Batu gamping koral, atau sering juga disebut sebagai batu kapur koral, merupakan salah satu jenis batuan sedimen organik yang memiliki peran signifikan, baik dalam geologi, industri, maupun konstruksi. Batuan ini terbentuk dari akumulasi sisa-sisa organisme laut, terutama karang (koral), cangkang moluska, dan alga kalsium karbonat yang mengendap di dasar laut selama jutaan tahun. Proses kompaksi dan sementasi dari endapan-endapan ini kemudian menghasilkan batuan yang kita kenal sebagai batu gamping koral.
Secara kimiawi, kandungan utama dari batu gamping koral adalah Kalsium Karbonat ($\text{CaCO}_3$), mirip dengan batu gamping pada umumnya. Namun, yang membedakannya adalah tekstur dan asal usulnya yang sangat dipengaruhi oleh struktur biologis koral. Struktur pori-pori yang ditinggalkan oleh organisme pembentuknya seringkali memberikan karakteristik unik pada batuan ini, membuatnya berbeda dari gamping bioklastik lainnya.
Pembentukan batu gamping koral sangat bergantung pada kondisi lingkungan laut purba. Mereka umumnya terbentuk di perairan dangkal, hangat, dan jernih, yang merupakan habitat ideal bagi terumbu karang. Ketika organisme tersebut mati, kerangka mereka yang kaya akan kalsium karbonat akan terakumulasi. Seiring waktu, tekanan dari material yang menumpuk di atasnya serta aktivitas sirkulasi air yang membawa mineral pengikat akan mengeras menjadi batu.
Secara fisik, batu gamping koral seringkali menunjukkan fosil makroskopis dari biota laut. Warna batuan ini bervariasi, mulai dari putih, abu-abu muda, hingga krem, tergantung pada kandungan mineral pengotor seperti lempung atau oksida besi. Kekerasan batu ini relatif sedang, lebih mudah diolah dibandingkan batuan beku, namun tingkat kekerasannya sangat dipengaruhi oleh kepadatan pori-pori dan derajat sementasi. Batuan ini juga bereaksi kuat jika dilarutkan dalam asam klorida encer, menghasilkan buih karena pelepasan gas karbon dioksida.
Karena kandungan $\text{CaCO}_3$ yang tinggi, batu gamping koral memiliki kegunaan yang sangat luas. Salah satu aplikasi terpenting adalah sebagai bahan baku utama dalam industri semen dan kapur tohor (quicklime). Ketika dibakar pada suhu tinggi, kalsium karbonat berubah menjadi kalsium oksida, komponen vital dalam produksi semen Portland.
Di sektor konstruksi, agregat yang berasal dari penghancuran batu gamping koral digunakan sebagai bahan pengisi (filler) atau agregat kasar dalam pembuatan beton dan aspal. Sifatnya yang relatif ringan namun kuat menjadikannya pilihan ekonomis untuk berbagai struktur bangunan. Selain itu, batu ini juga dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dekoratif, seperti untuk fasad bangunan atau paving block, meskipun memerlukan perhatian khusus terhadap ketahanannya terhadap pelapukan asam.
Selain aplikasi industri berat, batu gamping koral juga memegang peranan penting dalam bidang pertanian. Ketika dihancurkan menjadi kapur pertanian (agricultural lime), material ini digunakan untuk menetralkan keasaman tanah (mengendalikan pH tanah). Banyak lahan pertanian, terutama yang berasal dari pembusukan material vulkanik, cenderung terlalu asam. Aplikasi kapur gamping koral membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan mendorong pertumbuhan mikroorganisme tanah yang bermanfaat.
Dalam konteks lingkungan, batu gamping koral juga digunakan dalam proses desulfurisasi gas buang (flue-gas desulfurization) di pembangkit listrik tenaga batu bara. Kapur bereaksi dengan sulfur dioksida ($\text{SO}_2$) yang berbahaya, mengubahnya menjadi senyawa yang lebih mudah ditangani, sehingga mengurangi polusi udara berupa hujan asam.
Meskipun ketersediaannya melimpah di banyak wilayah pesisir, penambangan batu gamping koral yang berlebihan dapat menimbulkan dampak ekologis yang signifikan. Penambangan karang secara langsung merusak ekosistem terumbu karang yang masih hidup, yang merupakan benteng pertahanan garis pantai dan habitat bagi keanekaragaman hayati laut. Oleh karena itu, praktik penambangan yang berkelanjutan dan eksplorasi sumber alternatif menjadi krusial untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut sekaligus memenuhi kebutuhan industri. Penggunaan kembali (recycling) beton yang mengandung agregat kapur juga menjadi salah satu solusi yang dianjurkan untuk mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam primer.