Ilustrasi kehangatan dan koneksi.
Lihat bintang-bintang itu, Maya. Rasanya seperti mimpi ya, bisa duduk di sini bersamamu.
Mimpi yang indah, Rian. Aku selalu suka saat kita punya waktu seperti ini. Terasa seperti seluruh dunia berhenti berputar.
Bukan hanya dunia yang berhenti, tapi hatiku juga. Saat bersamamu, waktu terasa berbeda. Semakin lama bersamamu, semakin aku sadar betapa beruntungnya aku.
Ah, kamu ini. Aku yang harusnya bilang begitu. Kamu membuat setiap hari terasa lebih cerah, bahkan saat mendung sekalipun.
Dan kamu adalah alasan kenapa aku selalu ingin pulang. Rumah bukan hanya bangunan, tapi tempat di mana kamu berada. Kamu adalah rumahku, Maya.
Jantungku berdebar lebih kencang mendengarnya. Aku tidak tahu harus bilang apa lagi selain terima kasih. Terima kasih untuk segalanya.
Jangan berterima kasih. Ini bukan hal yang perlu diperhitungkan. Ini adalah apa adanya aku, apa adanya kita. Aku mencintaimu, Maya. Lebih dari kata-kata bisa ucapkan.
Aku juga mencintaimu, Rian. Selalu dan selamanya.
Astaga, Bunga? Apa benar ini kamu? Aku pikir aku salah lihat.
Adi! Ya ampun, aku juga kaget sekali! Bagaimana kabarmu?
Baik, sangat baik sekarang setelah melihatmu. Kamu terlihat... luar biasa. Masih sama cantiknya.
Kamu berlebihan. Kamu sendiri juga, kok. Sepertinya waktu tidak banyak mengubahmu, kecuali membuatmu semakin... menarik.
Sepertinya takdir memang mempermainkan kita. Aku sudah lama ingin bertemu denganmu lagi, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Dan sekarang, di sini.
Aku juga. Banyak hal yang ingin kukatakan, banyak cerita yang ingin kudengar. Dulu kita hanya teman, tapi entah kenapa, melihatmu sekarang membuatku merasa ada sesuatu yang lebih.
Mungkin karena kita tumbuh bersama, dan melihat bagaimana kita menjadi seperti sekarang, ada koneksi yang tak bisa diputus. Bunga, apa kamu... bersedia minum kopi denganku lagi, tapi kali ini bukan sebagai teman lama?
Aku rasa jawabanku akan selalu iya, Adi. Sepertinya kita punya banyak hal untuk dibicarakan, dan mungkin, untuk memulai kembali.
(Menatap lembut ke arah Dimas)
Kamu tahu, aku tidak butuh kata-kata manis setiap saat. Terkadang, tatapanmu sudah cukup bicara banyak.
(Membalas tatapan Sarah dengan senyum hangat)
Karena aku tahu apa yang ada di balik tatapan itu. Ketulusan, kepercayaan, dan cinta yang terus tumbuh. Aku melihatnya di matamu setiap hari.
Aku merasa aman bersamamu. Seperti semua kekhawatiran lenyap begitu saja. Itu adalah hadiah terbesar yang pernah kamu berikan.
Dan kamu memberiku alasan untuk menjadi lebih baik setiap hari. Kamu menginspirasiku, Sarah. Kamu membuatku ingin menjadi pria yang layak untukmu.
Kamu sudah lebih dari layak, Dimas. Kamu adalah mimpi yang menjadi kenyataan.