Batuan marmer, dengan keindahan urat-urat alami dan kilau khasnya, telah lama menjadi simbol kemewahan dan keabadian dalam arsitektur dan seni pahat. Namun, untuk memahami nilai sejati marmer, kita harus menyelami proses geologisnya. Pertanyaan mendasarnya adalah: batuan marmer berasal dari batuan apa?
Secara geologis, marmer adalah batuan metamorf. Ini berarti bahwa marmer bukanlah batuan beku yang terbentuk dari pendinginan magma, maupun batuan sedimen yang mengendap dari lapisan permukaan. Sebaliknya, marmer terbentuk melalui proses transformasi dramatis yang disebut metamorfosis.
Batuan induk (protolit) dari hampir semua batuan marmer di dunia adalah batuan karbonat. Secara spesifik, batuan yang menjadi prekursor utama pembentukan marmer adalah:
Batu gamping dan dolomit sendiri termasuk dalam kategori batuan sedimen, yang terbentuk dari penumpukan sisa-sisa organisme laut purba (seperti cangkang kerang dan karang) atau presipitasi kimiawi di dasar laut selama jutaan tahun.
Ketika batuan sedimen (batu gamping/dolomit) terkubur jauh di bawah permukaan bumi atau terdorong ke zona tumbukan lempeng tektonik, batuan tersebut akan mengalami peningkatan suhu dan tekanan yang luar biasa. Proses ini adalah inti dari metamorfosis.
Peningkatan suhu dan tekanan ini menyebabkan mineral-mineral dalam batu gamping mengalami rekristalisasi. Pada batu gamping murni, butiran-butiran kalsit yang awalnya kasar dan tidak teratur akan berubah menjadi kristal-kristal kalsit yang saling mengunci dan lebih halus. Proses rekristalisasi inilah yang menghilangkan tekstur asli batu gamping dan menciptakan struktur kristalin padat yang menjadi ciri khas marmer.
Mengapa kita melihat begitu banyak variasi warna pada marmer? Warna marmer yang indah dan urat-uratnya yang khas sebenarnya tidak ada pada batuan induknya dalam bentuk yang sama. Warna tersebut timbul karena keberadaan pengotor (impurities) yang hadir dalam batu gamping asli:
Urat-urat (veins) yang sangat menarik pada marmer terbentuk ketika cairan panas yang kaya mineral mengalir melalui retakan di dalam batuan saat proses metamorfosis berlangsung. Mineral-mineral ini kemudian mengendap dan mengeras, membentuk pola seperti urat pada batuan yang kini kita kenal sebagai marmer.
Penting untuk membedakan marmer dari batuan metamorf lain yang juga berasal dari batuan sedimen, seperti batu tulis (slate). Batu tulis berasal dari batuan serpih (shale), yang kaya akan lempung (clay minerals). Di bawah tekanan dan suhu yang lebih rendah dibandingkan pembentukan marmer, lempung berubah menjadi foliasi (lapisan mineral paralel) yang menyebabkan batu tulis mudah pecah menjadi lempengan tipis. Sebaliknya, karena marmer berasal dari kristalisasi ulang kalsit, ia cenderung lebih keras, tidak memiliki foliasi, dan lebih tahan terhadap pelapukan struktural.
Kesimpulannya, batuan marmer berasal dari batuan sedimen karbonat, yaitu batu gamping atau dolomit, yang telah mengalami proses metamorfosis (pemanasan dan penekanan) sehingga mengalami rekristalisasi total pada tingkat mineralogi.
Proses geologis yang panjang inilah yang mengubah material sederhana dari dasar laut purba menjadi salah satu material dekoratif paling berharga di dunia.