Batuan beku, atau batuan igneus, terbentuk dari pendinginan dan pemadatan magma (di bawah permukaan bumi) atau lava (di permukaan bumi). Proses pembentukan ini menghasilkan batuan dengan tekstur dan komposisi yang sangat beragam. Secara umum, batuan beku dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan lokasi pendinginannya: batuan beku plutonik (intrusif) dan batuan beku vulkanik (ekstrusif).
Memahami batuan beku sangat penting dalam geologi karena ia memberikan petunjuk mengenai aktivitas internal bumi, suhu, dan tekanan saat pembentukan. Berikut adalah beberapa contoh batuan beku yang paling umum beserta representasi visualnya.
Batuan ini terbentuk dari magma yang mendingin secara perlahan jauh di dalam kerak bumi. Pendinginan yang lambat memungkinkan kristal mineral tumbuh besar, menghasilkan tekstur faneritik (kristal terlihat jelas).
Granit adalah batuan plutonik yang paling dikenal, didominasi oleh kuarsa dan feldspar. Batuan ini umumnya berwarna terang (felsik) dan memiliki kegunaan luas sebagai bahan konstruksi karena kekerasannya. Karena pembentukannya yang dalam, kristalnya tampak kasar dan saling mengunci.
Gabro adalah batuan beku intrusif mafik yang merupakan padanan kasar dari basalt. Batuan ini kaya akan mineral kaya magnesium dan besi, seperti piroksen dan feldspar plagioklas. Gabro biasanya berwarna gelap dan padat.
Batuan ini terbentuk ketika lava mendingin dengan cepat di permukaan bumi. Pendinginan yang cepat tidak memberikan cukup waktu bagi atom untuk menyusun diri menjadi kristal besar, sehingga teksturnya halus (afanitik) atau bahkan gelas.
Basalt adalah batuan ekstrusif yang paling umum, membentuk sebagian besar dasar laut dan banyak dataran tinggi vulkanik. Batuan ini bersifat mafik, padat, dan berwarna sangat gelap. Karena pendinginan yang cepat, kristalnya seringkali tidak terlihat oleh mata telanjang.
Obsidian adalah batuan vulkanik yang memiliki tekstur vitreous (seperti kaca). Ini terjadi ketika lava yang sangat kaya silika mendingin begitu cepat sehingga tidak ada kristal yang sempat terbentuk sama sekali. Obsidian dikenal karena permukaannya yang sangat halus dan kemampuan membelah tajam.
Pumice adalah contoh batuan ekstrusif yang sangat vesikular (berpori) karena gas yang terperangkap selama pendinginan lava yang sangat kental (riolitik). Karena kepadatannya yang rendah, batu apung seringkali dapat mengapung di air. Ini adalah salah satu batuan beku yang paling ringan.
Klasifikasi batuan beku pada dasarnya didasarkan pada dua faktor utama: tekstur (ukuran butiran kristal) dan komposisi mineral (kandungan silika). Batuan yang kaya silika (felsik) umumnya lebih terang warnanya, seperti Rhyolite (ekstrusif) dan Granit (intrusif). Sebaliknya, batuan yang miskin silika (mafik) cenderung gelap, seperti Basalt dan Gabro.
Tekstur adalah kunci pembeda. Jika batuan terbentuk di bawah permukaan (plutonik), ia akan memiliki kristal besar yang saling mengunci, memerlukan waktu jutaan tahun untuk mengeras. Sebaliknya, batuan yang terbentuk di permukaan (vulkanik) mendingin dalam hitungan hari atau minggu, menghasilkan tekstur halus atau bahkan kaca, seperti yang terlihat pada Obsidian.
Studi tentang batuan beku ini tidak hanya terbatas pada pemahaman sejarah bumi. Sifat fisik mereka—kekerasan, kepadatan, dan ketahanan—menentukan penggunaannya dalam peradaban manusia, mulai dari pembuatan alat prasejarah (seperti Obsidian) hingga fondasi bangunan modern (menggunakan Granit dan Basalt sebagai agregat).
Secara ringkas, setiap batuan beku menceritakan kisah pendinginan. Apakah ia mendingin perlahan di kedalaman, menghasilkan struktur kristal yang megah, atau meletus dengan cepat ke atmosfer, menghasilkan tekstur yang rapuh dan halus, semuanya tercermin dalam penampakan fisiknya.