Ilustrasi simbol Al-Quran dan belajar, melambangkan bacaan dalam shalat.
Pendahuluan: Pentingnya Bacaan Surat Tambahan dalam Shalat
Shalat adalah tiang agama dan ibadah yang paling utama dalam Islam. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna dan hukum tersendiri yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Salah satu rukun shalat yang fundamental adalah membaca surat Al-Fatihah. Namun, setelah Al-Fatihah, terdapat anjuran untuk membaca surat atau beberapa ayat dari Al-Quran. Bagian ini sering disebut sebagai 'bacaan surat setelah Al-Fatihah' dan memiliki kedudukan penting yang patut dipahami oleh setiap Muslim.
Meskipun bukan termasuk rukun shalat yang membatalkan jika ditinggalkan, membaca surat atau ayat Al-Quran setelah Al-Fatihah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ secara konsisten. Pemahaman yang mendalam mengenai hukum, pilihan surat, tata cara, serta hikmah di baliknya akan membantu kita meningkatkan kualitas shalat, kekhusyukan, dan kedekatan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk bacaan surat setelah Al-Fatihah, dari dasar hukum hingga pilihan surat-surat yang biasa dibaca, disertai dengan sedikit tafsir dan keutamaannya, demi shalat yang lebih sempurna dan bermakna.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai seorang Muslim, shalat menjadi rutinitas wajib yang tak terpisahkan. Ia bukan hanya sekadar gugur kewajiban, melainkan sarana komunikasi langsung antara hamba dengan Rabb-nya. Kualitas shalat sangat dipengaruhi oleh penghayatan dan pemahaman kita terhadap setiap bagiannya. Oleh karena itu, mari kita selami lebih dalam aspek penting ini agar shalat kita bukan hanya sah, tetapi juga diterima dengan pahala yang berlipat ganda.
Dasar Hukum dan Kedudukan Membaca Surat Setelah Al-Fatihah
Membaca surat atau beberapa ayat Al-Quran setelah Al-Fatihah dalam shalat bukan sekadar kebiasaan, melainkan praktik yang memiliki landasan syariat yang kuat dari Al-Quran dan As-Sunnah. Kedudukannya adalah sunnah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan untuk dilakukan, meskipun bukan rukun yang jika ditinggalkan secara sengaja akan membatalkan shalat.
Dalil dari Al-Quran
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Al-Muzzammil ayat 20, yang secara umum memberikan keleluasaan dalam membaca Al-Quran:
"...maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an..."
Ayat ini, meskipun dalam konteks shalat malam (Tahajjud), seringkali dijadikan dasar umum untuk anjuran membaca bagian Al-Quran yang mudah dalam shalat. Para ulama menafsirkan bahwa anjuran ini mencakup pembacaan surat atau ayat setelah Al-Fatihah dalam shalat fardhu maupun sunnah. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak membebankan umatnya dengan aturan yang kaku mengenai surat apa yang harus dibaca, melainkan memberikan kemudahan sesuai kemampuan.
Dalil dari Hadits Nabi ﷺ
Praktik Rasulullah ﷺ menjadi teladan utama dalam ibadah shalat. Banyak hadits yang menjelaskan tata cara shalat beliau, termasuk kebiasaan membaca surat setelah Al-Fatihah:
- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Dalam setiap shalat itu ada bacaan. Apa yang kami perdengarkan kepada kalian (dibaca jahr), maka kami perdengarkan; dan apa yang kami rahasiakan (dibaca sirr), maka kami rahasiakan. Barangsiapa yang mencukupi dengan Ummul Kitab (Al-Fatihah) saja, maka itu cukup. Namun barangsiapa yang menambahkan, maka itu lebih baik." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Al-Fatihah adalah rukun (bagian yang mencukupi), sementara tambahan surat adalah "lebih baik" atau sunnah.
- Hadits dari Jabir bin Samurah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi ﷺ membaca dalam shalat Subuh surat Al-Waqi'ah dan surat semisal dengannya. (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ memang membaca surat tambahan, bahkan terkadang dengan surat yang cukup panjang.
- Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu, "Nabi ﷺ membaca pada dua rakaat pertama shalat Zhuhur surat Al-Fatihah dan dua surat lainnya, dan pada dua rakaat terakhir Al-Fatihah saja. Beliau terkadang memperdengarkan ayat kepada kami. Dalam shalat Ashar dan Subuh juga demikian." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini memberikan gambaran konkret mengenai kebiasaan Nabi ﷺ dalam membaca surat tambahan pada rakaat pertama dan kedua, serta hanya Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat.
- Hadits lainnya dari Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi ﷺ membaca pada shalat Subuh surat Al-A'raf yang panjang. (HR. Nasa'i).
Hadits-hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa membaca surat setelah Al-Fatihah adalah sunnah yang konsisten dilakukan oleh Rasulullah ﷺ, dan beliau juga mengajarkan umatnya untuk melakukan hal yang serupa.
Kedudukan Hukum
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama mayoritas (jumhur) menetapkan bahwa membaca surat atau ayat setelah Al-Fatihah hukumnya adalah **sunnah muakkadah** bagi imam dan orang yang shalat sendirian (munfarid) di rakaat pertama dan kedua shalat fardhu. Ini berarti sangat dianjurkan dan memiliki pahala besar jika dilakukan, namun tidak membatalkan shalat jika ditinggalkan.
Untuk makmum, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Pendapat yang paling kuat dan diamalkan oleh mayoritas adalah makmum tidak membaca surat tambahan, melainkan fokus mendengarkan bacaan imam (jika shalat jahr seperti Subuh, Maghrib, Isya) atau diam (jika shalat sirr seperti Zhuhur, Ashar). Hal ini karena bacaan imam sudah dianggap mencukupi bagi makmum. Allah berfirman: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ("Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.") [QS. Al-A'raf: 204].
Adapun untuk rakaat ketiga dan keempat pada shalat fardhu (Zhuhur, Ashar, Isya), yang disunnahkan hanyalah membaca Al-Fatihah saja, tanpa surat tambahan. Namun, jika ingin membaca surat tambahan, tidak mengapa, meskipun bukan sunnah yang ditekankan.
Penting: Tidak membaca surat tambahan setelah Al-Fatihah tidak membatalkan shalat, namun mengurangi kesempurnaan dan pahala shalat karena meninggalkan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi ﷺ. Maka dari itu, sangat dianjurkan untuk selalu melaksanakannya demi meraih keutamaan dan kesempurnaan ibadah.
Waktu dan Posisi Pembacaan Surat dalam Shalat
Setelah memahami dasar hukumnya, penting juga untuk mengetahui kapan dan di rakaat mana bacaan surat tambahan ini disunnahkan agar pelaksanaan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ.
Rakaat Pertama dan Kedua
Secara umum, sunnah membaca surat atau ayat Al-Quran setelah Al-Fatihah adalah pada **dua rakaat pertama** dari setiap shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Hal ini berdasarkan praktik Rasulullah ﷺ yang secara konsisten membaca surat tambahan pada rakaat pertama dan kedua, seperti yang telah dijelaskan dalam hadits Abu Qatadah.
- Rakaat Pertama: Setelah membaca Al-Fatihah dan mengucapkan "Aamiin" (baik secara jahr maupun sirr, tergantung jenis shalat), seorang Muslim (imam atau munfarid) disunnahkan untuk membaca satu surat penuh dari Al-Quran, atau beberapa ayat yang mudah baginya.
- Rakaat Kedua: Sama seperti rakaat pertama, setelah membaca Al-Fatihah dan "Aamiin", disunnahkan membaca surat atau ayat Al-Quran. Umumnya, surat yang dibaca di rakaat kedua ini lebih pendek atau sama panjangnya dengan surat di rakaat pertama, atau terletak setelah surat pertama dalam urutan mushaf.
Pada rakaat ketiga dan keempat (khusus untuk shalat Zhuhur, Ashar, Isya), yang disunnahkan adalah hanya membaca Al-Fatihah saja, tanpa surat tambahan. Ini juga berdasarkan pada praktik Nabi ﷺ yang diriwayatkan dalam banyak hadits. Namun, jika seseorang ingin membaca surat tambahan di rakaat ketiga atau keempat, tidak ada larangan syar'i, hanya saja bukan merupakan sunnah yang ditekankan sebagaimana di rakaat pertama dan kedua.
Urutan Pembacaan dalam Shalat
Urutan pembacaan surat setelah Al-Fatihah dalam satu rakaat shalat adalah sebagai berikut:
- Takbiratul Ihram.
- Membaca Doa Iftitah (sunnah, kecuali imam khawatir jamaah keberatan karena kepanjangan).
- Membaca Ta'awudz (أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ) dan Basmalah (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ) sebelum Al-Fatihah.
- Membaca Surat Al-Fatihah (rukun shalat, tidak sah shalat tanpanya).
- Mengucapkan "Aamiin" (sunnah, bersamaan dengan makmum jika menjadi imam, setelah selesai Al-Fatihah).
- Membaca surat atau beberapa ayat Al-Quran (sunnah muakkadah di rakaat 1 & 2).
- Takbir untuk ruku'.
Penting untuk memperhatikan bahwa pembacaan surat tambahan ini dilakukan *setelah* Al-Fatihah selesai dibaca secara sempurna dan "Aamiin" telah diucapkan. Ini menunjukkan transisi yang jelas antara rukun dan sunnah dalam bacaan shalat.
Catatan untuk Makmum: Dalam shalat berjamaah, terutama shalat Jahr (Subuh, Maghrib, Isya), makmum disunnahkan untuk mendengarkan bacaan imam dan tidak membaca surat tambahan. Dalam shalat Sirr (Zhuhur, Ashar), sebagian ulama membolehkan makmum membaca surat tambahan, namun pendapat yang kuat adalah makmum cukup diam dan fokus pada bacaan imam (atau diam jika imam juga sirr), karena bacaan imam sudah mencukupinya. Ini adalah bentuk ketaatan makmum kepada imam dan menjaga ketertiban dalam shalat berjamaah.
Pilihan Surat dan Panjang Bacaan
Fleksibilitas adalah salah satu keindahan Islam. Tidak ada kewajiban untuk membaca surat tertentu setelah Al-Fatihah, kecuali dalam beberapa kondisi yang memiliki dalil khusus. Rasulullah ﷺ memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk membaca "apa yang mudah bagimu dari Al-Quran." Ini adalah rahmat dari Allah agar ibadah tidak terasa memberatkan.
Prinsip Umum dalam Memilih Surat
Prinsip dasarnya adalah membaca surat yang mudah dihafal dan dipahami, serta sesuai dengan kondisi shalat dan jamaah:
- Fleksibilitas: Boleh membaca satu surat penuh, beberapa ayat, atau bahkan mengulang-ulang ayat tertentu. Tidak ada batasan minimal atau maksimal yang baku selain "apa yang mudah".
- Tartil: Hendaknya dibaca dengan tartil (perlahan, jelas, dan sesuai kaidah tajwid), bukan terburu-buru. Kualitas bacaan lebih diutamakan daripada kuantitas atau kecepatan.
- Tadabbur: Berusaha merenungkan makna ayat yang dibaca akan sangat membantu meningkatkan kekhusyukan. Shalat bukan hanya gerakan fisik, tapi juga interaksi spiritual.
- Variasi: Disunnahkan untuk tidak terpaku pada satu atau dua surat saja, melainkan bervariasi agar shalat tidak membosankan dan untuk menghafal lebih banyak bagian Al-Quran. Ini juga membantu umat Muslim untuk lebih akrab dengan Al-Quran secara keseluruhan.
- Urutan dalam Mushaf: Disunnahkan membaca surat di rakaat pertama kemudian surat di rakaat kedua yang urutannya setelah surat pertama dalam mushaf. Misalnya, di rakaat pertama membaca Al-Kafirun, lalu di rakaat kedua membaca Al-Ikhlas. Atau di rakaat pertama membaca Al-A'la, lalu Al-Ghashiyah di rakaat kedua. Ini adalah adab dalam membaca Al-Quran.
Panjang Bacaan yang Dianjurkan Berdasarkan Praktik Nabi ﷺ
Meskipun ada keleluasaan, terdapat anjuran umum mengenai panjang bacaan berdasarkan praktik Rasulullah ﷺ. Ini menunjukkan keseimbangan antara keringanan dan kesempurnaan:
- Shalat Subuh: Umumnya Nabi ﷺ membaca surat-surat yang panjang (thiwal al-mufassal) atau sedang (awsat al-mufassal). Contoh: Surat Al-Waqi'ah, Qaf, Ad-Dukhan, Al-Hujurat, Al-Muzzammil, atau surat-surat dari juz 29-30 yang sedikit lebih panjang. Ini karena waktu Subuh yang tenang cocok untuk bacaan yang lebih panjang dan perenungan.
- Shalat Zhuhur dan Ashar: Umumnya membaca surat-surat yang sedang (awsat al-mufassal), yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Contoh: Surat-surat dari juz 29 atau juz 30 yang sedikit lebih panjang, seperti Al-Buruj, At-Thariq, Al-A'la, Al-Ghashiyah, dll.
- Shalat Maghrib: Umumnya membaca surat-surat pendek (qishar al-mufassal) dari juz 30 (Juz Amma) seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, Al-Kafirun, dll. Terkadang beliau juga membaca surat yang lebih panjang seperti At-Tur atau Al-A'raf, namun ini jarang terjadi. Prioritas utama adalah meringankan karena waktu Maghrib yang pendek.
- Shalat Isya: Umumnya membaca surat-surat sedang hingga panjang. Contoh: Surat-surat dari juz 29 atau awal juz 30, seperti An-Naba', An-Nazi'at, Abasa, dll.
Namun, ini hanyalah anjuran umum. Jika imam melihat kondisi makmum (misalnya ada yang sakit, tua, lemah, anak-anak, atau orang yang mempunyai keperluan mendesak), disunnahkan untuk meringankan bacaan. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
"Jika salah seorang dari kalian mengimami orang banyak, hendaklah ia meringankan (shalatnya), karena di antara mereka ada yang kecil, yang tua, yang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan. Jika ia shalat sendiri, hendaklah ia shalat sesukanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan betapa pedulinya Islam terhadap kondisi umat. Seorang imam harus bijaksana dalam memilih panjang bacaan agar tidak memberatkan jamaah.
Pilihan Surat Berdasarkan Hadits Spesifik
Ada beberapa surat yang disebutkan secara spesifik dalam hadits Nabi ﷺ yang beliau baca pada shalat tertentu, menunjukkan keutamaan tersendiri untuk mengamalkannya pada waktu-waktu tersebut:
- Shalat Jumat: Di rakaat pertama membaca Surat Al-A'la dan di rakaat kedua Al-Ghashiyah. Atau di rakaat pertama Al-Jumu'ah dan di rakaat kedua Al-Munafiqun.
- Shalat Witir: Di rakaat pertama membaca Al-A'la, di rakaat kedua Al-Kafirun, dan di rakaat ketiga Al-Ikhlas (terkadang ditambah Al-Falaq dan An-Nas).
- Shalat Subuh pada Hari Jumat: Di rakaat pertama membaca Alif Lam Mim Tanzil (As-Sajdah) dan di rakaat kedua Al-Insan.
Membaca surat-surat ini pada waktu yang disunnahkan tersebut tentu akan mendapatkan keutamaan tersendiri karena mengikuti sunnah Nabi secara spesifik.
Hikmah dan Keutamaan Membaca Surat Tambahan
Setiap syariat Islam, termasuk anjuran membaca surat setelah Al-Fatihah, pasti mengandung hikmah dan keutamaan yang besar bagi pelakunya. Islam adalah agama yang sempurna, dan setiap ajarannya bertujuan untuk kebaikan umat manusia di dunia dan akhirat. Berikut adalah beberapa hikmah dan keutamaan yang bisa kita raih:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ
Ini adalah keutamaan terbesar dan tujuan utama setiap Muslim. Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik bagi umat manusia, dan setiap gerak-gerik serta perkataan beliau adalah petunjuk. Dengan membaca surat tambahan, kita meneladani praktik beliau yang konsisten, dan setiap amalan yang sesuai dengan sunnah Nabi akan mendatangkan pahala yang besar, keberkahan dalam hidup, serta cinta dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 21: لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ ("Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu").
2. Meningkatkan Kekhusyukan dan Tadabbur
Membaca Al-Quran dengan tartil dan merenungkan maknanya akan membantu seorang hamba fokus pada shalatnya. Variasi surat yang dibaca juga mencegah rutinitas yang monoton, sehingga pikiran dan hati lebih terhubung dengan kalamullah. Tadabbur (perenungan makna) ayat-ayat yang dibaca akan membuka pintu hikmah dan meningkatkan pemahaman kita tentang kebesaran Allah, janji-janji-Nya, peringatan-peringatan-Nya, dan petunjuk-petunjuk-Nya. Semakin kita memahami, semakin dalam kekhusyukan kita.
3. Menambah Pahala dan Kebaikan
Setiap huruf yang dibaca dari Al-Quran akan dihitung sebagai kebaikan, dan setiap kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat atau lebih. Dengan membaca surat tambahan, kita berarti memperpanjang waktu berinteraksi dengan firman Allah dalam shalat, sehingga potensi pahala yang diraih pun semakin besar. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Quran), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan 'Alif Laam Miim' itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf." (HR. At-Tirmidzi).
Bayangkan berapa banyak pahala yang bisa kita kumpulkan hanya dengan menambahkan beberapa ayat atau satu surat pendek dalam setiap rakaat shalat.
4. Mempelajari dan Menghafal Al-Quran
Membaca surat yang berbeda-beda dalam shalat adalah cara efektif untuk memuroja'ah (mengulang hafalan) atau bahkan menghafal surat-surat baru. Dengan demikian, shalat menjadi sarana edukasi spiritual dan intelektual yang berkelanjutan. Setiap kali kita membaca surat baru atau mengulang hafalan lama, kita semakin memperkuat ikatan kita dengan Al-Quran dan memupuk kecintaan terhadapnya.
5. Memperkaya Pengalaman Shalat
Shalat yang monoton dengan surat yang sama terus-menerus bisa mengurangi semangat dan kekhusyukan. Dengan membaca surat yang bervariasi, pengalaman shalat menjadi lebih kaya, dinamis, dan tidak mudah membosankan, sehingga semangat beribadah tetap terjaga. Ini juga memberikan kesempatan untuk merenungkan berbagai tema dan pelajaran yang terkandung dalam Al-Quran.
6. Pengajaran bagi Makmum
Bagi imam, variasi bacaan surat juga berfungsi sebagai pengajaran tidak langsung kepada makmum. Makmum dapat mendengarkan, belajar tajwid, dan menghafal surat-surat baru yang dibacakan oleh imam, terutama dalam shalat Jahr. Ini adalah salah satu bentuk pendidikan Islam yang berlangsung secara praktis dan berkelanjutan di masjid.
7. Menumbuhkan Rasa Cinta kepada Al-Quran
Dengan sering berinteraksi dengan Al-Quran melalui bacaan dalam shalat, seseorang akan lebih mudah menumbuhkan rasa cinta dan keterikatan pada Kitabullah. Al-Quran adalah petunjuk hidup, dan semakin sering kita membacanya, merenungkannya, dan mengamalkannya, semakin kuatlah pondasi iman kita.
Adab dan Tata Cara Membaca Surat Tambahan
Agar bacaan surat tambahan menjadi sempurna dan mendatangkan pahala yang maksimal, ada beberapa adab dan tata cara yang perlu diperhatikan. Ini adalah bagian dari kesungguhan kita dalam beribadah dan menghormati kalamullah.
1. Memperhatikan Tajwid dan Makhraj Huruf
Membaca Al-Quran harus sesuai dengan kaidah tajwid, yaitu ilmu tentang cara mengucapkan huruf-huruf Al-Quran dengan benar. Ini meliputi makhraj (tempat keluar huruf), sifat huruf, panjang pendek (mad), dengung (ghunnah), dan lain-lain. Kesalahan dalam tajwid bisa mengubah makna ayat, oleh karena itu sangat penting untuk mempelajarinya. Jika belum mahir, teruslah belajar dan berlatih, meskipun dimulai dari surat-surat pendek.
2. Membaca dengan Tartil
Tartil berarti membaca dengan perlahan, jelas, dan tidak terburu-buru, sehingga setiap huruf dan kata dapat diucapkan dengan baik serta maknanya dapat direnungkan. Allah berfirman dalam Al-Muzzammil ayat 4: وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا ("...dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil."). Membaca dengan tartil juga membantu meningkatkan kekhusyukan karena memberi waktu bagi hati untuk meresapi makna.
3. Tadabbur (Merenungkan Makna)
Selain membaca dengan benar, usaha untuk memahami dan merenungkan makna ayat yang dibaca sangat dianjurkan. Ini akan membantu meningkatkan kekhusyukan dan membuat hati lebih tersentuh oleh firman Allah. Jika belum memahami bahasa Arab, membaca terjemahan atau tafsirnya di luar shalat akan sangat membantu. Dengan tadabbur, shalat bukan hanya gerakan dan bacaan lisan, tetapi menjadi ibadah hati dan akal.
4. Jahr (Keras) dan Sirr (Pelan)
Cara membaca (jahr atau sirr) berbeda tergantung jenis shalat dan posisi seseorang:
- Shalat Jahr: Yaitu shalat Subuh, Maghrib, Isya, dan shalat Jumat. Imam disunnahkan untuk membaca Al-Fatihah dan surat tambahan dengan suara keras (jahr) di rakaat pertama dan kedua. Makmum disunnahkan untuk mendengarkan dengan seksama.
- Shalat Sirr: Yaitu shalat Zhuhur dan Ashar. Imam disunnahkan untuk membaca Al-Fatihah dan surat tambahan dengan suara pelan (sirr) di rakaat pertama dan kedua. Meskipun pelan, bacaan tetap harus jelas dan didengar oleh diri sendiri.
- Munfarid (Shalat Sendirian): Boleh memilih antara jahr atau sirr. Yang lebih utama adalah jahr jika shalat jahr (misal: shalat Subuh sendiri) dan sirr jika shalat sirr (misal: shalat Zhuhur sendiri). Namun, tidak mengapa jika sesekali seorang munfarid membaca shalat sirr dengan jahr, atau sebaliknya.
5. Tidak Berlebihan dalam Memperpanjang Bacaan
Meskipun panjang bacaan disunnahkan, terutama di shalat Subuh, seorang imam perlu memperhatikan kondisi makmumnya. Jangan sampai memperpanjang bacaan hingga memberatkan makmum, kecuali jika semua makmum menyetujuinya atau kondisi memungkinkan (misalnya shalat Tahajjud sendirian). Hikmah ini menunjukkan kemudahan dan kepedulian Islam terhadap kondisi umatnya.
Penting: Kualitas bacaan lebih utama daripada panjangnya bacaan. Lebih baik membaca surat pendek dengan tartil dan penuh penghayatan daripada surat panjang namun terburu-buru dan banyak kesalahan.
Surat-surat Pilihan yang Sering Dibaca dan Penjelasannya
Berikut adalah beberapa surat pendek dari Juz Amma yang populer dibaca setelah Al-Fatihah, beserta terjemahan dan sedikit tafsirnya. Memahami makna akan meningkatkan kekhusyukan dan penghayatan dalam shalat, karena kita mengerti apa yang sedang kita sampaikan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
1. Surat Al-Ikhlas (QS. 112)
Klasifikasi: Makkiyah (diturunkan di Mekkah)
2 اللَّهُ الصَّمَدُ
3 لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
4 وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
1 Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa."
2 Allah tempat meminta segala sesuatu.
3 (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
4 Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.
Kandungan Makna: Surat ini adalah deklarasi tegas tentang keesaan Allah (Tauhid). Menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, tempat bergantung segala sesuatu dari seluruh makhluk, tidak memiliki awal dan akhir, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada satu pun makhluk atau kekuatan yang setara dengan-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa Surat Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Quran karena kandungannya yang agung tentang sifat-sifat Allah yang Maha Esa dan murni dari segala bentuk syirik.
Membaca surat ini dalam shalat mengingatkan kita tentang inti akidah Islam dan memperkuat keyakinan kita pada keesaan Allah, membebaskan hati dari ketergantungan pada selain-Nya.
2. Surat Al-Falaq (QS. 113)
Klasifikasi: Makkiyah
2 مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
3 وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ
4 وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
5 وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
1 Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar),
2 dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan,
3 dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4 dan dari kejahatan perempuan-perempuan penyihir yang menghembus pada buhul-buhul (talinya),
5 dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki."
Kandungan Makna: Surat ini mengajarkan kita untuk memohon perlindungan kepada Allah, Tuhan pencipta waktu subuh (fajar yang menyingsingkan kegelapan), dari berbagai macam kejahatan yang ada di dunia. Dimulai dari kejahatan makhluk-Nya secara umum, kemudian spesifik kepada kejahatan malam yang pekat (saat keburukan sering terjadi), kejahatan sihir, dan kejahatan hasad (dengki) yang dapat merusak diri dan orang lain. Bersama An-Nas, surat ini dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (dua surat perlindungan) yang sangat dianjurkan dibaca untuk benteng diri dari segala keburukan dan kejahatan, baik yang terlihat maupun tidak terlihat. Membacanya dalam shalat adalah bentuk penyerahan diri total kepada perlindungan Allah.
3. Surat An-Nas (QS. 114)
Klasifikasi: Makkiyah
2 مَلِكِ النَّاسِ
3 إِلَٰهِ النَّاسِ
4 مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
5 الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
6 مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
1 Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2 Raja manusia.
3 Sembahan manusia.
4 Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi,
5 yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
6 dari (golongan) jin dan manusia."
Kandungan Makna: Surat ini juga mengajarkan permohonan perlindungan, kali ini secara khusus dari bisikan setan (waswas) yang dapat datang dari golongan jin maupun manusia. Allah disebut dengan tiga sifat-Nya yang agung: Rabbun Nas (Tuhan Pemelihara Manusia), Malikun Nas (Raja Manusia), Ilahun Nas (Sembahan Manusia). Penyebutan ketiga sifat ini secara berurutan menunjukkan bahwa hanya kepada-Nya kita memohon perlindungan dari segala gangguan yang merusak keimanan, ketenangan hati, dan mengarahkan pada kemaksiatan. Waswas adalah musuh tersembunyi yang menyerang hati, dan hanya Allah yang mampu melindunginya. Membaca An-Nas dalam shalat adalah pengingat untuk senantiasa waspada terhadap bisikan setan dan memperkuat tawakal kepada Allah.
4. Surat Al-Kafirun (QS. 109)
Klasifikasi: Makkiyah
2 لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
3 وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
4 وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدتُّمْ
5 وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
6 لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
1 Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir!
2 Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3 Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.
4 Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
5 Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
6 Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Kandungan Makna: Surat ini adalah deklarasi tegas tentang pemisahan akidah antara Islam dan kekafiran. Diturunkan ketika kaum musyrikin Mekkah menawarkan kompromi kepada Nabi ﷺ agar saling bergantian menyembah tuhan masing-masing. Surat ini menjadi penegas bahwa tidak ada kompromi dalam masalah akidah dan ibadah kepada Allah yang Maha Esa. Pengulangan kalimat penafian menegaskan keteguhan iman dan tauhid. Surat ini dikenal sebagai "setengah Al-Quran" karena menegaskan pondasi tauhid dan larangan syirik. Membacanya dalam shalat memperkuat prinsip Wala' wal Bara' (loyalitas dan penolakan) dalam Islam, yaitu loyal kepada kaum Muslimin dan berlepas diri dari kesyirikan dan kekufuran.
5. Surat Al-Kautsar (QS. 108)
Klasifikasi: Makkiyah
2 فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
3 إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
1 Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) Al-Kautsar.
2 Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
3 Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
Kandungan Makna: Surat ini memberikan kabar gembira dan penghiburan kepada Nabi ﷺ yang sedang berduka karena kehilangan putra-putranya dan dicemooh oleh kaum kafir Quraisy dengan sebutan "abtar" (terputus keturunan). Allah mengabarkan bahwa Dia telah memberi nikmat Al-Kautsar (nama sungai di surga, atau kebaikan yang melimpah ruah di dunia dan akhirat). Sebagai balasannya, Nabi ﷺ diperintahkan untuk shalat dan berkurban hanya untuk Allah, sebagai bentuk syukur dan ketaatan murni. Dan sesungguhnya orang-orang yang membenci beliau akan terputus dari kebaikan dan rahmat Allah. Surat ini menjadi penenang bagi setiap hamba yang dicemooh dalam berdakwah, menegaskan bahwa pertolongan Allah selalu menyertai.
6. Surat An-Nashr (QS. 110)
Klasifikasi: Madaniyah (diturunkan di Madinah)
2 وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
3 فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
1 Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2 dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
3 maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat.
Kandungan Makna: Surat ini adalah isyarat tentang dekatnya wafat Nabi ﷺ dan kabar gembira tentang Fathu Makkah (penaklukan kota Mekkah) serta meluasnya Islam di seluruh Jazirah Arab. Ketika kemenangan dan pertolongan Allah tiba, dan manusia berbondong-bondong memeluk agama Allah, Nabi ﷺ diperintahkan untuk bertasbih (mensucikan Allah dari segala kekurangan), bertahmid (memuji-Nya atas nikmat kemenangan), dan beristighfar (memohon ampun), karena Allah Maha Penerima Tobat. Ini adalah pengingat bagi setiap Muslim, bahwa puncak kesuksesan harus diiringi dengan kerendahan hati, tasbih, tahmid, dan istighfar, bukan dengan kesombongan. Surat ini juga merupakan tanda bahwa tugas kenabian hampir selesai.
7. Surat Al-Lahab (Al-Masad) (QS. 111)
Klasifikasi: Makkiyah
2 مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
3 سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
4 وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
5 فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
1 Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!
2 Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan.
3 Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka).
4 Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
5 Di lehernya ada tali dari sabut.
Kandungan Makna: Surat ini adalah peringatan keras dan kecaman langsung dari Allah terhadap Abu Lahab, paman Nabi ﷺ yang sangat memusuhi dan menyakiti beliau beserta istrinya. Allah mengutuk mereka dan mengabarkan bahwa harta dan usaha mereka tidak akan bermanfaat di hadapan azab Allah, dan mereka akan binasa di neraka yang bergejolak. Istrinya, Ummu Jamil, juga digambarkan sebagai "pembawa kayu bakar" yang berarti penyebar fitnah dan permusuhan, yang akan mendapat azab yang setimpal. Ini adalah salah satu bukti kebenaran Al-Quran karena mengabarkan nasib Abu Lahab di dunia (bahwa dia tidak akan beriman) dan akhirat (bahwa dia akan masuk neraka) sebelum hal itu terjadi, dan benar-benar terjadi sesuai firman Allah.
8. Surat Al-'Ashr (QS. 103)
Klasifikasi: Makkiyah
2 إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
3 إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
1 Demi masa.
2 Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
3 kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Kandungan Makna: Surat yang singkat namun padat makna ini bersumpah dengan waktu, menegaskan bahwa seluruh manusia berada dalam kerugian. Kerugian ini hanya bisa dihindari oleh empat golongan manusia yang memiliki karakteristik sebagai berikut: **pertama**, orang-orang yang beriman dengan keimanan yang benar kepada Allah dan segala yang diwahyukan-Nya; **kedua**, beramal saleh, yaitu melakukan perbuatan baik yang sesuai dengan syariat; **ketiga**, saling menasihati dalam kebenaran (yaitu ajaran Islam, tauhid, dan syariat); dan **keempat**, saling menasihati dalam kesabaran (yaitu sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menghadapi musibah). Imam Syafi'i rahimahullah mengatakan, "Kalau sekiranya manusia merenungkan surat ini, niscaya cukuplah surat ini bagi mereka." Ini menunjukkan betapa fundamentalnya empat pilar ini bagi keberhasilan manusia di dunia dan akhirat.
9. Surat At-Takatsur (QS. 102)
Klasifikasi: Makkiyah
2 حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
3 كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
4 ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
5 كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ
6 لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
7 ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ
8 ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
1 Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
2 sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3 Jangan sekali-kali (begitu)! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).
4 Kemudian jangan sekali-kali (begitu)! Kelak kamu akan mengetahui.
5 Jangan sekali-kali (begitu)! Sekiranya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6 niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim.
7 Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri.
8 Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan itu).
Kandungan Makna: Surat ini mengecam manusia yang sibuk berlomba-lomba dalam mengumpulkan harta, anak keturunan, dan kemewahan duniawi hingga melalaikan tujuan hidup yang hakiki dan melupakan akhirat, sampai akhirnya mereka masuk ke dalam kubur (meninggal dunia). Allah mengingatkan bahwa mereka akan mengetahui akibat perbuatan mereka kelak di akhirat, akan melihat neraka Jahim dengan mata kepala sendiri, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap kenikmatan yang telah diberikan. Ini adalah peringatan keras agar manusia tidak terlena dengan kehidupan dunia yang fana dan selalu ingat akan tujuan akhirat yang kekal.
10. Surat Al-Qari'ah (QS. 101)
Klasifikasi: Makkiyah
2 مَا الْقَارِعَةُ
3 وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ
4 يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
5 وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
6 فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ
7 فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
8 وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
9 فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
10 وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ
11 نَارٌ حَامِيَةٌ
1 Hari Kiamat,
2 apakah hari Kiamat itu?
3 Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
4 Pada hari itu manusia seperti laron yang berterbangan,
5 dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.
6 Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
7 maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.
8 Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
9 maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
10 Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
11 (Yaitu) api yang sangat panas.
Kandungan Makna: Surat ini menggambarkan kengerian Hari Kiamat, yang disebut sebagai Al-Qari'ah (yang menggetarkan, mengetuk keras). Pada hari itu, manusia akan berhamburan seperti laron yang bingung dan gunung-gunung akan menjadi seperti bulu yang berhamburan, menunjukkan dahsyatnya kehancuran dan perubahan total alam semesta. Kemudian, surat ini menjelaskan bahwa nasib manusia akan ditentukan oleh berat atau ringannya timbangan amal kebaikan mereka di akhirat. Mereka yang berat amal kebaikannya akan mendapatkan kehidupan yang diridhai dan penuh kenikmatan di surga, sementara yang ringan akan masuk ke neraka Hawiyah (api yang sangat panas). Ini adalah peringatan tegas akan pentingnya mempersiapkan diri untuk Hari Perhitungan.
11. Surat Ad-Dhuha (QS. 93)
Klasifikasi: Makkiyah
2 وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
3 مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
4 وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
5 وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
6 أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
7 وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
8 وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ
9 فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
10 وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
11 وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
1 Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah),
2 dan demi malam apabila telah sunyi.
3 Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.
4 Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.
5 Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.
6 Bukankah Dia mendapatimu seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
7 Dan Dia mendapatimu bingung, lalu Dia memberikan petunjuk?
8 Dan Dia mendapatimu miskin, lalu Dia memberikan kecukupan?
9 Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.
10 Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardiknya.
11 Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).
Kandungan Makna: Surat ini diturunkan untuk menghibur Nabi ﷺ ketika wahyu sempat terhenti sementara waktu, membuat beliau merasa ditinggalkan dan khawatir. Allah bersumpah demi waktu duha yang terang dan malam yang tenang, menegaskan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan atau membenci Nabi-Nya. Ayat-ayat berikutnya berisi janji bahwa kehidupan di akhirat akan lebih baik dari dunia, dan Allah akan memberikan karunia hingga Nabi ﷺ puas dengan segala nikmat-Nya. Kemudian, Allah mengingatkan Nabi tentang nikmat-nikmat-Nya di masa lalu (melindungi saat yatim, memberi petunjuk saat bingung, memberi kecukupan saat miskin), dan sebagai balasan atas nikmat tersebut, Nabi diperintahkan untuk tidak menindas anak yatim, tidak menghardik peminta-minta, dan selalu menyebut-nyebut nikmat Allah sebagai bentuk syukur. Surat ini penuh dengan pesan optimisme, harapan, dan etika sosial yang universal, mengajarkan pentingnya bersyukur dan berbuat baik kepada sesama, terutama yang lemah.
12. Surat Al-Insyirah (Asy-Syarh) (QS. 94)
Klasifikasi: Makkiyah
2 وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
3 الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ
4 وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
5 فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
6 إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
7 فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
8 وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ
1 Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)?
2 Dan Kami telah meringankan bebanmu darimu,
3 yang memberatkan punggungmu,
4 dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
5 Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,
6 sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
7 Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),
8 dan hanya kepada Tuhanmu engkau berharap.
Kandungan Makna: Surat ini merupakan kelanjutan dari Ad-Dhuha, berisi janji dan penghiburan dari Allah kepada Nabi ﷺ atas kesulitan yang dihadapinya dalam berdakwah. Allah mengingatkan tentang nikmat-nikmat-Nya: melapangkan dada Nabi untuk menerima wahyu dan menghadapi tantangan, meringankan beban dakwah yang terasa berat, dan meninggikan derajat serta nama baiknya di antara umat manusia. Inti dari surat ini adalah pengulangan janji agung: "Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan," yang diulang dua kali untuk penegasan bahwa setiap kesulitan pasti akan diikuti oleh kemudahan. Kemudian, Nabi ﷺ diperintahkan untuk terus beramal dan berusaha tanpa henti setelah menyelesaikan satu urusan, dan hanya berharap serta beribadah kepada Allah semata. Ini adalah sumber motivasi besar bagi setiap Muslim yang menghadapi kesulitan, bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan, dan usaha harus terus dilanjutkan dengan tawakal penuh kepada Allah.
13. Surat At-Tin (QS. 95)
Klasifikasi: Makkiyah
2 وَطُورِ سِينِينَ
3 وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ
4 لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
5 ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
6 إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
7 فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ
8 أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ
1 Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,
2 dan demi gunung Sinai,
3 dan demi negeri (Mekah) yang aman ini.
4 Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
5 kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,
6 kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.
7 Maka apa lagi yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan setelah itu?
8 Bukankah Allah Hakim yang paling adil?
Kandungan Makna: Surat ini diawali dengan sumpah Allah demi empat hal yang agung: buah Tin dan Zaitun (sering dikaitkan dengan Baitul Maqdis dan kenabian Isa), Gunung Sinai (tempat Nabi Musa menerima wahyu), dan Mekkah yang aman ini (tempat kenabian Muhammad ﷺ). Sumpah ini menguatkan pernyataan agung bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna (fisik, akal, dan potensi spiritual). Namun, manusia bisa jatuh ke derajat yang paling rendah (neraka) jika mereka tidak beriman dan tidak beramal saleh, mengingkari fitrah dan petunjuk Allah. Hanya orang beriman dan beramal saleh yang akan mendapatkan pahala tak terhingga. Surat ini kemudian menantang orang-orang yang mendustakan hari pembalasan, dengan pertanyaan retoris tentang keadilan Allah sebagai Hakim yang Maha Adil, yang akan membalas setiap amal perbuatan manusia. Ini adalah pengingat akan keagungan penciptaan manusia dan pentingnya memanfaatkan anugerah tersebut untuk beribadah kepada-Nya.
14. Surat Al-Qadr (QS. 97)
Klasifikasi: Makkiyah
2 وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
3 لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
4 تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ
5 سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ
1 Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan.
2 Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3 Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.
4 Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
5 Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.
Kandungan Makna: Surat ini mengagungkan kemuliaan Malam Al-Qadr (Lailatul Qadar), malam diturunkannya Al-Quran. Malam ini dijelaskan lebih baik dari seribu bulan (sekitar 83 tahun 4 bulan), menunjukkan keutamaan ibadah di malam tersebut yang setara dengan ibadah seumur hidup, tanpa Lailatul Qadar. Pada malam itu, para malaikat dan Ruh (Jibril) turun dengan izin Allah untuk mengatur segala urusan yang telah ditetapkan. Malam ini penuh kedamaian, keberkahan, dan ampunan hingga terbit fajar, menjadi kesempatan emas bagi umat Muslim untuk meraih pahala yang berlipat ganda, memohon ampunan, dan mendekatkan diri kepada Allah. Membaca surat ini dalam shalat mengingatkan kita akan keagungan Al-Quran dan pentingnya memanfaatkan waktu-waktu istimewa untuk beribadah.
Kesalahan Umum dan Solusi
Meskipun praktik membaca surat tambahan adalah sunnah, kadang kala ada beberapa kesalahan yang tidak disadari dalam pelaksanaannya. Memahami kesalahan ini dan solusinya akan membantu kita menyempurnakan ibadah shalat dan mendapatkan pahala yang maksimal.
1. Membaca Terlalu Cepat atau Tidak Tartil
Kesalahan: Seringkali karena terburu-buru atau ingin segera menyelesaikan shalat, seseorang membaca surat tambahan dengan sangat cepat, mengabaikan tajwid, makhraj, panjang pendek (mad), dan dengung (ghunnah). Hal ini mengurangi kualitas bacaan dan kekhusyukan, bahkan bisa mengubah makna ayat.
Solusi: Biasakan membaca dengan tartil, yaitu perlahan-lahan, jelas, dan memanjangkan yang harus dipanjangkan serta mendengungkan yang harus didengungkan. Latih diri untuk membaca dengan tempo yang tenang, sekalipun itu hanya surat pendek. Ingatlah bahwa kualitas bacaan dan penghayatan lebih penting daripada kecepatan. Mulailah dengan perlahan, fokus pada setiap huruf dan kata.
2. Tidak Memahami Makna Ayat yang Dibaca
Kesalahan: Banyak Muslim yang hanya menghafal surat-surat pendek tanpa berusaha memahami artinya. Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan emas untuk tadabbur (merenungkan makna) dan merasakan keagungan kalamullah, sehingga shalat terasa hampa dan kurang berkesan.
Solusi: Luangkan waktu di luar shalat untuk membaca terjemahan dan tafsir ringkas surat-surat yang sering dibaca. Dengan memahami makna, hati akan lebih mudah tersentuh, kekhusyukan meningkat, dan shalat menjadi lebih bermakna. Memahami konteks dan pesan dari setiap ayat akan mengubah shalat dari sekadar ritual menjadi dialog yang mendalam dengan Sang Pencipta.
3. Hanya Terpaku pada Satu atau Dua Surat Saja
Kesalahan: Seseorang mungkin terbiasa hanya membaca "Qul Huwallahu Ahad" di rakaat pertama dan "Qul A'udzu Birabbil Falaq" di rakaat kedua, atau variasi serupa, secara terus-menerus dalam setiap shalat. Hal ini menyebabkan shalat menjadi monoton dan kehilangan variasi sunnah Nabi ﷺ, serta melewatkan kesempatan untuk menghafal lebih banyak Al-Quran.
Solusi: Perbanyak hafalan surat-surat pendek lainnya dari Juz Amma. Ada banyak surat pendek yang kaya makna dan mudah dihafal, seperti yang telah dibahas di atas. Variasikan bacaan Anda dari waktu ke waktu. Ini juga menjadi motivasi untuk terus belajar dan menghafal Al-Quran, memperluas wawasan keislaman, dan menjaga semangat ibadah tetap hidup.
4. Tidak Konsisten dalam Membaca Surat Tambahan
Kesalahan: Menganggap remeh sunnah ini sehingga seringkali meninggalkannya, padahal ia adalah sunnah muakkadah yang selalu dikerjakan oleh Nabi ﷺ dan memiliki banyak keutamaan serta hikmah. Meninggalkannya secara terus-menerus berarti kehilangan banyak pahala dan kesempurnaan shalat.
Solusi: Sadari keutamaan dan hikmah dari membaca surat tambahan. Bertekadlah untuk selalu melaksanakannya di setiap rakaat pertama dan kedua shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah, kecuali ada udzur syar'i yang benar-benar tidak memungkinkan. Anggaplah ini sebagai investasi pahala dan upaya meneladani Rasulullah ﷺ.
5. Membaca Surat yang Berurutan secara Terbalik
Kesalahan: Meskipun tidak membatalkan shalat, sebagian ulama menganggap makruh jika membaca surat di rakaat kedua lebih panjang atau lebih tinggi urutan juznya dari surat di rakaat pertama. Contoh: membaca Al-Ikhlas di rakaat pertama, lalu membaca Al-Kautsar di rakaat kedua. Atau An-Nas di rakaat pertama, lalu Al-Falaq di rakaat kedua.
Solusi: Umumnya, disunnahkan untuk membaca surat di rakaat kedua lebih pendek dari rakaat pertama, atau paling tidak sama panjangnya. Juga disunnahkan untuk mengikuti urutan mushaf Al-Quran, yaitu surat di rakaat kedua berada setelah surat di rakaat pertama dalam susunan mushaf (misal: Al-Kafirun lalu Al-Ikhlas, atau Al-Ashr lalu Al-Kautsar). Hal ini merupakan adab dalam membaca Al-Quran. Namun, jika secara tidak sengaja terbalik, shalat tetap sah dan tidak perlu diulang, namun sebaiknya dihindari.
Kesimpulan
Membaca surat atau beberapa ayat Al-Quran setelah Al-Fatihah adalah sunnah muakkadah yang memiliki dasar syariat kuat dan telah dicontohkan secara konsisten oleh Rasulullah ﷺ. Ini merupakan bagian penting dalam menyempurnakan shalat dan meningkatkan kualitas ibadah seorang Muslim. Hukumnya sunnah bagi imam dan munfarid di dua rakaat pertama, dan ada keleluasaan yang luas dalam memilih surat, asalkan dibaca dengan tartil dan tajwid yang benar.
Hikmah di balik anjuran ini sangat besar, mulai dari mengikuti sunnah Nabi, meningkatkan kekhusyukan dan tadabbur, meraih pahala berlipat ganda, hingga memperkaya pengalaman spiritual dalam shalat. Dengan memahami makna surat-surat yang dibaca, menghindari kesalahan umum, dan senantiasa berusaha memperbaiki bacaan, kita dapat menjadikan shalat kita lebih hidup, bermakna, dan menjadi sarana yang efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalat yang berkualitas akan membawa ketenangan hati, bimbingan hidup, dan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa membimbing kita untuk selalu istiqamah dalam menjalankan shalat dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ, dan mengampuni segala kekurangan kita. Marilah kita jadikan setiap shalat sebagai momen terbaik untuk berkomunikasi dengan Rabb kita, mengagungkan-Nya, dan memohon ridha-Nya.