuasaannya, sehingga ia melupakan Allah. Ia menjadi sombong dan meremehkan temannya yang mukmin dan miskin. Ini menunjukkan bagaimana harta bisa menjadi fitnah terbesar jika tidak diiringi dengan iman dan rasa syukur.
- Kufur Nikmat dan Kekafiran: Kesombongan pemilik kebun membawanya pada pengingkaran terhadap hari kebangkitan dan janji Allah. Ia merasa kekayaan dan kenikmatannya akan kekal, dan jika pun ada akhirat, ia merasa akan mendapat yang lebih baik dari Tuhan. Ini adalah bentuk kekafiran terhadap nikmat Allah.
- Nasihat Bijak dari Teman Mukmin: Teman yang miskin namun beriman memberikan nasihat yang tulus dan mengingatkan tentang asal-usul manusia (dari tanah dan setetes mani) serta kekuasaan Allah. Ia juga mengingatkan untuk mengucapkan "Maa syaa Allah, laa quwwata illa billah" (Apa yang dikehendaki Allah, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) sebagai bentuk pengakuan bahwa semua nikmat berasal dari Allah.
- Akibat Kesombongan dan Kufur Nikmat: Allah menghancurkan kebun dan kekayaan si pemilik kebun dengan badai dan air yang mengering. Ini adalah balasan kontan di dunia atas kesombongan dan kekafirannya. Dia akhirnya menyesal, namun penyesalan di saat azab tiba sudah terlambat.
- Pertolongan Hanya dari Allah: Pada saat kehancuran, si pemilik kebun tidak memiliki penolong selain Allah. Harta dan pengikut yang sebelumnya ia banggakan tidak mampu menolongnya. Ini menegaskan bahwa satu-satunya pertolongan yang hakiki adalah dari Allah, dan Dialah sebaik-baik pemberi pahala dan balasan.
Kisah ini merupakan peringatan keras bagi manusia agar tidak terpedaya oleh gemerlap dunia, senantiasa bersyukur, rendah hati, dan menyadari bahwa semua nikmat adalah pinjaman dari Allah yang bisa diambil kapan saja.
Perumpamaan Kehidupan Dunia dan Hari Kiamat (Ayat 45-59)
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا
Wadhrib lahum matsalal hayaatid dunyaa kamaa'in anzalnaahu minas samaa'i fakhtalatha bihii nabaatul ardli fa'ashbaha hasyiiman tadzruuhur riyaah; wa kaanallaahu 'alaa kulli syai'im muqtadiraa
Dan buatkanlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tafsir Ayat 45
Ayat ini kembali memberikan perumpamaan yang kuat tentang hakikat kehidupan dunia setelah kisah dua pemilik kebun. Allah menyamakan kehidupan dunia dengan air hujan yang diturunkan dari langit. Air ini menghidupkan bumi, menumbuhkan berbagai tanaman yang subur dan indah. Namun, setelah masa kesuburan itu, tanaman-tanaman tersebut akan mengering, mati, dan menjadi rapuh (hashiman) yang dengan mudah diterbangkan oleh angin. Ini adalah metafora yang sempurna untuk menggambarkan betapa fana dan sementaranya kehidupan dunia, kekayaan, keindahan, dan segala kenikmatannya.
Sebagaimana tanaman yang awalnya hijau dan segar kemudian layu dan hancur, demikian pula manusia dan segala yang dimilikinya di dunia. Semuanya akan lenyap dan musnah pada waktunya. Penutup ayat "Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu" (وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا) menegaskan bahwa perubahan dan kehancuran ini terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah. Ini adalah peringatan bagi manusia untuk tidak terlalu terpikat pada dunia yang fana, melainkan berorientasi pada akhirat yang kekal.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Al maalu wal banuuna ziinatul hayaatid dunyaa wal baaqiyaatush shaalihaatu khairun 'inda rabbika tsawaabaw wa khairun amalaa
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Tafsir Ayat 46
Ayat ini mengidentifikasi dua bentuk perhiasan dunia yang paling sering melenakan manusia: harta (kekayaan) dan anak-anak. Keduanya memang merupakan nikmat dan ujian dari Allah. Banyak manusia yang bangga dengan harta dan keturunan mereka, sebagaimana dicontohkan dalam kisah dua pemilik kebun. Namun, Allah menjelaskan bahwa semua itu hanyalah perhiasan sementara kehidupan dunia yang fana, yang akan lenyap sebagaimana tanaman yang mengering.
Sebagai kontras, Allah menyebutkan "amal kebajikan yang kekal" (الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ). Ini mencakup semua bentuk ibadah dan amal saleh yang diniatkan ikhlas karena Allah, seperti zikir (subhanallah, alhamdulillah, laa ilaha illallah, allahu akbar), shalat, puasa, sedekah, membaca Al-Qur'an, dan berbuat baik kepada sesama. Amal-amal ini memiliki nilai abadi, pahalanya lebih baik di sisi Allah, dan lebih utama untuk dijadikan harapan di akhirat. Ayat ini mengajak manusia untuk menimbang prioritas, antara yang fana dan yang kekal, serta berinvestasi pada amal yang akan memberikan manfaat abadi.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
Wa yauma nusayyirul jibaala wa taral ardla baariizataw wa hasyarnahum falam nughaadir minhum ahadaa
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami jalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.
وَعُرِضُوا عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّا لَّقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّن نَّجْعَلَ لَكُم مَّوْعِدًا
Wa 'uridluu 'alaa rabbika shaffaa; laqad ji'tumuunaa kamaa khalaqnaakum awwala marratin bal za'amtum allan naj'ala lakum mau'idaa
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. (Allah berfirman), "Sungguh, kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada pertama kali. Bahkan kamu menganggap bahwa Kami tidak akan menjadikan waktu pertemuan (untuk memenuhi janji) bagimu sedikit pun."
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Wa wudli'al kitaabu fataral mujrimiina musyfiqiina mimmaa fiihi wa yaquuluuna yaa wailatanaa maa lihaadzal kitaabi laa yughaadiru shaghiirataw wa laa kabiiratan illaa ahshaahaa; wa wajaduu maa 'amiluu haadhiraa; wa laa yazhlimu rabbuka ahadaa
Dan diletakkanlah Kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang-orang yang berdosa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Celaka kami, Kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil maupun yang besar melainkan tercatat semuanya," dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا
Wa idz qulnaa lilmalaa'ikatis juduu li'aadama fasajaduu illaa ibliisa kaana minal jinni fafasaqa 'an amri rabbih; afatattakhidzuunahuu wa dzurriyyatahuu auliyaa'a min duunii wa hum lakum 'aduww; bi'sa lidz dzaalimiina badalaa
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu sebagai) pengganti (Allah) bagi orang-orang zalim.
مَّا أَشْهَدتُّهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنفُسِهِمْ وَمَا كُنتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا
Maa asyhattuhum khalqas samaawaati wal ardli wa laa khalqa anfusihim wa maa kuntu muttakhidzal mudlilliina 'adhudaa
Aku tidak menghadirkan mereka (Iblis dan keturunannya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan Aku tidak akan menjadikan orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.
وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُم مَّوْبِقًا
Wa yauma yaquulu naaduu syurakaa'iyal ladziina za'amtum fada'awhum falam yastajiibuu lahum wa ja'alnaa bainahum maubiqaa
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia berfirman, "Panggillah olehmu sekutu-sekutu-Ku yang kamu sangka itu." Lalu mereka memanggilnya, tetapi sekutu-sekutu itu tidak menyambut panggilan mereka dan Kami adakan di antara mereka tempat kebinasaan (neraka).
وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُم مُّوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا
Wa ra'al mujrimuunan naara fazhannuu annahum muwaaqi'uuhaa wa lam yajiduu 'anhaa mashrifaa
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, lalu mereka yakin akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya.
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ لِلنَّاسِ مِن كُلِّ مَثَلٍ ۚ وَكَانَ الْإِنسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا
Wa laqad sharrafnaa fii haadzal qur'aani linnaasi min kulli matsalin; wa kaanal insaanu aktsara syai'in jadalaa
Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami jelaskan berulang-ulang kepada manusia segala macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَن يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَىٰ وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلَّا أَن تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلًا
Wa maa mana'an naasa ay yu'minuu idz jaa'ahumul hudaa wa yastaghfiruu rabbahum illaa an ta'tiyahum sunnatul awwaliina au ya'tiyahumul 'adzaabu qubulaa
Dan tidak ada yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan mereka memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang berlaku pada) umat yang terdahulu atau datangnya azab atas mereka secara langsung.
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ ۚ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ ۖ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنذِرُوا هُزُوًا
Wa maa nursilul mursaliina illaa mubasysyiriina wa mundziriin; wa yujaadilul ladziina kafaruu bilbaathili liyudhidluu bihil haqqa wattakhadzuu aayaatii wa maa undziruu huzuwaa
Dan Kami tidak mengutus para rasul melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak (kebenaran), dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan kepada mereka sebagai olok-olokan.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِن تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَن يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا
Wa man azhlamu mimman dzukkira bi aayaati rabbihif a'radla 'anhaa wa nasiya maa qaddamat yadaah; innaa ja'alnaa 'alaa quluubihim akinnatan ay yafqahuuhu wa fii aadzaanihim waqraa; wa in tad'uhum ilal hudaa falan yahtaduu idzan abadaa
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak dapat memahami), dan telinga mereka tersumbat. Kalaupun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.
وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُم بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ ۚ بَل لَّهُم مَّوْعِدٌ لَّن يَجِدُوا مِن دُونِهِ مَوْئِلًا
Wa rabbukal ghafuuru dzur rahmah; lau yu'aakhidzuhum bimaa kasabuu la'ajjala lahumul 'adzaab; bal lahum mau'idul lan yajiduu min duunihii mau'ilaa
Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki rahmat. Sekiranya Dia hendak menyiksa mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu tertentu (untuk azab) yang mereka tidak akan menemukan tempat berlindung selain-Nya.
وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِم مَّوْعِدًا
Wa tilkal quraa ahlaknaahum lammaa zhalamuu wa ja'alnaa limahlikihim mau'idaa
Dan (penduduk) negeri-negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu untuk kebinasaan mereka.
Pelajaran tentang Hakikat Dunia dan Akhirat (Ayat 45-59)
Bagian ini memperkuat pesan tentang kefanaan dunia dan kepastian hari akhir, serta keadilan Allah dalam memberi balasan:
- Dunia adalah Perhiasan Fana: Perumpamaan hujan yang menyuburkan bumi lalu menjadi kering menekankan betapa cepatnya dunia berlalu. Harta dan anak-anak hanyalah perhiasan sementara; nilai sejatinya ada pada amal saleh yang kekal.
- Kepastian Hari Kiamat: Penggambaran hari ketika gunung-gunung dihancurkan, bumi diratakan, dan semua manusia dikumpulkan tanpa terkecuali, adalah penegasan tentang hari kiamat yang pasti datang.
- Catatan Amal yang Sempurna: Setiap perbuatan, baik kecil maupun besar, dicatat dalam "Kitab" yang akan disaksikan oleh para pelaku dosa dengan ketakutan. Ini menunjukkan keadilan Allah yang tidak menzalimi siapa pun.
- Kisah Iblis dan Bahaya Mengikuti Penyesat: Mengingatkan kembali kisah Iblis yang menolak sujud kepada Adam karena kesombongan, dan peringatan untuk tidak menjadikan Iblis dan keturunannya sebagai penolong. Mengikuti mereka berarti mengikuti musuh yang jelas-jelas berniat menyesatkan.
- Manusia sebagai Pembantah: Al-Qur'an telah menjelaskan berbagai perumpamaan dan petunjuk, namun sebagian besar manusia cenderung membantah kebenaran, menolak beriman, dan mengolok-olok ayat-ayat Allah.
- Hidayah di Tangan Allah: Bagi mereka yang hatinya telah dikunci dan telinganya disumbat karena kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran, bahkan seruan Nabi pun tidak akan memberi petunjuk.
- Rahmat dan Keadilan Allah: Meskipun Allah Mahakuasa untuk menyegerakan azab, Dia juga Maha Pengampun dan Maha Memiliki rahmat. Namun, bagi orang-orang zalim yang terus menerus ingkar, ada waktu azab yang telah ditetapkan dan tidak ada yang dapat melarikan diri darinya.
Secara keseluruhan, bagian ini adalah ajakan untuk merenungkan kehidupan, menyadari kefanaan dunia, mempersiapkan diri untuk akhirat, dan senantiasa berpegang pada kebenaran Al-Qur'an.
Kisah Nabi Musa dan Khidir: Pelajaran tentang Ilmu dan Kesabaran (Ayat 60-82)
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Wa idz qaala muusaa lifataahu laa abrahu hattaa ablugha majma'al bahraini au amdliya huqubaa
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun."
Tafsir Kisah Nabi Musa dan Khidir (Ayat 60-82)
Ayat 60 ini memulai kisah ketiga dalam Surah Al-Kahfi, yaitu perjalanan Nabi Musa AS mencari ilmu dari seorang hamba Allah yang saleh, yang kemudian dikenal sebagai Nabi Khidir. Kisah ini adalah tentang fitnah ilmu dan bagaimana kerendahan hati serta kesabaran adalah kunci untuk memperoleh ilmu yang hakiki, terutama ilmu ladunni (ilmu dari sisi Allah).
Nabi Musa, yang merupakan seorang Nabi dan Rasul, merasa bahwa ia adalah orang yang paling berilmu di masanya. Namun, Allah ingin mengajarkan kepadanya bahwa ada hamba-Nya yang memiliki ilmu lebih khusus dari-Nya. Maka, Allah mengutus Musa untuk mencari hamba tersebut di "pertemuan dua lautan" (majma'al bahrain). Musa dengan tekad kuat, bahkan siap berjalan bertahun-tahun, memulai perjalanannya bersama pembantunya (Yusya' bin Nun). Ini menunjukkan betapa gigihnya Nabi Musa dalam mencari ilmu, bahkan setelah menjadi seorang Nabi yang mulia. Kisah ini mengajarkan bahwa tidak ada kata berhenti dalam menuntut ilmu, dan selalu ada orang yang memiliki ilmu lebih dari kita.
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
Falammmaa balaghaa majma'a bainihimaa nasiyaa huutahumaa fattakhadza sabiilahuu fil bahri sarabaa
Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua lautan itu, mereka lupa akan ikannya, lalu ikan itu meluncur menempuh jalannya di laut dengan bebas.
فَلَمَّا جَاوَزَا قَال َلِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا
Falammaa jaawazaa qaala lifataahu aatinaa ghadaa'anaa laqad laqiinaa min safarinaa haadzaa nashabaa
Maka ketika mereka telah melewati tempat itu, Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَن أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا
Qaala ara'aita idz awainaa ilash shakhraati fa'innii nasiitul huuta wa maaa ansaaniihu illasy syaitaanu an adz kurah; wattakhadza sabiilahuu fil bahri 'ajabaa
Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali setan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
Qaala dzaalika maa kunnaa nabgh; fartaddaa 'alaa aatsaarihimaa qashashaa
Dia (Musa) berkata, "Itulah tempat yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا
Fawajadaa 'abdam min 'ibaadinaaa aatainaahu rahmatam min 'indinaa wa 'allamnaahu mil ladunnaa 'ilmaa
Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Qaala lahuu muusaa hal attabi'uka 'alaa an tu'allimani mimmaa 'ullimta rursyidaa
Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu) yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
Qaala innaka lan tastathii'a ma'iya shabraa
Dia menjawab, "Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.
وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا
Wa kaifa tashbiru 'alaa maa lam tuhith bihii khubraa
Dan bagaimana engkau akan sanggup bersabar atas sesuatu yang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
قَالَ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا
Qaala satajidunii insyaa'allaahu shaabiranw wa laa a'shii laka amraa
Dia (Musa) berkata, "Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun."
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَن شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا
Qaala fa'inittaba'tanii falaa tas'alnii 'an syai'in hattaa uhditsa laka minhu dzikraa
Dia berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu."
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَلْخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
Fanthalaqaa hattaa idzaa rakibaa fiis safiinaati kharaqahaa; qaala akharaqtahaa litughriqa ahlahaa laqad ji'ta syai'an imraa
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata, "Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar."
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
Qaala alam aqul innaka lan tastathii'a ma'iya shabraa
Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku?"
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا
Qaala laa tu'aakhidznii bimaa nasiitu wa laa turhiqnii min amrii 'usraa
Dia (Musa) berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan kesulitan dalam urusanku."
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ ۖ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُّكْرًا
Fanthalaqaa hattaa idzaa laqiyaa ghulaaman faqatalah; qaala aqatalta nafsan zakiyyatam bighairi nafsil laqad ji'ta syai'an nukraa
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya bertemu dengan seorang anak muda, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar."
قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
Qaala alam aqul laka innaka lan tastathii'a ma'iya shabraa
Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?"
قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّي عُذْرًا
Qaala in sa'altuka 'an syai'im ba'dahaa falaa tushaahibnii qad balaghta mil ladunnii 'udzraa
Dia (Musa) berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkanku menyertaimu. Sesungguhnya engkau sudah cukup (memberi) alasan (pemutusan hubungan ini) dari sisiku."
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
Fanthalaqaa hattaa idzaa atayaa ahla qaryatinis tath'amaa ahlahaa fa'abauu ay yudlayyifuuhumaa fawajadaa fiihaa jidaaray yuriidu ay yanqadldla fa'aqaamah; qaala lau syi'ta lattakhadzta 'alaihi ajraa
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan di (negeri) itu dinding rumah yang hampir roboh, lalu Khidir menegakkannya. Musa berkata, "Sekiranya engkau mau, tentu engkau dapat meminta imbalan untuk itu."
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Qaala haadzaa firaaqu bainii wa bainik; sa'unabbi'uka bita'wiili maa lam tastathi' 'alaihi shabraa
Dia (Khidir) berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberitahukan kepadamu makna perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Ammas safiinaatu fakaanat limasaakiina ya'maluuna fil bahri fa'aradttu an a'iibahaa wa kaana waraa'ahum malikuy ya'khudzu kulla safiinatin ghashbaa
Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap perahu (yang baik) secara paksa.
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَن يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا
Wa ammal ghulaamu fakaana abawaahu mu'minaini fakhasiinaaa ay yurhiqahumaa thughyaananw wa kufraa
Adapun anak muda itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
فَأَرَدْنَا أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
Fa'aradnaaa ay yubdilahumaa rabbuhumaa khairam minhu zakaataw wa aqraba ruhmaa
Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Wa ammal jidaaru fakaana lighulaamaini yatiimaini fil madiinati wa kaana tahtahuu kanzull lahumaa wa kaana abuuhumaa shaahihan fa'araada rabbuka ay yablughaa asyuddahumaa wa yastakhrijaaa kanzahumaa rahmatam mir rabbik; wa maa fa'altuhuu 'an amrii; dzaalika ta'wiilu maa lam tasthi' 'alaihi shabraa
Adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayah mereka seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang aku lakukan bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."
Pelajaran dari Kisah Nabi Musa dan Khidir
Kisah ini adalah sumber hikmah yang kaya, terutama tentang ilmu, kesabaran, dan takdir Allah:
- Kerendahan Hati dalam Menuntut Ilmu: Nabi Musa, seorang Nabi dan Rasul yang mulia, rela melakukan perjalanan jauh dan merendahkan diri untuk belajar dari Khidir. Ini mengajarkan bahwa penuntut ilmu harus memiliki kerendahan hati dan tidak boleh merasa cukup dengan ilmunya.
- Kesabaran dan Kepercayaan pada Takdir Allah: Khidir berulang kali mengingatkan Musa tentang pentingnya kesabaran. Peristiwa-peristiwa yang dilakukan Khidir (melubangi perahu, membunuh anak muda, menegakkan dinding) tampak bertentangan dengan syariat Musa yang diketahui secara lahiriah. Namun, di balik itu ada hikmah dan takdir Allah yang hanya diketahui oleh Khidir melalui ilham khusus dari-Nya. Ini mengajarkan kita untuk sabar dalam menghadapi takdir Allah yang kadang tidak sesuai dengan logika atau keinginan kita.
- Ilmu Lahir dan Ilmu Batin (Ladunni): Kisah ini membedakan antara ilmu syariat yang tampak jelas (ilmu Musa) dengan ilmu hakikat atau ladunni yang diberikan Allah langsung kepada hamba pilihan-Nya (ilmu Khidir). Ilmu ladunni ini memberikan Khidir pemahaman tentang masa depan dan hikmah di balik peristiwa yang tampak buruk di permukaan.
- Keadilan Allah yang Tersembunyi: Setiap tindakan Khidir, meskipun terlihat kejam atau merugikan secara sekilas, ternyata memiliki tujuan yang baik dan adil di masa depan:
- Merusak perahu: Untuk menyelamatkan perahu dari rampasan raja zalim, sehingga orang-orang miskin pemiliknya masih bisa berlayar (meskipun dengan perahu rusak yang dapat diperbaiki).
- Membunuh anak muda: Karena anak itu ditakdirkan akan menjadi penyebab kesesatan dan kekufuran bagi orang tuanya yang saleh. Allah menggantinya dengan anak yang lebih baik.
- Menegakkan dinding: Untuk menjaga harta anak yatim agar tidak diambil orang lain sebelum mereka dewasa, sebagai bentuk rahmat Allah karena kesalehan ayahnya.
- Batasan Ilmu Manusia: Manusia dengan ilmu yang terbatas tidak selalu mampu memahami hikmah di balik setiap kejadian. Oleh karena itu, penting untuk tawakal dan percaya pada kebijaksanaan Allah yang Maha Mengetahui.
Kisah Musa dan Khidir ini adalah pengingat bahwa banyak hal di dunia ini yang terjadi di luar pemahaman kita, dan Allah memiliki rencana yang lebih besar di balik setiap peristiwa. Kita diperintahkan untuk sabar dan berprasangka baik kepada takdir-Nya.
Kisah Dzulqarnain: Ujian Kekuasaan dan Keadilan (Ayat 83-98)
وَيَسْأَلُونَكَ عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْرًا
Wa yas'aluunaka 'an dzil qarnain; qul sa'atluu 'alaikum minhu dzikraa
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, "Aku akan bacakan kepadamu sebagian kisahnya."
Tafsir Kisah Dzulqarnain (Ayat 83-98)
Ayat 83 ini mengawali kisah keempat dalam Surah Al-Kahfi, yaitu kisah Dzulqarnain (pemilik dua tanduk, atau dua zaman/dua kekuatan), seorang raja atau pemimpin yang saleh dan adil. Kisah ini adalah tentang fitnah kekuasaan dan bagaimana seorang pemimpin harus menggunakan kekuasaannya untuk kebaikan, keadilan, dan menolong yang lemah, bukan untuk kesombongan atau penindasan.
Pertanyaan tentang Dzulqarnain ini diajukan oleh kaum musyrikin Mekah atas dorongan Ahli Kitab, untuk menguji kenabian Muhammad ﷺ. Kisah ini kemudian diwahyukan oleh Allah sebagai jawaban dan pelajaran. Allah menyatakan bahwa Dia akan membacakan sebagian kisahnya, menunjukkan bahwa detail lengkap hanya ada pada-Nya, dan yang diceritakan dalam Al-Qur'an adalah bagian yang paling penting untuk diambil hikmahnya.
Dzulqarnain adalah seorang raja yang diberi kekuasaan besar di muka bumi, meliputi pengetahuan, sarana, dan kekuatan untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang luas. Namun, ia menggunakan kekuasaannya bukan untuk memperkaya diri atau berbuat zalim, melainkan untuk menegakkan keadilan, menolong kaum yang tertindas, dan menyebarkan kebaikan. Ini adalah teladan bagi setiap pemimpin tentang bagaimana kekuasaan harus dijalankan sesuai dengan kehendak Allah.
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِن كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا
Innaa makkannaa lahuu fil ardli wa aatainaahu min kulli syai'in sababaa
Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.
فَأَتْبَعَ سَبَبًا
Fa'atba'a sababaa
Maka dia pun menempuh suatu jalan.
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوْمًا ۗ قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَن تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا
Hattaa idzaa balagha maghribasy syamsi wajadahaa taghrubu fii 'ainin hami'atiw wa wajada 'indahaa qaumaa; qulnaa yaa dzal qarnaini immaaa an tu'addziba wa immaaa an tattakhidza fiihim husnaa
Hingga apabila dia sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihatnya terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (yang tidak beriman). Kami berfirman, "Wahai Dzulqarnain! Engkau boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka."
قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُّكْرًا
Qaala ammaa man zhulima fasaufa nu'addzibuhuu tsumma yuraddu ilaa rabbihii fayu'addzibuhuu 'adzaaban nukraa
Dia (Dzulqarnain) berkata, "Adapun orang yang berbuat zalim, maka akan kami siksa, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan akan menyiksanya dengan azab yang sekeras-kerasnya."
وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
Wa ammaa man aamana wa 'amila shaalihaa falahuu jazaa'anul husnaa wa sanaquulu lahuu min amrinaa yusraa
Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia akan mendapat balasan yang terbaik sebagai tempat kembali, dan akan Kami katakan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah."
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا
Tsumma atba'a sababaa
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَّمْ نَجْعَل لَّهُم مِّن دُونِهَا سِتْرًا
Hattaa idzaa balagha mathli'asy syamsi wajadahaa tathlu'u 'alaa qaumil lam naj'al lahum min duunihaa sitraa
Hingga apabila dia sampai di tempat terbit matahari, dia mendapatinya (matahari) menyinari suatu kaum yang tidak Kami buatkan bagi mereka pelindung dari (cahaya) matahari itu.
كَذَٰلِكَ ۖ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
Kadzaalik; wa qad ahathnaa bimaa ladaihi khubraa
Demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala sesuatu yang ada padanya.
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا
Tsumma atba'a sababaa
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
Hattaa idzaa balagha bainas saddaini wajada min duunihimaa qaumal laa yakaaduuna yafqahuuna qaulaa
Hingga apabila dia sampai di antara dua gunung, dia mendapati di hadapan kedua gunung itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَن تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
Qaaluu yaa dzal qarnaini inna ya'juuja wa ma'juuja mufsiduuna fil ardli fahal naj'alu laka kharjan 'alaa an taj'ala bainanaa wa bainahum saddaa
Mereka berkata, "Wahai Dzulqarnain! Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj adalah pembuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu suatu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?"
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
Qaala maa makkananii fiihi rabbii khairun fa'a'iinuunii biquwwatin aj'al bainakum wa bainahum radmaa
Dia (Dzulqarnain) berkata, "Apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka."
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا
Aatuunii zubural hadiid; hattaa idzaa saawaa bainash shadafaini qaalanfukhuu; hattaa idzaa ja'alahuu naaran qaala aatuunii ufrigh 'alaihi qithraa
Berilah aku potongan-potongan besi!" Hingga apabila (potongan) besi itu telah sama (rata) dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Dzulqarnain) berkata, "Tiupkanlah (api itu)!" Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu)."
فَمَا اسْطَاعُوا أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا
Famas thaa'uu ay yazhharuuhu wa mas tstathaa'uu lahuu naqbaa
Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat pula melubanginya.
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
Qaala haadzaa rahmatum mir rabbii; fa'idzaa jaa'a wa'du rabbii ja'alahuu dakkaa'a wa kaana wa'du rabbii haqqaa
Dia (Dzulqarnain) berkata, "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku tiba, Dia akan menghancurkannya hingga rata dengan tanah; dan janji Tuhanku itu benar."
Pelajaran dari Kisah Dzulqarnain
Kisah Dzulqarnain memberikan gambaran ideal tentang kekuasaan dan kepemimpinan:
- Kekuasaan sebagai Amanah: Dzulqarnain adalah contoh pemimpin yang diberi kekuasaan besar oleh Allah (kekuasaan di bumi, dan "sebab" atau sarana untuk mencapai segala sesuatu), namun ia tidak menyalahgunakannya. Ia menyadari bahwa kekuasaannya adalah anugerah dan amanah dari Tuhan.
- Keadilan dan Belas Kasih dalam Kepemimpinan: Ketika sampai di barat dan timur, Dzulqarnain diberi pilihan untuk menyiksa atau berbuat baik kepada kaum yang ditemuinya. Ia memilih untuk bertindak adil: menghukum yang zalim, dan memberi kemudahan serta balasan yang baik kepada yang beriman dan berbuat kebajikan. Ini adalah prinsip dasar keadilan Islam.
- Melindungi yang Lemah dari Kezaliman: Saat tiba di antara dua gunung, ia menemukan kaum yang tertindas oleh Ya'juj dan Ma'juj. Meskipun mereka menawarkan imbalan, Dzulqarnain menolak imbalan tersebut dan membangun tembok raksasa atas nama rahmat dari Allah, semata-mata untuk menolong mereka. Ini menunjukkan kepemimpinan yang berorientasi pada pelayanan dan perlindungan rakyat.
- Memanfaatkan Teknologi dan Sumber Daya untuk Kebaikan: Dzulqarnain menggunakan potongan besi dan tembaga untuk membangun tembok yang sangat kuat, menunjukkan pemanfaatan ilmu dan teknologi untuk tujuan yang mulia (melindungi dari kerusakan). Ia juga melibatkan rakyat dalam proses pembangunan (bantulah aku dengan kekuatan), menunjukkan kepemimpinan yang partisipatif.
- Rendah Hati dan Mengembalikan Segala Kekuatan kepada Allah: Setelah berhasil membangun tembok yang sangat kokoh, Dzulqarnain tidak menyombongkan diri. Ia berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku." Ia menyadari bahwa kekuasaan dan kemampuannya berasal dari Allah. Ia juga memahami bahwa tembok itu akan hancur pada waktu yang telah ditentukan Allah (saat janji Tuhanku tiba), sebagai tanda Hari Kiamat. Ini adalah puncak ketawakalannya.
- Pertanda Hari Kiamat: Dinding Ya'juj dan Ma'juj akan hancur menjelang Hari Kiamat, menjadi salah satu tanda besar akan datangnya akhir zaman.
Kisah Dzulqarnain memberikan pelajaran berharga bagi setiap manusia, terutama para pemimpin, untuk menggunakan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki secara bertanggung jawab, adil, untuk kebaikan, dan selalu mengembalikan segala keberhasilan kepada Allah SWT.
Penutup Surah: Amal dan Keikhlasan (Ayat 99-110)
وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا
Wa taraknaa ba'dlahum yauma'idziy yamuuju fii ba'dlinw wa nufikha fish shuuri fajama'naahum jam'aa
Dan pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka bergelombang di antara sebagian yang lain, dan ditiuplah sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semuanya.
Tafsir Penutup Surah (Ayat 99-110)
Ayat 99 dan seterusnya kembali mengalihkan fokus dari kisah-kisah ke gambaran Hari Kiamat. Frasa "pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka bergelombang di antara sebagian yang lain" bisa merujuk pada Ya'juj dan Ma'juj yang akan keluar dan merajalela di bumi, atau pada manusia secara umum pada hari kiamat yang kebingungan dan berdesak-desakan. Kemudian ditiuplah sangkakala sebagai tanda kebangkitan, dan semua manusia dari generasi pertama hingga terakhir akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dihisab. Ini adalah penegasan kembali akan janji Allah tentang kebangkitan dan pengadilan akhir, menghubungkan kembali kisah Dzulqarnain dengan takdir universal seluruh umat manusia.
Penyebutan tiupan sangkakala dan pengumpulan seluruh manusia menegaskan kebenaran hari kiamat yang sering kali diragukan oleh orang-orang kafir. Tidak ada satu pun yang luput dari pengumpulan ini, dan semua akan dihadapkan pada pertanggungjawaban amal perbuatan mereka.
وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِّلْكَافِرِينَ عَرْضًا
Wa 'aradlnaa jahannama yauma'idzil lilkaafiriina 'ardlaa
Dan pada hari itu Kami perlihatkan neraka Jahanam kepada orang-orang kafir secara terang-terangan,
الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَن ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا
Alladziina kaanat a'yunuhum fii ghithaa'in 'an dzikrii wa kaanuu laa yastathii'uuna sam'aa
Yaitu orang yang mata (hati)nya dalam keadaan tertutup dari mengingat-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar (kebenaran)."
أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِن دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا
Afahasibal ladziina kafaruu ay yattakhidzuu 'ibaadii min duunii auliyaa'; innaa a'tadnaa jahannama lilkaafiriina nuzulaa
Maka apakah orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan neraka Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
Qul hal nunabbi'ukum bil akhsariina a'maalaa
Katakanlah (Muhammad), "Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya?"
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Alladziina dhal-la sa'yuhum fil hayaatid dunyaa wa hum yahsabuuna annahum yuhsinuuna shun'aa
Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Ulaa'ikal ladziina kafaruu bi'aayaati rabbihim wa liqaa'ihii fahabithat a'maaluhum falaa nuqiimu lahum yaumal qiyaamati waznaa
Mereka itu adalah orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur pula terhadap) pertemuan dengan Dia. Maka sia-sia seluruh amal mereka, dan Kami tidak akan memberikan penimbangan (amal) bagi mereka pada hari Kiamat.
ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا
Dzaalika jazaa'uhum jahannamu bimaa kafaruu wattakhadzuu aayaatii wa rusulii huzuwaa
Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, karena kekafiran mereka dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan para rasul-Ku sebagai olok-olokan.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا
Innal ladziina aamanuu wa 'amiluush shaalihaati kaanat lahum jannaatul firdausi nuzulaa
Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal,
خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا
Khaalidiina fiihaa laa yabghuuna 'anhaa hiwalaa
Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari sana.
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا
Qul lau kaanal bahru midaadal likalimaati rabbii lanafidal bahru qabla an tanfada kalimaatu rabbii wa lau ji'naa bimitslihii madadaa
Katakanlah (Muhammad), "Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah lautan itu sebelum selesai (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Qul innamaaa ana basyarum mitslukum yuuhaaa ilayya annamaaa ilaahukum ilaahuw waahid; faman kaana yarjuu liqaa'a rabbihii falya'mal 'amalan shaalihaa wa laa yusyrik bi'ibaadati rabbihii ahadaa
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Barang siapa berharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Pelajaran Akhir dari Surah Al-Kahfi (Ayat 99-110)
Ayat-ayat penutup Surah Al-Kahfi merangkum inti pesan dari seluruh surah, yaitu tentang hari akhir, pentingnya tauhid, dan keutamaan amal saleh:
- Kepastian Hari Kiamat dan Neraka bagi Kafir: Surah ini menutup dengan penegasan kembali tentang dahsyatnya Hari Kiamat, tiupan sangkakala, pengumpulan manusia, dan penampakan neraka Jahanam bagi orang-orang kafir. Orang-orang yang mata hatinya tertutup dari mengingat Allah dan telinganya tuli dari kebenaran akan menerima balasan yang setimpal.
- Bahaya Kesia-siaan Amal: Ayat-ayat ini memperkenalkan "orang yang paling merugi perbuatannya," yaitu mereka yang beramal di dunia dengan sangkaan baik, tetapi amalnya sia-sia karena didasari kekufuran terhadap ayat-ayat Allah dan hari akhir. Bagi mereka, tidak ada bobot amal di hari kiamat. Ini adalah peringatan keras bagi mereka yang hanya berorientasi duniawi atau beramal tanpa iman yang benar.
- Balasan bagi Mukmin: Sebaliknya, bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Allah menjanjikan surga Firdaus sebagai tempat tinggal abadi, di mana mereka tidak akan pernah ingin berpindah. Ini adalah janji yang menguatkan hati para mukmin.
- Luasnya Ilmu Allah: Ayat 109 menegaskan bahwa "kalimat-kalimat Tuhanku" (ilmu, hikmah, firman, dan kekuasaan-Nya) sangatlah luas, tidak akan habis ditulis meskipun seluruh lautan dijadikan tinta dan ditambah berkali-kali lipat. Ini menunjukkan keagungan dan kemahaluasan ilmu Allah, yang melebihi segala pemahaman manusia.
- Prinsip Utama Agama (Tauhid dan Amal Saleh): Surah ini ditutup dengan ringkasan pesan kenabian yang paling esensial: Nabi Muhammad ﷺ hanyalah manusia biasa yang diwahyukan kepadanya bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena itu, siapa pun yang berharap bertemu Tuhannya (di akhirat dengan keridaan-Nya), maka syaratnya adalah:
- Mengerjakan amal saleh.
- Tidak mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya (tauhid murni).
Secara keseluruhan, bagian akhir Surah Al-Kahfi adalah puncak dari semua pelajaran yang telah disampaikan melalui kisah-kisah sebelumnya, mengarahkan hati manusia untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa, beramal saleh dengan ikhlas, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang kekal.
Keutamaan Membaca Surah Al-Kahfi
Membaca Surah Al-Kahfi memiliki keutamaan yang sangat besar, terutama jika dilakukan pada hari Jumat. Beberapa keutamaan tersebut antara lain:
- Cahaya di Hari Kiamat: Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Barang siapa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, niscaya dia akan diterangi cahaya antara dia dan Ka'bah." (HR. An-Nasa'i, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi). Dalam riwayat lain: "Barang siapa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jumat." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
- Perlindungan dari Fitnah Dajjal: Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda, "Barang siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari Surah Al-Kahfi, dia akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal." (HR. Muslim). Dalam riwayat lain, juga disebutkan perlindungan dari sepuluh ayat terakhir. Ini menunjukkan pentingnya Surah Al-Kahfi sebagai benteng spiritual dari ujian terbesar di akhir zaman.
- Peringatan dari Empat Fitnah Utama: Seperti yang telah dibahas dalam tafsir, surah ini mengandung pelajaran dari empat kisah utama yang melambangkan empat jenis fitnah:
- Fitnah agama (Ashabul Kahfi)
- Fitnah harta (Dua Pemilik Kebun)
- Fitnah ilmu (Nabi Musa dan Khidir)
- Fitnah kekuasaan (Dzulqarnain)
- Meningkatkan Keimanan dan Ketenangan Hati: Membaca dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an, termasuk Surah Al-Kahfi, akan menenangkan hati dan menguatkan keimanan, sebagaimana firman Allah, "Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28).
Dengan demikian, Surah Al-Kahfi bukan hanya sekadar bacaan, tetapi juga pedoman hidup yang penuh dengan petunjuk dan peringatan untuk menghadapi berbagai cobaan dunia, serta bekal penting untuk kehidupan di akhirat.
Semoga bacaan, terjemahan, dan tafsir Surah Al-Kahfi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua dalam memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran suci Al-Qur'an. Wallahu a'lam bish-shawab.