Batuan sedimen merupakan salah satu kelompok batuan yang paling melimpah di permukaan bumi. Batuan ini terbentuk melalui proses pelapukan, erosi, transportasi, dan pengendapan material dari batuan yang sudah ada sebelumnya (baik batuan beku, metamorf, maupun sedimen lain). Dalam klasifikasi batuan sedimen, salah satu pembedaan utama didasarkan pada ukuran butirnya.
Batuan sedimen detritus (atau klastik) terbentuk dari fragmen batuan dan mineral yang terlepas akibat pelapukan fisik dan kimia. Klastik ini kemudian diangkut oleh medium seperti air, angin, atau es sebelum akhirnya terakumulasi dan mengalami litifikasi (pemadatan dan sementasi). Batuan sedimen detritus halus merujuk pada batuan klastik yang komponen utamanya memiliki diameter butiran sangat kecil, umumnya kurang dari 1/16 mm (diameter lanau dan lempung).
Pengelompokan ukuran butir ini sangat krusial dalam geologi karena ukuran butir mencerminkan energi lingkungan pengendapan. Semakin halus butirannya, semakin rendah energi lingkungan tempat material tersebut terendapkan. Batuan yang termasuk dalam kategori sedimen detritus halus meliputi batulanau (siltstone) dan serpih atau batulumpur (shale/mudstone).
Karakteristik utama batuan sedritus halus adalah ukurannya yang kecil. Batulanau tersusun oleh partikel dengan diameter antara 1/256 mm hingga 1/16 mm. Sementara itu, lempung (clay) memiliki ukuran partikel yang lebih kecil lagi, yaitu kurang dari 1/256 mm. Karena ukurannya sangat mikroskopis, mineralogi menjadi faktor penentu utama dalam identifikasi. Mineral utama yang dominan pada batuan ini adalah mineral lempung (seperti kaolinit, illit, dan smektit) serta kuarsa halus dan muskovit.
Proses transportasi batuan sedimen halus seringkali melibatkan air dalam kondisi energi rendah, misalnya di dasar laut dalam, danau, atau dataran banjir yang jarang terendam. Lumpur dan lanau dapat tersuspensi dalam air untuk jarak yang sangat jauh sebelum akhirnya mengendap ketika energi aliran menurun drastis. Sifat fisik batuan yang dihasilkan, seperti kepadatan dan tekstur, sangat dipengaruhi oleh susunan mineral lempung dan derajat kompaksi selama proses diagenesis.
Batulumpur adalah batuan sedimen klastik yang terdiri dari campuran lempung dan lanau. Batulumpur akan menjadi serpih (shale) jika material penyusunnya menunjukkan orientasi sejajar (fissility) akibat tekanan overburden yang menyebabkan partikel-partikel lempung berorientasi horizontal. Serpih mudah terpecah mengikuti bidang perlapisan. Batuan ini adalah produk pengendapan di lingkungan yang sangat tenang. Tingginya kandungan mineral lempung membuat batuan ini rentan terhadap perubahan volume ketika kontak dengan air (mengembang atau menyusut).
Batulanau memiliki tekstur yang terasa sedikit kasar di antara gigi dibandingkan serpih, namun masih jauh lebih halus daripada batupasir. Batulanau terbentuk ketika lingkungan pengendapan memiliki energi yang sedikit lebih tinggi daripada pembentukan serpih, namun masih terlalu rendah untuk mengangkut butiran pasir. Batuan ini menunjukkan karakteristik antara lempung dan pasir dan sering ditemukan dalam formasi yang menunjukkan transisi energi pengendapan.
Batuan sedimen detritus halus memiliki peran penting dalam berbagai aspek geologi dan teknik sipil. Pertama, dalam eksplorasi sumber daya, formasi serpih seringkali bertindak sebagai batuan induk (source rock) untuk hidrokarbon (minyak dan gas bumi) karena material organiknya terperangkap di antara butiran halus tersebut saat proses pembentukan. Selain itu, batuan ini juga berfungsi sebagai batuan penutup (cap rock) yang kedap air, yang mencegah migrasi hidrokarbon ke atas.
Kedua, dalam geoteknik, sifat plastis dan permeabilitas rendah dari batuan yang didominasi lempung harus diperhitungkan secara serius dalam konstruksi infrastruktur besar seperti bendungan atau fondasi gedung tinggi. Sifat pengembangannya bisa menyebabkan kerusakan struktural jika tidak dikelola dengan baik.
Proses litifikasi batuan sedimen halus dimulai ketika sedimen (lumpur atau lanau) terakumulasi di cekungan pengendapan. Selama waktu geologis, sedimen baru menumpuk di atasnya, meningkatkan tekanan (overburden pressure). Tekanan ini memaksa air keluar dari pori-pori (dewatering), menyebabkan pemadatan (kompaksi). Seiring berjalannya waktu dan peningkatan kedalaman, sementasi kimiawi terjadi, di mana mineral baru seperti kalsit atau silika mengkristal mengisi ruang pori yang tersisa, mengikat butiran-butiran halus tersebut menjadi batuan padat seperti serpih atau batulanau. Perbedaan utama antara mudstone dan shale terletak pada derajat kompaksi dan kemampuan pemisahan sepanjang bidang perlapisan yang dihasilkan dari proses diagenesis ini.