Menggali Makna dan Pelajaran dari Bacaan Surat Al-Lahab
Surat Al-Lahab adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an, menempati urutan ke-111, dan terdiri dari 5 ayat. Meskipun singkat, kandungan maknanya sangat mendalam dan memiliki latar belakang sejarah yang kuat dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Mekah. Surat ini secara spesifik menyebutkan nama salah satu penentang utama dakwah Nabi, yaitu Abu Lahab, beserta istrinya. Keunikan ini menjadikan Surat Al-Lahab sebuah penanda penting dalam studi sirah nabawiyah (sejarah Nabi) dan tafsir Al-Qur'an.
Dalam artikel ini, kita akan menyelami berbagai aspek Surat Al-Lahab, mulai dari bacaan dalam tulisan Arab, transliterasi Latin, terjemahan, hingga tafsir yang komprehensif. Kita juga akan membahas asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya) surat ini, menelusuri kisah Abu Lahab dan istrinya, serta mengambil pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan umat Islam di era modern ini. Tujuan utama dari pembahasan mendalam ini adalah agar kita tidak hanya sekadar membaca lafazhnya, melainkan juga memahami esensi dan hikmah di baliknya, sehingga dapat memperkuat iman dan memperbaiki amal perbuatan.
Pemahaman yang utuh tentang Surat Al-Lahab tidak hanya membuka wawasan mengenai sejarah awal Islam, tetapi juga mengajarkan tentang konsekuensi kesombongan, penolakan kebenaran, dan kekuasaan Allah yang Mahatinggi dalam menetapkan takdir. Mari kita mulai perjalanan spiritual dan intelektual ini untuk memahami salah satu permata Al-Qur'an yang penuh dengan peringatan dan pelajaran.
1. Bacaan Surat Al-Lahab (Teks Arab, Latin, dan Terjemahan)
Untuk memudahkan pembaca dari berbagai latar belakang, berikut adalah bacaan Surat Al-Lahab dalam teks Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia per ayat. Disarankan untuk selalu merujuk pada teks Arab aslinya dan mempelajarinya dari guru yang kompeten untuk memastikan kebenaran tajwid dan makhraj huruf.
Ayat 1
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ
Tabbat yadā Abī Lahabiw wa tabb.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa!
Ayat 2
مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَ
Mā agnā ‘anhu māluhū wa mā kasab.
Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa (usaha) yang dia usahakan.
Ayat 3
سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ
Sayaṣlā nāran żāta lahab.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
Ayat 4
وَّامْرَاَتُهٗ ۗ حَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ
Wamra'atuh(ū), ḥammālatal-ḥaṭab(i).
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
Ayat 5
فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ
Fī jīdihā ḥablum mim masad.
Di lehernya ada tali dari sabut.
Demikianlah bacaan lengkap Surat Al-Lahab beserta transliterasi Latin dan terjemahannya. Penting untuk diingat bahwa transliterasi Latin hanyalah alat bantu dan tidak dapat sepenuhnya menggantikan pengucapan huruf Arab yang benar. Oleh karena itu, bagi yang ingin mendalami Al-Qur'an, disarankan untuk belajar membaca langsung dari mushaf dengan bimbingan guru.
2. Asbabun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya) Surat Al-Lahab
Setiap surat atau ayat dalam Al-Qur'an memiliki konteks historis dan sosial di balik penurunannya, yang dikenal sebagai Asbabun Nuzul. Memahami asbabun nuzul sangat penting untuk menggali makna yang lebih dalam dan relevansi sebuah ayat. Surat Al-Lahab memiliki asbabun nuzul yang sangat jelas dan dramatis, terkait erat dengan permulaan dakwah Nabi Muhammad ﷺ secara terbuka di Mekah.
A. Perintah Dakwah Terbuka
Menurut riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas, ketika turun firman Allah dalam Surat Asy-Syu'ara ayat 214:
"وَاَنۡذِرۡ عَشِيۡرَتَكَ الۡاَقۡرَبِيۡنَ"
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
Nabi Muhammad ﷺ naik ke bukit Safa di Mekah. Beliau menyeru kaum Quraisy dengan suara yang nyaring, "Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Ady!" Beliau terus menyeru hingga mereka berkumpul di sekelilingnya. Bahkan jika ada seseorang yang tidak bisa datang, ia akan mengutus wakilnya untuk melihat apa yang terjadi.
B. Reaksi Abu Lahab
Ketika semua orang Quraisy telah berkumpul, termasuk paman Nabi, Abu Lahab, Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Bagaimana pendapat kalian jika aku memberitahukan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda di balik bukit ini yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?" Mereka semua menjawab, "Kami tidak pernah mendapati engkau berbohong."
Lalu Nabi ﷺ melanjutkan, "Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian akan datangnya azab yang pedih."
Mendengar pernyataan ini, Abu Lahab dengan lantang dan penuh amarah berkata, "Celakalah engkau! Apakah untuk ini saja engkau mengumpulkan kami?" Kemudian ia mengambil batu dan hendak melemparkannya kepada Nabi ﷺ.
C. Penurunan Surat Al-Lahab
Peristiwa inilah yang menjadi sebab langsung turunnya Surat Al-Lahab. Allah ﷻ langsung membalas ucapan dan tindakan Abu Lahab dengan menurunkan ayat-ayat yang mengutuk dan mengancamnya dengan kehancuran di dunia dan azab di akhirat. Ini menunjukkan betapa besar kemurkaan Allah terhadap orang yang secara terang-terangan menentang kebenaran dan menghina Nabi-Nya.
Asbabun nuzul ini juga memperlihatkan bahwa dakwah Islam pada mulanya menghadapi penolakan yang sangat keras, bahkan dari kerabat terdekat Nabi ﷺ. Ini adalah ujian besar bagi Nabi dan para sahabatnya, sekaligus pelajaran bagi umat Islam tentang keteguhan dalam berdakwah meskipun menghadapi rintangan dari orang-orang terdekat.
3. Tafsir dan Makna Mendalam Surat Al-Lahab per Ayat
Setelah memahami bacaan dan asbabun nuzul, mari kita telusuri tafsir dan makna mendalam dari setiap ayat Surat Al-Lahab, agar kita dapat menggali pelajaran spiritual dan moral yang terkandung di dalamnya.
A. Tafsir Ayat 1: تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa!"
Ayat pertama ini adalah sebuah deklarasi yang sangat kuat dan langsung dari Allah ﷻ. Frasa "tabbat yada Abi Lahab" berarti "binasa kedua tangan Abu Lahab." Dalam tradisi Arab, penyebutan "tangan" sering kali merupakan metafora untuk "usaha" atau "kekuatan." Ini berarti segala daya upaya, kekuasaan, dan pengaruh Abu Lahab yang digunakan untuk menentang dakwah Nabi ﷺ akan hancur dan tidak akan menghasilkan apa-apa selain kerugian.
Adapun frasa "wa tabb" adalah penegasan atas kehancuran tersebut. Beberapa mufassir menafsirkan bahwa "tabbat" yang pertama adalah doa atau berita tentang kehancuran usahanya di dunia, sementara "wa tabb" yang kedua adalah berita tentang kehancuran total dirinya sendiri, termasuk azab di akhirat. Ini adalah ramalan yang menjadi kenyataan, karena Abu Lahab meninggal dunia dalam keadaan hina dan menderita penyakit yang menjijikkan, dan ia akan kekal dalam azab neraka.
Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada kekuatan di muka bumi yang dapat menghalangi kehendak Allah atau menghentikan cahaya kebenaran, bahkan jika penentangnya adalah kerabat terdekat seorang Nabi sekalipun. Ini juga menunjukkan betapa besar murka Allah terhadap mereka yang menghalangi jalan dakwah dan menentang Rasul-Nya.
B. Tafsir Ayat 2: مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَ
"Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa (usaha) yang dia usahakan."
Ayat kedua ini menjelaskan lebih lanjut tentang kehancuran Abu Lahab. Meskipun Abu Lahab adalah seorang yang kaya raya dan memiliki kedudukan sosial yang tinggi di antara kaum Quraisy, semua kekayaan dan statusnya itu tidak akan sedikit pun menyelamatkannya dari murka Allah. Frasa "mā kasab" (apa yang dia usahakan) mencakup tidak hanya harta yang ia peroleh, tetapi juga anak-anaknya, pengaruhnya, dan segala bentuk kekuatan duniawi yang ia miliki. Semua itu akan menjadi sia-sia dan tidak dapat menolongnya dari azab Allah.
Ini adalah pelajaran penting bagi kita bahwa kekayaan dan kekuasaan bukanlah jaminan kebahagiaan atau keselamatan, apalagi di hadapan Allah. Tanpa iman dan amal saleh, harta dan kedudukan justru bisa menjadi beban dan sebab kehancuran. Abu Lahab mungkin merasa bangga dengan kekayaannya, tetapi pada akhirnya, itu tidak mampu membelinya dari hukuman ilahi.
Kisah Abu Lahab ini menjadi cermin bagi siapa saja yang terlalu mengandalkan harta dan kekuasaan untuk melawan kebenaran. Allah menegaskan bahwa segala bentuk dukungan duniawi tidak akan berdaya di hadapan keputusan-Nya. Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak terpedaya oleh gemerlap dunia, melainkan fokus pada bekal akhirat yang abadi.
C. Tafsir Ayat 3: سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ
"Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)."
Ayat ketiga ini menjelaskan balasan konkret bagi Abu Lahab di akhirat. Kata "sayashla" menunjukkan kepastian bahwa ia akan masuk ke dalam api neraka. Frasa "nāran żāta lahab" berarti "api yang bergejolak," atau "api yang memiliki nyala api yang besar." Menariknya, nama "Abu Lahab" sendiri berarti "bapak api" atau "pemilik nyala api." Ini adalah sindiran tajam dari Allah ﷻ, seolah-olah mengatakan, "Ia yang di dunia bangga dengan julukan 'bapak api', kelak akan benar-benar merasakan api yang sesungguhnya di neraka."
Ayat ini adalah ramalan mutlak tentang nasib Abu Lahab, yang kemudian terbukti kebenarannya. Dia meninggal dalam keadaan kafir dan menjadi penghuni neraka. Ini juga menjadi bukti mukjizat Al-Qur'an, yang telah meramalkan nasib seseorang secara pasti dan ramalan tersebut benar-benar terjadi, padahal pada saat surat ini turun, Abu Lahab masih hidup dan memiliki kesempatan untuk bertaubat. Namun, ia tidak pernah beriman, sehingga ramalan ini menjadi nyata.
Dari ayat ini, kita belajar tentang keadilan Allah dan kepastian janji-Nya, baik janji kebaikan bagi orang beriman maupun ancaman azab bagi orang-orang kafir yang menentang kebenaran. Azab neraka adalah realitas yang mengerikan, dan Al-Qur'an seringkali menggunakan gambaran yang kuat untuk memperingatkan manusia agar menjauhinya.
D. Tafsir Ayat 4: وَامْرَاَتُهٗ ۗ حَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ
"Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)."
Tidak hanya Abu Lahab, istrinya juga disebutkan dalam surat ini sebagai penghuni neraka. Nama istri Abu Lahab adalah Arwa binti Harb, saudara perempuan Abu Sufyan, yang dikenal dengan julukan Ummu Jamil. Ayat ini menggambarkannya sebagai "ḥammālatal-ḥaṭab" atau "pembawa kayu bakar."
Ada dua penafsiran utama mengenai frasa "pembawa kayu bakar" ini:
- Makna Harfiah: Beberapa ulama menafsirkan bahwa Ummu Jamil memang secara fisik membawa kayu bakar untuk diletakkan di jalur yang biasa dilalui Nabi Muhammad ﷺ pada malam hari. Tujuannya adalah untuk menyakiti Nabi atau mempersulit langkahnya di kegelapan.
- Makna Metaforis: Mayoritas ulama menafsirkan "pembawa kayu bakar" sebagai metafora untuk "penyebar fitnah" atau "pengadu domba." Ummu Jamil dikenal sebagai wanita yang suka menyebar gosip, caci maki, dan fitnah tentang Nabi Muhammad ﷺ dan ajaran Islam. Ia gemar memprovokasi orang lain untuk memusuhi Nabi dan sering kali menambah "minyak ke api" permusuhan antara Abu Lahab dan Nabi ﷺ. Ia adalah sosok yang sangat aktif dalam membantu suaminya menentang dakwah.
Kedua penafsiran ini saling melengkapi, menunjukkan betapa aktifnya Ummu Jamil dalam permusuhan terhadap Islam. Ayat ini mengajarkan bahwa dosa dan konsekuensinya tidak hanya berlaku bagi laki-laki, tetapi juga bagi perempuan yang terlibat dalam kemungkaran. Seseorang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya sendiri. Lebih dari itu, ia juga akan mendapatkan balasan atas perannya sebagai penyebar fitnah dan perusak hubungan, yang dalam Islam sangat dikecam.
E. Tafsir Ayat 5: فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ
"Di lehernya ada tali dari sabut."
Ayat terakhir ini menjelaskan nasib Ummu Jamil di akhirat. "Fī jīdihā ḥablum mim masad" berarti "di lehernya ada tali dari sabut." Frasa ini juga memiliki beberapa penafsiran:
- Makna Harfiah (Azab): Tali dari sabut adalah tali yang kasar, berat, dan menyakitkan. Ini melambangkan azab yang akan menimpa Ummu Jamil di neraka, di mana ia akan disiksa dengan tali sabut yang melilit lehernya, mungkin sambil terus membawa beban kayu bakar (dosa-dosanya).
- Makna Metaforis (Penghinaan Dunia): Ada pula yang menafsirkan bahwa di dunia, Ummu Jamil sering memakai kalung mewah yang mahal. Ayat ini adalah bentuk ejekan bahwa di akhirat, kalung mewahnya akan diganti dengan tali sabut yang kasar sebagai tanda kehinaan dan azab. Ini menunjukkan bahwa kemewahan dunia tidak akan menyelamatkan seseorang dari azab akhirat jika ia kufur dan memusuhi kebenaran.
- Makna Metaforis (Konsekuensi Dosa): Tali sabut juga bisa melambangkan ikatan dosa-dosanya yang tak terputus, atau bahwa ia akan diseret ke neraka dengan tali tersebut, sama seperti hewan yang diseret.
Inti dari ayat ini adalah penegasan azab yang pedih bagi Ummu Jamil atas perannya dalam menentang Nabi ﷺ dan menyebarkan fitnah. Ini adalah peringatan keras bagi siapa saja yang menggunakan lidahnya untuk keburukan, menyebar permusuhan, dan menghalangi jalan dakwah kebenaran.
4. Pelajaran dan Hikmah dari Surat Al-Lahab
Surat Al-Lahab, dengan segala detailnya, mengandung banyak pelajaran dan hikmah yang relevan bagi kehidupan umat Islam, baik individu maupun masyarakat. Mari kita eksplorasi beberapa di antaranya:
A. Keberanian dalam Menyampaikan Kebenaran
Nabi Muhammad ﷺ, meskipun menghadapi penolakan keras dari pamannya sendiri, tidak gentar dalam menyampaikan risalah Allah. Beliau tetap teguh dan melanjutkan dakwahnya. Ini mengajarkan kita untuk berani berdiri di atas kebenaran, bahkan ketika itu berarti berhadapan dengan orang-orang terdekat atau pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
Kisah Nabi di bukit Safa menunjukkan bagaimana seorang dai harus memulai dakwahnya dengan kejujuran dan kepercayaan. Ketika Nabi bertanya apakah kaum Quraisy akan memercayainya jika ia memberitahukan tentang musuh di balik bukit, mereka semua menjawab "ya" karena rekam jejak Nabi yang selalu jujur. Fondasi kepercayaan ini sangat vital dalam dakwah. Meskipun Abu Lahab menentang, kebenaran tentang Nabi sebagai Al-Amin (yang terpercaya) sudah tertanam dalam hati banyak orang.
B. Kekuatan dan Kekuasaan Allah di Atas Segala-galanya
Surat ini menjadi bukti nyata bahwa kekuasaan Allah jauh melampaui segala kekuatan duniawi. Harta dan kedudukan Abu Lahab yang melimpah tidak sedikit pun dapat melindunginya dari kehancuran dan azab Allah. Ini adalah pengingat bahwa hanya Allah sajalah sumber kekuatan sejati, dan kepada-Nyalah seharusnya kita bersandar dan bertawakal.
Ayat ini juga menyoroti bagaimana Allah bisa menghinakan orang yang sombong dan menentang kebenaran, bahkan jika orang itu secara fisik sangat kuat atau kaya. Hal ini menunjukkan bahwa kemenangan sejati bukan terletak pada jumlah pasukan atau harta benda, melainkan pada dukungan dan pertolongan Allah. Sejarah Islam penuh dengan contoh di mana kaum Muslimin yang sedikit dan lemah mengalahkan musuh yang banyak dan kuat karena pertolongan Allah.
C. Konsekuensi Kesombongan dan Penolakan Kebenaran
Abu Lahab menolak dakwah Nabi ﷺ karena kesombongan, keangkuhan, dan kebutaan hatinya. Ia tidak dapat menerima bahwa seorang anak yatim miskin seperti Muhammad dapat menjadi Nabi. Surat Al-Lahab menunjukkan konsekuensi pahit dari sikap semacam ini: kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Ini menjadi peringatan keras bagi setiap individu atau kelompok yang menolak kebenaran karena gengsi, kepentingan pribadi, atau kesombongan.
Kesombongan seringkali menjadi penghalang terbesar bagi manusia untuk menerima hidayah. Orang yang sombong merasa dirinya lebih baik, lebih pintar, atau lebih berhak, sehingga sulit bagi mereka untuk tunduk pada kebenaran, apalagi jika kebenaran itu datang dari sumber yang mereka anggap rendah atau tidak sesuai dengan pandangan mereka. Surat Al-Lahab adalah cermin bagi hati yang sombong, menunjukkan bagaimana Allah menghukum kesombongan tersebut dengan kehinaan yang abadi.
D. Bahaya Fitnah dan Adu Domba
Peran Ummu Jamil sebagai "pembawa kayu bakar" menyoroti bahaya fitnah, adu domba, dan penyebaran kebencian. Islam sangat mengecam perbuatan ini karena dapat merusak tatanan sosial, memecah belah umat, dan menimbulkan permusuhan. Azab yang dijanjikan bagi Ummu Jamil menunjukkan betapa seriusnya dosa ini di mata Allah.
Di era informasi yang cepat ini, pelajaran dari Ummu Jamil menjadi semakin relevan. Penyebaran berita bohong, gosip, dan ujaran kebencian melalui media sosial dapat memiliki dampak yang sangat merusak, jauh melampaui apa yang bisa dilakukan Ummu Jamil di masa lalu. Umat Islam harus sangat berhati-hati dalam setiap ucapan dan tulisan, memastikan bahwa ia tidak menjadi "pembawa kayu bakar" yang justru menyulut api fitnah dan perpecahan.
E. Keadilan Ilahi yang Mutlak
Surat Al-Lahab juga menegaskan keadilan Allah yang mutlak. Setiap perbuatan, baik maupun buruk, akan mendapatkan balasan yang setimpal. Orang yang menentang kebenaran dan menyebarkan keburukan tidak akan luput dari perhitungan Allah. Ini memberikan ketenangan bagi orang-orang yang beriman bahwa keadilan akan selalu ditegakkan, cepat atau lambat.
Bagi orang-orang yang dizalimi dan difitnah, surat ini menjadi penenang bahwa Allah tidak akan membiarkan kezaliman berlalu begitu saja. Sementara bagi para pelaku kezaliman, surat ini adalah peringatan keras bahwa mereka tidak akan bisa lari dari konsekuensi perbuatan mereka. Keadilan Allah tidak hanya berlaku di akhirat, tetapi seringkali juga diperlihatkan di dunia, meskipun dengan cara dan waktu yang hanya Allah yang tahu.
F. Ramalan Al-Qur'an dan Kemukjizatannya
Fakta bahwa surat ini diturunkan saat Abu Lahab dan istrinya masih hidup, meramalkan kematian mereka dalam keadaan kufur dan azab neraka, dan ramalan itu terbukti sepenuhnya, merupakan salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur'an. Tidak ada manusia yang dapat membuat ramalan setepat itu tentang masa depan seseorang, apalagi jika menyangkut kematian dalam keadaan kufur.
Ini menguatkan keyakinan umat Islam akan kebenaran Al-Qur'an sebagai Kalamullah (firman Allah) yang tiada keraguan di dalamnya. Mukjizat ini juga membuktikan kenabian Muhammad ﷺ, bahwa beliau benar-benar mendapatkan wahyu dari Allah ﷻ.
G. Pentingnya Menjaga Lisan dan Perbuatan
Tafsir mengenai Ummu Jamil sebagai penyebar fitnah mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lisan dan perbuatan. Setiap kata yang terucap dan setiap tindakan yang dilakukan dapat memiliki konsekuensi yang jauh, baik di dunia maupun di akhirat. Perkataan yang buruk, fitnah, dan ujaran kebencian adalah dosa-dosa besar yang dapat menghancurkan pahala dan membawa pelakunya pada azab.
Seorang Muslim dituntut untuk selalu berbicara baik atau diam, untuk menyebarkan kebaikan dan kedamaian, bukan permusuhan. Lisan adalah pedang bermata dua; bisa membawa kepada surga jika digunakan untuk kebaikan, dan bisa menjerumuskan ke neraka jika digunakan untuk keburukan.
5. Konteks Sejarah dan Sosial di Balik Surat Al-Lahab
Untuk memahami sepenuhnya dampak dan signifikansi Surat Al-Lahab, penting untuk melihatnya dalam konteks sejarah dan sosial Mekah pada awal dakwah Islam. Periode ini adalah masa yang sangat krusial dan penuh gejolak bagi Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya.
A. Posisi Nabi Muhammad ﷺ dan Abu Lahab dalam Masyarakat Mekah
Nabi Muhammad ﷺ berasal dari Bani Hasyim, salah satu kabilah terkemuka dari suku Quraisy. Abu Lahab (nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muttalib) adalah paman kandung Nabi ﷺ, yang berarti mereka memiliki hubungan darah yang sangat dekat. Dalam masyarakat Arab, hubungan kekerabatan sangat dihormati dan seorang paman biasanya diharapkan untuk melindungi keponakannya, terutama dalam sistem kesukuan. Namun, Abu Lahab justru menjadi salah satu penentang paling sengit terhadap dakwah Nabi.
Abu Lahab juga merupakan orang yang terpandang dan kaya raya di Mekah. Kekuasaan, harta, dan status sosialnya membuatnya merasa superior dan tidak perlu mendengarkan ajaran baru yang dibawa oleh keponakannya sendiri, yang dianggap mengancam status quo dan tradisi nenek moyang mereka. Konflik ini bukanlah sekadar konflik pribadi, melainkan konflik ideologi dan keyakinan yang mendalam.
B. Tahap Awal Dakwah Terbuka
Sebelum turunnya perintah dakwah terbuka di bukit Safa, Nabi Muhammad ﷺ berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama kurang lebih tiga tahun. Ketika perintah dakwah terbuka datang, ini menandai titik balik penting. Dakwah menjadi lebih frontal dan menantang status quo berhala di Ka'bah yang menjadi sumber penghidupan ekonomi Mekah.
Respons Abu Lahab yang sangat agresif saat itu menunjukkan betapa gentarnya para pembesar Quraisy terhadap ajaran Islam yang menuntut pengesaan Tuhan (tauhid) dan penolakan terhadap berhala. Bagi mereka, ini adalah ancaman terhadap kekuasaan, ekonomi, dan tradisi warisan leluhur mereka.
C. Ancaman Terhadap Sistem Sosial dan Ekonomi Mekah
Islam datang dengan membawa pesan persamaan derajat antara semua manusia, penolakan penyembahan berhala, dan penekanan pada moralitas. Ajaran-ajaran ini secara langsung mengancam sistem sosial Mekah yang didominasi oleh kaum bangsawan Quraisy, yang kekuasaan dan kekayaannya banyak bergantung pada praktik penyembahan berhala dan perdagangan yang terkait dengannya.
Abu Lahab, sebagai bagian dari elit Quraisy, memiliki kepentingan pribadi yang besar dalam mempertahankan sistem lama. Oleh karena itu, penolakannya terhadap Islam bukan hanya masalah keyakinan, tetapi juga masalah politik, ekonomi, dan status sosial.
D. Peran Ummu Jamil
Istri Abu Lahab, Ummu Jamil, juga memiliki peran penting dalam penentangan ini. Sebagai saudara perempuan Abu Sufyan (pemimpin klan Bani Umayyah, yang pada awalnya juga menentang Islam sebelum akhirnya masuk Islam), ia juga berasal dari keluarga terpandang. Keterlibatannya dalam menyebarkan fitnah menunjukkan bahwa penentangan terhadap Islam tidak hanya terbatas pada kaum laki-laki, tetapi juga melibatkan kaum perempuan dari elit Mekah, yang menggunakan pengaruh mereka untuk menghalangi dakwah Nabi.
Interaksi antara Abu Lahab dan Ummu Jamil dalam menentang Nabi menjadi contoh bagaimana keluarga dapat bersatu dalam keburukan dan bagaimana hal itu justru akan membawa mereka pada kehancuran bersama.
E. Signifikansi Penamaan Surat
Surat ini adalah satu-satunya surat dalam Al-Qur'an yang secara eksplisit menyebutkan nama seseorang sebagai objek kutukan dan ancaman azab. Ini adalah kehormatan (dalam konteks negatif) yang tidak diberikan kepada tokoh penentang lainnya, seperti Abu Jahal atau orang-orang kafir Makkah pada umumnya. Penamaan ini menunjukkan betapa besar dosa dan perbuatan Abu Lahab di mata Allah, yang menentang Nabi-Nya dengan begitu rupa meskipun ia adalah paman kandung Nabi.
Nama "Al-Lahab" sendiri, yang berarti "nyala api," sangat relevan dengan takdir Abu Lahab di neraka, yaitu api yang bergejolak. Ini adalah contoh penggunaan gaya bahasa Al-Qur'an yang sangat puitis dan bermakna ganda.
Dengan memahami konteks sejarah ini, kita dapat lebih mengapresiasi mengapa Surat Al-Lahab diturunkan dan mengapa pesannya begitu penting dalam sejarah awal Islam dan bagi umat manusia secara keseluruhan.
6. Hubungan Surat Al-Lahab dengan Surat-Surat Lain dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab yang kohesif dan harmonis, di mana setiap surat dan ayat memiliki keterkaitan dengan yang lain, baik secara makna maupun penempatan. Surat Al-Lahab, meskipun pendek, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki hubungan dengan surat-surat sebelumnya dan sesudahnya, serta dengan tema-tema umum Al-Qur'an.
A. Hubungan dengan Surat Al-Kautsar (Surat ke-108)
Surat Al-Lahab sering dilihat sebagai respons langsung atau kelanjutan dari Surat Al-Kautsar. Dalam Surat Al-Kautsar, Allah memberikan karunia yang melimpah (Al-Kautsar) kepada Nabi Muhammad ﷺ dan memberitahukan bahwa penentang Nabi-lah yang akan terputus (abtar):
"اِنَّاۤ اَعۡطَيۡنٰكَ الۡكَوۡثَرَ"
"Sesungguhnya Kami telah memberimu (Muhammad) Kautsar (nikmat yang banyak)."
"فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانۡحَرۡ"
"Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)."
"اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الۡاَبۡتَرُ"
"Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
Surat Al-Kautsar turun sebagai penghiburan bagi Nabi ketika beliau diejek "abtar" (terputus keturunannya atau terputus kebaikannya) oleh orang-orang kafir Quraisy, khususnya setelah putra-putra beliau meninggal dunia. Mereka mengira dengan tidak adanya keturunan laki-laki, dakwah Nabi akan terhenti dan namanya akan dilupakan.
Surat Al-Lahab kemudian datang untuk mengidentifikasi secara spesifik siapa "orang yang membencimu dialah yang terputus" itu, yaitu Abu Lahab. Jadi, Surat Al-Kautsar memberikan janji umum, dan Surat Al-Lahab memberikan contoh konkret tentang siapa yang dimaksud dengan "terputus" tersebut. Ini menunjukkan keadilan Allah dalam membela Nabi-Nya dan menghinakan musuh-musuh-Nya.
B. Hubungan dengan Surat An-Nashr (Surat ke-110)
Secara umum, surat-surat pendek terakhir dalam Al-Qur'an (Juz Amma) seringkali memiliki tema yang berkaitan dengan kemenangan Islam dan kekalahan kaum kafir. Surat An-Nashr berbicara tentang pertolongan Allah dan kemenangan Islam yang akan datang:
"اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُۙ"
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,"
"وَرَاَيۡتَ النَّاسَ يَدۡخُلُوۡنَ فِىۡ دِيۡنِ اللّٰهِ اَفۡوَاجًاۙ"
"Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,"
"فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَاسۡتَغۡفِرۡهُ ؕ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا"
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat."
Dalam konteks ini, Surat Al-Lahab dapat dilihat sebagai salah satu contoh awal dari pertolongan Allah dan kehinaan yang menimpa musuh-musuh Islam, yang kemudian berpuncak pada kemenangan besar seperti Fathu Makkah (Pembebasan Mekah) yang disinggung dalam Surat An-Nashr. Surat Al-Lahab menunjukkan bahwa bahkan di masa-masa sulit awal dakwah, Allah sudah menjanjikan kekalahan bagi musuh dan kemenangan bagi Nabi-Nya.
C. Kaitan dengan Tema Umum Azab dan Keadilan Ilahi
Banyak surat dalam Al-Qur'an, terutama surat-surat Mekah, seringkali berbicara tentang ancaman azab bagi kaum kafir dan orang-orang yang menolak kebenaran, serta janji pahala bagi orang-orang beriman. Surat Al-Lahab adalah salah satu contoh paling gamblang dari tema ini, menunjukkan bagaimana ancaman azab Allah itu nyata dan dapat menimpa siapa saja yang menentang ajaran-Nya.
Ini juga terkait dengan tema Tauhid (keesaan Allah) yang menjadi inti dakwah Nabi. Dengan menentang Nabi, Abu Lahab secara tidak langsung menentang Allah yang mengutus Nabi. Maka, balasan yang setimpal pun diberikan oleh Allah ﷻ.
D. Penempatan dalam Urutan Mushaf
Urutan surat dalam mushaf Al-Qur'an adalah tawqifi (sesuai petunjuk Nabi ﷺ), bukan berdasarkan urutan turunnya. Penempatan Surat Al-Lahab di akhir Al-Qur'an, dekat dengan surat-surat pelindung (Al-Falaq, An-Nas) dan surat-surat yang menyoroti keesaan Allah (Al-Ikhlas), menunjukkan pentingnya pesan tentang konsekuensi penentangan terhadap kebenaran, dan bagaimana perlindungan dari Allah datang bagi mereka yang beriman. Ini juga berfungsi sebagai pengingat terakhir bagi pembaca tentang pertarungan antara kebenaran dan kebatilan.
Dengan demikian, Surat Al-Lahab bukanlah sebuah entitas yang terisolasi, melainkan bagian integral dari struktur Al-Qur'an yang saling terkait, memberikan pelajaran mendalam tentang iman, tauhid, konsekuensi kesombongan, dan keadilan Allah.
7. Perdebatan dan Pandangan Berbeda dalam Tafsir Surat Al-Lahab
Meskipun makna dasar Surat Al-Lahab cukup jelas, beberapa aspeknya telah memunculkan perdebatan atau pandangan yang beragam di kalangan ulama tafsir. Menjelajahi pandangan-pandangan ini dapat memperkaya pemahaman kita tentang surat tersebut.
A. Makna "Tabba" (Binasalah)
Sebagian besar ulama sepakat bahwa "tabbat yada Abi Lahab" adalah doa yang dikabulkan atau berita tentang kehancuran usahanya di dunia, sementara "wa tabb" adalah penegasan tentang kehancuran total dirinya di akhirat. Namun, ada juga yang menafsirkannya sebagai bentuk informasi atau ramalan semata, bukan doa.
Perbedaan ini biasanya tidak mengubah inti makna surat, tetapi sedikit mempengaruhi nuansa kebahasaan. Apakah Allah mendoakan kebinasaan bagi Abu Lahab, ataukah Dia memberitakan bahwa Abu Lahab memang telah dan akan binasa? Konsensusnya cenderung ke arah kedua, yaitu berita kepastian kehancuran, yang implikasinya jauh lebih kuat daripada sekadar doa.
B. Makna "Hammalatal Hatab" (Pembawa Kayu Bakar)
Ini adalah salah satu poin tafsir yang paling sering dibahas. Seperti yang telah disebutkan, ada dua pandangan utama:
- Makna Harfiah: Bahwa Ummu Jamil benar-benar membawa kayu bakar berduri dan menaburkannya di jalan Nabi ﷺ. Pendukung pandangan ini merujuk pada beberapa riwayat yang menggambarkan tindakan fisiknya. Mereka berpendapat bahwa penggunaan bahasa yang sangat konkret menunjukkan tindakan fisik yang nyata.
- Makna Metaforis: Mayoritas ulama lebih cenderung kepada pandangan bahwa ini adalah metafora untuk penyebar fitnah dan pengadu domba. Alasan utamanya adalah karena "membawa kayu bakar" dalam idiom Arab sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang menyulut permusuhan atau menyebarkan gosip (yaitu, menyalakan api fitnah). Ini juga lebih sesuai dengan gambaran umum tentang Ummu Jamil yang suka mencaci maki Nabi.
Kedua pandangan ini tidak saling menafikan sepenuhnya, karena Ummu Jamil bisa saja melakukan kedua hal tersebut. Namun, penekanan metaforis lebih sering dijumpai karena kekuatan retorikanya dalam bahasa Arab.
C. Makna "Hablu min Masad" (Tali dari Sabut)
Sama halnya dengan "hammalatal hatab", "tali dari sabut" juga memiliki interpretasi harfiah dan metaforis:
- Makna Harfiah (di Akhirat): Tali sabut akan benar-benar melilit lehernya di neraka sebagai bagian dari azabnya. Ini adalah gambaran visual tentang penderitaan fisik.
- Makna Metaforis (di Dunia/Akhirat): Bisa jadi sindiran terhadap kalung mewah Ummu Jamil di dunia yang akan diganti dengan tali sabut di akhirat. Atau, melambangkan ikatan dosa-dosanya yang akan menyeretnya ke neraka. Ada juga yang menafsirkannya sebagai rantai yang mengikat lehernya dan menyeretnya ke api neraka, sebuah konsekuensi logis dari dosanya sebagai penyebar fitnah.
Lagi-lagi, penafsiran metaforis lebih menonjol karena kekayaan bahasa Arab. Namun, tidak ada keraguan bahwa inti dari ayat ini adalah azab yang pedih bagi Ummu Jamil.
D. Apakah Surat Ini Melanggar Prinsip Kebebasan Berkeyakinan?
Beberapa pihak non-Muslim atau yang kurang memahami Islam kadang mempertanyakan mengapa Al-Qur'an secara spesifik menyebut nama seseorang dan mengancamnya dengan neraka. Ini bisa dipandang sebagai pelanggaran terhadap kebebasan berkeyakinan atau seolah-olah Islam mengajarkan kebencian. Namun, ulama menjelaskan bahwa:
- Konsekuensi Penolakan Kebenaran: Surat ini adalah peringatan tentang konsekuensi penolakan kebenaran secara terang-terangan dan permusuhan terhadap Nabi ﷺ, bukan sekadar ketidakpercayaan biasa. Abu Lahab bukan hanya tidak beriman, tetapi secara aktif memusuhi dan menghalangi dakwah Nabi.
- Mukjizat Al-Qur'an: Ini adalah bagian dari mukjizat Al-Qur'an yang meramalkan nasib Abu Lahab, yang kemudian terbukti. Jika Abu Lahab bertaubat dan beriman setelah surat ini turun, maka ramalan ini akan gugur, dan itu akan menjadi argumen besar bagi kaum kafir untuk menolak Al-Qur'an. Namun, hal itu tidak terjadi, membuktikan kebenaran wahyu.
- Keadilan Allah: Ini menunjukkan keadilan Allah yang akan membalas setiap perbuatan. Allah tidak menzalimi siapa pun, tetapi manusia menzalimi dirinya sendiri. Ancaman ini adalah bentuk keadilan ilahi terhadap kezaliman Abu Lahab dan istrinya.
Perdebatan ini menyoroti perlunya memahami konteks historis, linguistik, dan teologis dari setiap ayat Al-Qur'an agar tidak terjadi kesalahpahaman.
8. Relevansi Surat Al-Lahab di Era Kontemporer
Meskipun Surat Al-Lahab turun lebih dari 14 abad yang lalu, pesan dan pelajarannya tetap sangat relevan dan aplikatif di era modern ini. Kita dapat mengambil banyak hikmah untuk menghadapi tantangan zaman.
A. Ujian dan Tantangan dalam Berdakwah
Dakwah Islam selalu menghadapi tantangan, bahkan dari lingkungan terdekat. Kisah Abu Lahab mengingatkan para dai dan umat Islam bahwa penolakan dan permusuhan adalah bagian dari perjalanan dakwah. Penting untuk tetap sabar, teguh, dan bijaksana dalam menyampaikan kebenaran, meneladani kesabaran Nabi Muhammad ﷺ.
Di era globalisasi dan informasi, dakwah menghadapi tantangan baru seperti islamofobia, stigma negatif, dan persebaran disinformasi. Namun, prinsip-prinsip keteguhan dan kebijaksanaan dalam berdakwah yang diajarkan dalam kisah ini tetap fundamental.
B. Kekuatan Harta dan Jabatan yang Semu
Ayat kedua Surat Al-Lahab menjadi pengingat abadi bahwa harta dan jabatan tidak dapat menyelamatkan seseorang dari murka Allah jika ia menyalahgunakannya untuk menentang kebenaran. Di dunia yang sangat materialistis ini, banyak orang terpedaya oleh kekayaan dan kekuasaan, menggunakannya untuk menindas atau menghalangi jalan Allah.
Surat ini menegaskan bahwa kekuatan sejati ada pada Allah, dan akhirat adalah tujuan yang kekal. Kekayaan dan kekuasaan hanyalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika digunakan untuk kebaikan, ia menjadi berkah; jika untuk keburukan, ia menjadi laknat.
C. Ancaman Fitnah dan Hoaks di Era Digital
Gambaran Ummu Jamil sebagai "pembawa kayu bakar" sangat relevan dengan fenomena fitnah, hoaks, dan ujaran kebencian di media sosial saat ini. Dengan mudahnya informasi (baik benar maupun salah) menyebar, kita semua berpotensi menjadi "pembawa kayu bakar" jika tidak berhati-hati dalam menyaring dan menyebarkan berita.
Pelajaran dari Ummu Jamil adalah peringatan keras bagi kita untuk menjaga lisan (dan tulisan) agar tidak menyebarkan sesuatu yang merusak, memecah belah, atau menyulut permusuhan. Seorang Muslim harus menjadi agen perdamaian dan kebaikan, bukan penyebar kerusakan.
D. Pentingnya Kebenaran dan Keadilan
Surat Al-Lahab menegaskan bahwa kebenaran akan selalu menang dan keadilan Allah akan selalu ditegakkan. Meskipun orang-orang kafir dan zalim mungkin tampak berkuasa untuk sementara waktu, pada akhirnya mereka akan binasa dan menerima balasan yang setimpal.
Ini memberikan harapan dan kekuatan bagi umat Islam yang mungkin merasa tertekan oleh kezaliman atau ketidakadilan di dunia. Kita diingatkan untuk selalu berpegang teguh pada kebenaran dan percaya pada janji Allah.
E. Pelajaran tentang Hubungan Keluarga
Kisah ini juga memberikan pelajaran tentang bagaimana hubungan kekerabatan tidak dapat menjadi jaminan keselamatan di akhirat jika tidak disertai dengan iman. Bahkan paman Nabi sekalipun, jika menentang kebenaran, akan menghadapi konsekuensi yang berat.
Ini mengingatkan kita untuk mendahulukan iman dan ketaatan kepada Allah di atas segalanya, bahkan di atas hubungan keluarga jika hubungan tersebut menuntut kita untuk mengorbankan prinsip-prinsip Islam. Namun, ini juga tidak berarti memutuskan silaturahmi, melainkan tetap berdakwah kepada keluarga dengan hikmah dan kesabaran.
9. Menghayati Nama "Al-Lahab"
Nama surat ini sendiri, "Al-Lahab," adalah sebuah simbolisme yang mendalam. "Lahab" berarti nyala api atau kobaran api. Penamaan ini sangat tepat karena dua alasan utama:
A. Julukan Abu Lahab
Nama asli paman Nabi adalah Abdul Uzza, namun ia lebih dikenal dengan julukan Abu Lahab ("Bapak Api") karena wajahnya yang rupawan dan kemerahan, atau karena kecerdasannya yang seperti kobaran api. Allah kemudian menggunakan julukan ini sebagai sindiran yang sangat tajam. Dia yang di dunia bangga dengan nama "Bapak Api" karena rupa atau kecerdasannya, akan merasakan "Api" yang sesungguhnya di akhirat.
Ini adalah ironi ilahi yang menunjukkan kekuasaan Allah dalam membalikkan makna. Apa yang menjadi kebanggaan di dunia, justru menjadi sebab kehinaan di akhirat.
B. Gambaran Azab
Kata "lahab" juga secara langsung merujuk pada "api yang bergejolak" (نارًا ذات لهب) yang akan menjadi tempat kembalinya Abu Lahab di neraka. Ini adalah penegasan visual dan linguistik tentang jenis azab yang akan menimpanya. Api yang bergejolak menunjukkan intensitas dan dahsyatnya siksaan neraka.
Penamaan ini tidak hanya deskriptif tentang azab, tetapi juga menjadi peringatan simbolis bagi siapa pun yang memiliki karakter seperti Abu Lahab: keras kepala, sombong, menentang kebenaran, dan senang menyulut api permusuhan. Mereka pun kelak akan berhadapan dengan api yang sesungguhnya.
Dengan menghayati nama surat ini, kita dapat merasakan betapa Al-Qur'an menggunakan bahasa yang sangat kaya, mendalam, dan penuh dengan makna yang berlapis, yang mengajak kita untuk merenung dan mengambil pelajaran.
10. Kesimpulan
Surat Al-Lahab, meskipun pendek, adalah permata Al-Qur'an yang kaya akan pelajaran dan hikmah. Dari bacaan ayat-ayatnya, asbabun nuzul yang dramatis, hingga tafsirnya yang mendalam, kita dapat menggali pemahaman tentang konsekuensi kesombongan, penolakan kebenaran, bahaya fitnah, serta keadilan dan kekuasaan Allah yang mutlak.
Kisah Abu Lahab dan istrinya adalah pengingat bahwa tidak ada yang dapat menghalangi kehendak Allah. Harta, kekuasaan, dan hubungan kekerabatan tidak akan menyelamatkan seseorang dari azab jika ia menentang kebenaran dan Rasul-Nya. Surat ini juga menjadi bukti nyata kemukjizatan Al-Qur'an, yang telah meramalkan nasib seorang individu dengan akurat.
Di era modern ini, pesan-pesan dari Surat Al-Lahab tetap sangat relevan. Kita diajarkan untuk teguh dalam berdakwah, tidak terpedaya oleh gemerlap dunia, berhati-hati dalam menjaga lisan dari fitnah, serta selalu meyakini bahwa kebenaran akan selalu menang dan keadilan Allah akan ditegakkan. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran berharga dari surat ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, demi meraih ridha Allah ﷻ.
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang bacaan surat Al-Lahab dan makna di baliknya bukan hanya menambah pengetahuan kita tentang Al-Qur'an, tetapi juga menguatkan iman kita dan memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, menjauhi sifat-sifat tercela Abu Lahab, dan meneladani Nabi Muhammad ﷺ dalam menyampaikan kebenaran dengan kesabaran dan keteguhan.
Pertanyaan Sering Diajukan (FAQ) tentang Surat Al-Lahab
Berikut adalah beberapa pertanyaan umum yang sering diajukan mengenai Surat Al-Lahab:
1. Apa nama lain dari Surat Al-Lahab?
Surat Al-Lahab juga dikenal dengan nama Surat Al-Masad, yang diambil dari kata "masad" (sabut) di ayat terakhir.
2. Mengapa hanya Abu Lahab yang disebutkan namanya dalam Al-Qur'an sebagai musuh Nabi?
Abu Lahab disebutkan secara spesifik karena dua alasan utama: Pertama, dia adalah paman kandung Nabi Muhammad ﷺ, yang seharusnya menjadi pelindungnya, namun justru menjadi penentang paling sengit dan agresif. Kedua, penamaan ini menjadi bukti mukjizat Al-Qur'an, yang meramalkan nasib Abu Lahab (mati dalam kekafiran dan masuk neraka) saat ia masih hidup, dan ramalan itu terbukti. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang mutlak benar.
3. Apa makna "hammalatal hatab" (pembawa kayu bakar)?
Frasa ini merujuk pada istri Abu Lahab, Ummu Jamil. Maknanya memiliki dua penafsiran utama: secara harfiah, ia membawa kayu bakar berduri untuk menyakiti Nabi; atau secara metaforis, ia adalah penyebar fitnah dan adu domba yang memprovokasi permusuhan terhadap Nabi ﷺ. Penafsiran metaforis lebih banyak dianut oleh ulama karena kekuatan retorikanya dalam bahasa Arab.
4. Apa pelajaran utama dari Surat Al-Lahab?
Pelajaran utamanya antara lain: pentingnya keberanian dalam menyampaikan kebenaran, kekuasaan Allah di atas segala kekuatan duniawi, konsekuensi kesombongan dan penolakan kebenaran, bahaya fitnah dan adu domba, serta keadilan ilahi yang mutlak.
5. Apakah Surat Al-Lahab berarti Allah membenci orang-orang kafir?
Surat Al-Lahab adalah peringatan keras tentang konsekuensi kekufuran dan permusuhan terhadap kebenaran serta Rasul-Nya. Allah Mahapenyayang, tetapi juga Mahadil. Surat ini menunjukkan keadilan-Nya dalam membalas perbuatan orang yang secara aktif menentang dan menyakiti Nabi-Nya, bukan sekadar tidak beriman. Ini adalah konsekuensi dari pilihan seseorang untuk menolak petunjuk dan memilih jalan permusuhan.