Shalat adalah tiang agama, sebuah ibadah fundamental yang menjadi penentu kebahagiaan dan kesuksesan seorang Muslim di dunia maupun di akhirat. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna dan hikmah yang mendalam. Di antara rukun-rukun shalat, pembacaan Surah Al-Fatihah menempati posisi yang sangat krusial, bahkan shalat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Namun, sebelum sampai pada pembacaan Al-Fatihah yang agung ini, ada beberapa bacaan dan praktik sunnah yang menyertainya, yang seringkali disebut sebagai "doa sebelum Al-Fatihah". Memahami dan mengamalkan bacaan-bacaan ini bukan hanya menambah kesempurnaan shalat secara fikih, tetapi juga memperkaya kekhusyukan dan kedalaman spiritual kita dalam berkomunikasi dengan Allah SWT.
Artikel ini akan mengupas tuntas tentang apa saja yang dibaca seorang Muslim sebelum memulai Surah Al-Fatihah dalam shalat, mulai dari takbiratul ihram, doa iftitah, ta'awudz, hingga basmalah. Kita akan menelusuri makna setiap bacaan, dalil-dalil syar'inya, perbedaan pandangan ulama (madzhab) jika ada, serta hikmah dan manfaat spiritual yang terkandung di dalamnya. Tujuannya adalah agar setiap Muslim dapat menunaikan shalat dengan pemahaman yang lebih baik, sehingga ibadahnya lebih bermakna dan diterima di sisi Allah SWT.
1. Takbiratul Ihram: Gerbang Memasuki Shalat
Sebelum memulai bacaan apapun dalam shalat, langkah pertama yang wajib dilakukan oleh seorang Muslim adalah Takbiratul Ihram. Ini adalah rukun shalat yang menandakan dimulainya ibadah shalat dan sekaligus 'mengharamkan' segala aktivitas di luar shalat yang sebelumnya mubah (boleh), seperti berbicara, makan, minum, atau bergerak di luar batasan shalat. Oleh karena itu, dinamakan 'Takbiratul Ihram' (takbir yang mengharamkan).
1.1. Makna dan Lafazh Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram diucapkan dengan lafazh: Allahu Akbar.
Allahu Akbar
"Allah Maha Besar."
Makna "Allah Maha Besar" ini mengandung pengakuan bahwa tidak ada yang lebih besar, lebih agung, lebih berkuasa, atau lebih penting daripada Allah SWT. Dengan mengucapkan takbir ini, seorang hamba menyadari kekerdilan dirinya di hadapan Kebesaran dan Keagungan Tuhan Semesta Alam. Ini adalah gerbang spiritual menuju konsentrasi penuh dan penyerahan diri total kepada Sang Pencipta.
1.2. Kedudukan dan Hukum Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram merupakan salah satu dari rukun shalat (rukun qauli), yang berarti shalat tidak sah tanpa melakukannya. Jika seseorang lupa atau sengaja tidak melafazhkannya, maka shalatnya batal dan harus diulang. Para ulama dari berbagai madzhab sepakat akan kedudukan wajib ini.
1.3. Tata Cara Melakukan Takbiratul Ihram
Disertai dengan pengucapan lafazh "Allahu Akbar," seorang Muslim juga mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahu atau telinga, dengan telapak tangan menghadap kiblat. Ini adalah sunnah yang dianjurkan untuk menyertai takbiratul ihram. Gerakan tangan ini melambangkan penyerahan diri, pembuangan duniawi di belakang punggung, dan kesiapan untuk memasuki alam ibadah.
- Niat: Sebelum mengucapkan takbir, niat shalat harus sudah terpatri dalam hati. Niat tidak perlu dilafazhkan, cukup dalam hati, yang menentukan jenis shalat (fardhu atau sunnah), raka'at, dan menghadap kiblat.
- Berdiri Tegak: Bagi yang mampu, takbiratul ihram harus dilakukan dalam posisi berdiri tegak.
- Mengangkat Tangan: Mengangkat kedua tangan sejajar bahu atau telinga.
- Mengucapkan Takbir: Mengucapkan "Allahu Akbar" dengan jelas dan tartil.
1.4. Hikmah di Balik Takbiratul Ihram
Kebesaran Allah yang diikrarkan melalui takbir ini menjadi fondasi bagi seluruh rangkaian shalat. Ini adalah deklarasi bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini kecil dan fana di hadapan keagungan Allah. Dengan demikian, hati akan lebih mudah terfokus, pikiran akan menjauh dari hiruk pikuk dunia, dan jiwa akan mempersiapkan diri untuk munajat (berdialog) dengan Sang Khalik. Tanpa kesadaran akan makna ini, takbir hanyalah ucapan lisan tanpa roh.
2. Doa Iftitah: Pembuka Dialog dengan Allah
Setelah Takbiratul Ihram, sunnah bagi seorang Muslim untuk membaca Doa Iftitah (doa pembuka shalat). Doa ini dibaca setelah Takbiratul Ihram dan sebelum membaca Ta'awudz (A'udzu billah) dan Surah Al-Fatihah. Hukum membacanya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), dan Nabi Muhammad SAW sendiri rutin membacanya dalam shalatnya.
2.1. Kedudukan dan Tujuan Doa Iftitah
Doa Iftitah adalah sebuah permohonan dan pujian kepada Allah yang menjadi pembuka dialog antara hamba dan Rabb-nya dalam shalat. Tujuannya adalah untuk memohon ampunan, memuji keagungan Allah, dan membersihkan hati dari segala kotoran duniawi sebelum memasuki inti ibadah, yaitu pembacaan Al-Fatihah dan ayat-ayat Al-Quran. Doa ini berfungsi sebagai "pemanasan" spiritual, mempersiapkan hati dan pikiran untuk kekhusyukan.
2.2. Berbagai Lafazh Doa Iftitah
Ada beberapa riwayat sahih mengenai lafazh Doa Iftitah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Keberagaman ini menunjukkan keluasan ajaran Islam dan memberikan pilihan bagi umat Muslim. Beberapa lafazh yang paling populer dan sering digunakan adalah:
2.2.1. Doa Iftitah Versi Pertama (Paling Populer)
اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا وَّمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Allahu Akbaru kabira walhamdu lillahi katsira wa subhanallahi bukratan wa ashila.
Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal ardh, hanifan musliman wa ma ana minal musyrikin.
Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin.
La syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin.
"Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji hanya bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang.
Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh ketulusan dan kepasrahan, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk golongan orang-orang Muslim."
Penjelasan Mendalam Setiap Frasa:
1. اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللّٰهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا
- Allahu Akbaru kabira (Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya): Mengulangi penegasan kebesaran Allah, namun kali ini dengan penekanan yang lebih kuat ("kabira" - sebesar-besarnya). Ini membangun dasar keyakinan akan keagungan-Nya.
- Walhamdu lillahi katsira (Segala puji hanya bagi Allah dengan pujian yang banyak): Setelah mengakui kebesaran-Nya, seorang hamba memuji Allah dengan sepenuh hati dan sebanyak-banyaknya atas segala nikmat dan karunia-Nya.
- Wa subhanallahi bukratan wa ashila (Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang): Mengikrarkan kesucian Allah dari segala kekurangan atau cacat, baik di awal hari (pagi) maupun di penghujung hari (petang). Ini menunjukkan bahwa pujian dan penyucian ini dilakukan secara berkelanjutan, sepanjang waktu, dari pagi hingga petang, mengisyaratkan keberlangsungan ibadah dan kesadaran akan Allah.
2. اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا وَّمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
- Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal ardh (Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi): Sebuah pernyataan orientasi diri yang jelas. Wajah, dalam konteks ini, melambangkan seluruh jiwa dan raga. Ini berarti seluruh keberadaanku, niatku, dan tujuanku hanya tertuju kepada Allah, Sang Pencipta alam semesta. Ini adalah deklarasi tauhid yang fundamental.
- Hanifan musliman wa ma ana minal musyrikin (dengan penuh ketulusan dan kepasrahan, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik): Kata "hanifan" berarti condong kepada kebenaran, lurus, jauh dari kesesatan dan syirik. "Musliman" berarti berserah diri. Ungkapan ini menegaskan kembali komitmen terhadap tauhid murni dan penolakan terhadap segala bentuk kemusyrikan, yakni menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.
3. اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
- Inna shalati wa nusuki (Sesungguhnya shalatku dan ibadahku): Menyatakan bahwa shalat yang sedang dikerjakan, serta seluruh bentuk ibadah (termasuk kurban, haji, dll.), semata-mata hanya untuk Allah. Ini menunjukkan niat yang murni.
- Wa mahyaya wa mamati (hidupku dan matiku): Penyerahan diri yang total, meliputi seluruh aspek kehidupan, dari awal hingga akhir. Seluruh gerak hidup, tujuan hidup, hingga kematian, semuanya hanya untuk Allah.
- Lillahi rabbil 'alamin (hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam): Menegaskan bahwa segala penyerahan diri dan ibadah ini ditujukan kepada Allah, Dzat yang memiliki, mengatur, dan memelihara seluruh alam semesta.
4. لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
- La syarika lahu (Tidak ada sekutu bagi-Nya): Pengulangan dan penegasan kembali prinsip tauhid bahwa Allah adalah Esa, tidak memiliki sekutu dalam kekuasaan, penciptaan, dan uluhiyah-Nya.
- Wa bidzalika umirtu (dan demikian itulah aku diperintahkan): Menyatakan ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya, tanpa syirik.
- Wa ana minal muslimin (dan aku termasuk golongan orang-orang Muslim): Sebuah pengakuan dan deklarasi identitas sebagai seorang Muslim, yang berarti orang yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
2.2.2. Doa Iftitah Versi Kedua (Riwayat Abu Hurairah)
Doa ini lebih pendek dan sering diajarkan dalam madrasah atau pondok pesantren.
Subhanakallahumma wa bihamdika wa tabarakasmuka wa ta'ala jadduka wa la ilaha ghairuk.
"Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, Maha Berkah nama-Mu, Maha Tinggi keagungan-Mu, dan tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Engkau."
Penjelasan Mendalam Setiap Frasa:
- Subhanakallahumma (Maha Suci Engkau ya Allah): Mengakui kesucian Allah dari segala kekurangan, kesalahan, atau atribut yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
- Wa bihamdika (dan dengan memuji-Mu): Menyertakan pujian atas kesempurnaan dan segala nikmat-Nya. Penggabungan tasbih (penyucian) dan tahmid (pujian) adalah bentuk ibadah yang sangat mendalam.
- Wa tabarakasmuka (Maha Berkah nama-Mu): Mengakui bahwa nama-nama Allah membawa keberkahan dan kebaikan yang tiada tara. Setiap nama-Nya adalah sumber kebaikan.
- Wa ta'ala jadduka (Maha Tinggi keagungan-Mu): Mengikrarkan bahwa keagungan Allah tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, Dia Maha Tinggi dalam kekuasaan dan kemuliaan-Nya.
- Wa la ilaha ghairuk (dan tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Engkau): Sebuah penegasan tegas tentang tauhid uluhiyah, bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah dan diibadahi. Ini adalah inti dari syahadat "La ilaha illallah".
2.2.3. Doa Iftitah Versi Ketiga (Riwayat Muslim)
Ada juga versi lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
Allahumma ba'id baini wa baina khatayaya kama ba'adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini minal khatayaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad danasi. Allahummaghsil khatayaya bil ma'i wats tsalji wal barad.
"Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan embun."
Doa ini lebih berfokus pada permohonan ampunan dan pembersihan diri dari dosa-dosa, sebagai persiapan spiritual sebelum menghadap Allah. Keberagaman doa iftitah ini menunjukkan kekayaan sunnah Nabi dan kebolehan mengamalkan salah satunya.
2.3. Kapan Doa Iftitah Tidak Dibaca?
Meskipun sunnah muakkadah, ada beberapa kondisi di mana Doa Iftitah tidak dibaca:
- Masbuq: Orang yang terlambat bergabung dalam shalat berjamaah (masbuq) dan imam sudah memulai bacaan Al-Fatihah, hendaknya langsung mengikuti bacaan imam tanpa membaca Doa Iftitah. Ini karena mendengarkan bacaan imam lebih diutamakan.
- Shalat Jenazah: Dalam shalat jenazah, tidak ada Doa Iftitah. Setelah takbiratul ihram, langsung membaca Al-Fatihah.
- Khawatir Kehilangan Waktu: Jika ada kekhawatiran waktu shalat akan habis atau raka'at akan terlewat karena terlalu lama membaca Doa Iftitah yang panjang, maka dianjurkan untuk tidak membacanya atau memilih yang lebih singkat.
2.4. Hikmah Membaca Doa Iftitah
Doa Iftitah memiliki hikmah yang besar dalam mempersiapkan seorang hamba untuk berkomunikasi dengan Rabb-nya:
- Menjernihkan Hati: Dengan memuji, mensucikan, dan mengagungkan Allah, hati menjadi lebih tenang dan bersih dari pikiran duniawi.
- Menguatkan Tauhid: Banyak lafazh doa iftitah yang menegaskan keesaan Allah dan penolakan syirik, sehingga menguatkan fondasi tauhid dalam diri.
- Memohon Ampunan: Beberapa versi doa iftitah mengandung permohonan ampunan, yang sangat penting sebelum menghadap Allah dengan suci.
- Meningkatkan Kekhusyukan: Pemahaman makna doa ini dapat membantu meningkatkan kekhusyukan dan kesadaran akan siapa yang sedang diajak bicara.
- Mengikuti Sunnah Nabi: Mengamalkannya adalah bentuk ittiba' (mengikuti) sunnah Nabi SAW, yang mendatangkan pahala dan keberkahan.
3. Ta'awudz: Memohon Perlindungan dari Godaan Setan
Setelah Takbiratul Ihram dan Doa Iftitah, langkah selanjutnya yang disunnahkan sebelum membaca Al-Fatihah adalah membaca Ta'awudz. Ini adalah permohonan perlindungan kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, "Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (QS. An-Nahl: 98).
3.1. Lafazh Ta'awudz dan Maknanya
Lafazh Ta'awudz yang paling umum dibaca adalah:
A'udzu billahi minasy-syaitonir-rojim
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk."
Penjelasan Mendalam Setiap Frasa:
- A'udzu (Aku berlindung): Mengungkapkan kebutuhan seorang hamba akan perlindungan dan pertolongan dari entitas yang lebih kuat. Ini adalah sikap merendah di hadapan Allah dan mengakui kelemahan diri di hadapan musuh yang tak terlihat.
- Billahi (kepada Allah): Menentukan siapa yang menjadi tempat berlindung. Hanya Allah, Dzat Yang Maha Kuasa, yang mampu memberikan perlindungan sejati dari segala kejahatan.
- Minasy-syaiton (dari setan): Menjelaskan siapa musuh yang dihindari dan dimintai perlindungan darinya. Setan adalah musuh abadi manusia, yang selalu berusaha menggoda dan menyesatkan.
- Ar-rojim (yang terkutuk): Menjelaskan sifat setan sebagai makhluk yang terusir dari rahmat Allah dan pantas mendapat kutukan.
3.2. Hukum Membaca Ta'awudz
Hukum membaca Ta'awudz sebelum membaca Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Meskipun ayat Al-Quran menyatakannya sebagai perintah, mayoritas ulama menafsirkannya sebagai sunnah muakkadah dalam konteks shalat. Namun, sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya karena fungsinya yang sangat vital dalam menjaga kekhusyukan shalat.
3.3. Kapan Ta'awudz Dibaca?
Menurut jumhur ulama, Ta'awudz dibaca pada raka'at pertama shalat saja, sebelum Al-Fatihah. Namun, ada juga sebagian ulama yang berpendapat disunnahkan membacanya pada setiap raka'at sebelum membaca Al-Fatihah, terutama dalam shalat sunnah atau saat seseorang merasa godaan setan kembali muncul. Pendapat yang lebih kuat adalah dibaca pada raka'at pertama saja, sebagai bentuk persiapan membaca Al-Quran dalam shalat.
Ta'awudz dibaca secara sirr (pelan atau dalam hati), tidak dijaharkan (dikeraskan), baik dalam shalat sirriyah (yang bacaannya pelan) maupun jahriyah (yang bacaannya keras).
3.4. Hikmah Membaca Ta'awudz
Membaca Ta'awudz memiliki hikmah yang sangat besar, terutama dalam shalat:
- Perisai dari Godaan Setan: Setan adalah musuh utama manusia, dan godaannya sangat kuat, terutama saat beribadah. Dengan Ta'awudz, kita memohon pertolongan Allah agar dilindungi dari bisikan dan tipu daya setan yang dapat mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan shalat.
- Menjernihkan Niat: Godaan setan seringkali membuat niat bergeser dari ikhlas lillahi ta'ala menjadi riya' atau sum'ah. Ta'awudz membantu membersihkan niat.
- Meningkatkan Kekhusyukan: Ketika seseorang menyadari sedang memohon perlindungan dari setan, ia akan lebih waspada terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu dan berusaha keras untuk fokus pada shalatnya.
- Menjaga Keberkahan Bacaan Al-Quran: Al-Quran adalah kalamullah yang suci. Membaca Ta'awudz sebelum memulainya adalah bentuk penghormatan dan upaya membersihkan diri dari segala pengaruh negatif agar dapat menyerap keberkahan Al-Quran secara maksimal.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setan itu duduk di setiap jalan anak Adam." (HR. Ahmad). Ini menunjukkan betapa gigihnya setan dalam menyesatkan manusia, dan mengapa perlindungan dari Allah sangat dibutuhkan.
4. Basmalah: Memulai dengan Nama Allah
Setelah Ta'awudz, sebelum memulai bacaan Surah Al-Fatihah, seorang Muslim disunnahkan untuk membaca Basmalah. Basmalah adalah lafazh yang sangat agung dan mengandung berkah, yang menjadi kunci pembuka setiap surat dalam Al-Quran (kecuali Surah At-Taubah).
4.1. Lafazh Basmalah dan Maknanya
Lafazh Basmalah yang dimaksud adalah:
Bismillahirrahmanirrahim
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Penjelasan Mendalam Setiap Frasa:
- Bismillahi (Dengan menyebut nama Allah): Ini adalah deklarasi bahwa setiap perbuatan yang dimulai dengannya dilakukan atas nama Allah, dengan memohon pertolongan dan keberkahan dari-Nya. Ini juga mengisyaratkan bahwa perbuatan tersebut harus selaras dengan kehendak Allah.
- Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih): Salah satu nama Allah yang agung, menunjukkan kasih sayang Allah yang bersifat umum, diberikan kepada seluruh makhluk di dunia, baik yang beriman maupun kafir.
- Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang): Nama Allah lainnya yang menunjukkan kasih sayang-Nya yang bersifat khusus, hanya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di akhirat kelak.
Mengawali dengan Basmalah berarti melakukan sesuatu dengan niat yang benar, dengan mengharap ridha Allah, dan dengan kesadaran akan dua sifat-Nya yang paling utama: kasih sayang-Nya yang melimpah.
4.2. Kedudukan Basmalah dalam Shalat dan Al-Fatihah
Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai status Basmalah dalam Surah Al-Fatihah:
- Madzhab Syafi'i: Menganggap Basmalah sebagai salah satu ayat dari Surah Al-Fatihah. Oleh karena itu, bagi mereka, wajib membacanya dengan jahr (keras) dalam shalat jahr (maghrib, isya, subuh) dan sirr (pelan) dalam shalat sirr (dzuhur, ashar).
- Madzhab Hanafi dan Hanbali: Menganggap Basmalah bukan bagian dari Surah Al-Fatihah, melainkan sebagai ayat terpisah yang berfungsi sebagai pembuka surat. Mereka berpendapat disunnahkan membacanya secara sirr (pelan) sebelum Al-Fatihah.
- Madzhab Maliki: Menganggap Basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah dan bahkan tidak disunnahkan membacanya dalam shalat fardhu secara mutlak, baik jahr maupun sirr, karena khawatir dianggap sebagai bagian dari Al-Fatihah. Mereka hanya membolehkannya dalam shalat sunnah.
Meskipun ada perbedaan, mayoritas ulama sepakat bahwa membaca Basmalah sebelum Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah atau wajib sebagai bagian dari Al-Fatihah (menurut Syafi'i). Oleh karena itu, adalah lebih utama untuk membacanya. Pembacaan Basmalah juga bersifat sirr (pelan) dalam shalat kecuali jika mengikut madzhab Syafi'i dan dalam shalat jahr.
4.3. Hikmah Membaca Basmalah
Basmalah memiliki hikmah yang sangat besar, terutama sebelum membaca Al-Fatihah:
- Memohon Keberkahan: Mengawali setiap perbuatan dengan nama Allah adalah cara untuk memohon keberkahan dan pertolongan-Nya. Dengan Basmalah, seorang hamba memohon agar bacaan Al-Quran yang akan ia lafazhkan diberkahi dan diterima oleh Allah.
- Niat Ikhlas: Mengingatkan diri bahwa semua yang dilakukan dalam shalat adalah semata-mata karena Allah dan untuk-Nya, menjaga niat agar tetap ikhlas.
- Mengingat Kasih Sayang Allah: Mengingat sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim di awal bacaan Al-Fatihah menumbuhkan rasa cinta, harap, dan rasa syukur kepada Allah, yang akan meningkatkan kekhusyukan dan kualitas shalat.
- Pemisah Antar Surat: Dalam konteks Al-Quran secara umum, Basmalah berfungsi sebagai pemisah antara satu surat dengan surat lainnya (kecuali At-Taubah). Dalam shalat, ini juga menandai dimulainya bacaan surat suci.
- Mengikuti Sunnah Nabi: Rasulullah SAW selalu memulai setiap urusan penting dengan Basmalah, termasuk membaca Al-Quran.
5. Al-Fatihah: Rukun Shalat yang Paling Agung
Setelah melewati semua bacaan yang disunnahkan sebelumnya—Takbiratul Ihram (rukun), Doa Iftitah (sunnah), Ta'awudz (sunnah), dan Basmalah (sunnah/wajib tergantung madzhab)—seorang Muslim akhirnya sampai pada rukun shalat yang paling fundamental dan agung: pembacaan Surah Al-Fatihah.
5.1. Kedudukan Al-Fatihah dalam Shalat
Surah Al-Fatihah adalah rukun qauli (rukun berupa ucapan) dalam shalat. Tanpa membacanya, shalat seseorang tidak sah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Laa shalaata liman lam yaqra' bi faatihatil kitaab.
"Tidak sempurna shalat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya Al-Fatihah. Ia adalah 'induk' (Ummul Kitab atau Ummul Quran) dari Al-Quran, yang merangkum seluruh inti ajaran Islam, mulai dari tauhid, pujian kepada Allah, permohonan petunjuk, hingga kisah umat-umat terdahulu.
5.2. Keterkaitan Doa-doa Sebelum Al-Fatihah dengan Al-Fatihah
Sekarang kita dapat melihat bagaimana bacaan-bacaan sebelumnya membentuk sebuah persiapan yang sempurna untuk pembacaan Al-Fatihah:
- Takbiratul Ihram: Memutus hubungan dengan dunia dan menyatakan kebesaran Allah, membuka gerbang untuk fokus total. Ini adalah pintu masuk.
- Doa Iftitah: Membersihkan hati, memuji Allah, dan mengikrarkan tauhid serta penyerahan diri total. Ini adalah pemurnian niat dan penguatan spiritual.
- Ta'awudz: Memohon perlindungan dari setan agar tidak ada gangguan saat berinteraksi dengan firman Allah. Ini adalah perisai.
- Basmalah: Memulai dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, memohon keberkahan dan rahmat-Nya untuk bacaan yang akan datang. Ini adalah kunci pembuka berkah.
Semua ini adalah rangkaian yang logis dan spiritual, mempersiapkan seorang hamba untuk benar-benar merasakan makna setiap ayat dari Al-Fatihah, menjadikannya bukan sekadar bacaan lisan, tetapi dialog hati dengan Allah.
6. Perspektif Madzhab terhadap Bacaan-Bacaan Ini
Meskipun ada konsensus tentang pentingnya Takbiratul Ihram dan Al-Fatihah, terdapat perbedaan nuansa dan detail di antara empat madzhab fiqih utama (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali) terkait bacaan-bacaan sebelum Al-Fatihah. Memahami perbedaan ini akan memberikan wawasan yang lebih luas tentang kekayaan fiqih Islam.
6.1. Madzhab Hanafi
- Takbiratul Ihram: Rukun shalat, wajib diucapkan "Allahu Akbar".
- Doa Iftitah: Sunnah, dibaca setelah Takbiratul Ihram secara sirr (pelan). Mereka umumnya mengutamakan doa "Subhanakallahumma wa bihamdika...".
- Ta'awudz: Sunnah, dibaca sirr pada raka'at pertama sebelum Al-Fatihah.
- Basmalah: Sunnah untuk dibaca sirr sebelum Al-Fatihah. Mereka tidak menganggap Basmalah sebagai ayat dari Al-Fatihah.
- Al-Fatihah: Wajib dibaca pada setiap raka'at dalam shalat bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Bagi makmum, jika imam mengeraskan bacaan, makmum mendengarkan; jika imam memelankan bacaan, makmum disunnahkan membaca Al-Fatihah.
6.2. Madzhab Maliki
- Takbiratul Ihram: Rukun shalat.
- Doa Iftitah: Menurut madzhab Maliki, tidak ada doa iftitah yang spesifik yang disunnahkan setelah takbiratul ihram. Mereka berpendapat bahwa yang terbaik adalah langsung memulai bacaan Al-Fatihah setelah takbir. Ada riwayat bahwa Imam Malik tidak menganjurkan doa iftitah di awal shalat. Namun, sebagian ulama Maliki kontemporer membolehkan membaca doa iftitah yang diriwayatkan dari Nabi SAW, terutama versi "Subhanakallahumma..." secara sirr.
- Ta'awudz: Disunnahkan membacanya secara sirr hanya sebelum bacaan Al-Qur'an (Al-Fatihah) pada raka'at pertama saja.
- Basmalah: Tidak dianggap sebagai bagian dari Al-Fatihah dan tidak disunnahkan untuk dibaca secara jahr maupun sirr dalam shalat fardhu. Namun, dibolehkan membacanya dalam shalat sunnah. Ini adalah salah satu perbedaan paling mencolok dengan madzhab Syafi'i.
- Al-Fatihah: Rukun shalat. Wajib bagi imam dan makmum. Bagi makmum, mereka juga wajib membaca Al-Fatihah, bahkan jika imam sedang mengeraskan bacaan.
6.3. Madzhab Syafi'i
- Takbiratul Ihram: Rukun shalat.
- Doa Iftitah: Sunnah muakkadah, dibaca setelah Takbiratul Ihram secara sirr. Mereka umumnya mengutamakan doa "Allahu Akbaru kabira...".
- Ta'awudz: Sunnah, dibaca sirr pada setiap raka'at sebelum Al-Fatihah. Ini berbeda dengan madzhab lain yang umumnya hanya pada raka'at pertama.
- Basmalah: Wajib dibaca karena dianggap sebagai ayat pertama dari Surah Al-Fatihah. Harus dibaca dengan jahr (keras) dalam shalat jahr dan sirr (pelan) dalam shalat sirr.
- Al-Fatihah: Rukun shalat. Wajib dibaca pada setiap raka'at bagi imam, makmum, dan orang yang shalat sendirian.
6.4. Madzhab Hanbali
- Takbiratul Ihram: Rukun shalat.
- Doa Iftitah: Sunnah, dibaca secara sirr setelah Takbiratul Ihram. Mereka memiliki beberapa pilihan doa iftitah, termasuk "Subhanakallahumma..." dan "Allahumma ba'id baini...".
- Ta'awudz: Sunnah, dibaca sirr pada raka'at pertama saja sebelum Al-Fatihah.
- Basmalah: Disunnahkan membacanya secara sirr sebelum Al-Fatihah. Tidak dianggap sebagai ayat dari Al-Fatihah.
- Al-Fatihah: Rukun shalat. Wajib dibaca pada setiap raka'at bagi imam, makmum, dan orang yang shalat sendirian.
Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan keluasan fiqih Islam dan bahwa ada ruang untuk perbedaan pendapat di antara ulama yang semuanya berlandaskan pada dalil-dalil syar'i. Seorang Muslim dapat mengikuti salah satu madzhab yang diyakininya atau mengambil pandangan yang menurutnya paling kuat dalilnya setelah mempelajari. Yang terpenting adalah niat dan usaha untuk mengikuti sunnah Nabi SAW.
7. Hikmah dan Manfaat Spiritual dari Bacaan-Bacaan Ini
Mengamalkan bacaan-bacaan sebelum Al-Fatihah dengan pemahaman yang mendalam bukan hanya sekadar mengikuti tuntunan fikih, tetapi juga merupakan jalan untuk mencapai kekhusyukan dan kedalaman spiritual dalam shalat. Setiap lafazh adalah jembatan menuju komunikasi yang lebih intim dengan Allah SWT.
7.1. Fondasi Kekhusyukan
Kekhusyukan adalah ruh shalat. Tanpa kekhusyukan, shalat bisa menjadi sekadar gerakan fisik tanpa makna. Bacaan-bacaan sebelum Al-Fatihah ini berperan sebagai fondasi yang kokoh untuk membangun kekhusyukan:
- Transisi dari Duniawi ke Ukhrawi: Takbiratul Ihram secara tegas memisahkan kita dari kesibukan duniawi. Ini adalah pintu gerbang mental dan spiritual.
- Penyucian Diri: Doa Iftitah, dengan pujian, pengagungan, dan permohonan ampunannya, membersihkan hati dari noda-noda dosa dan kelalaian, menyiapkan jiwa untuk berdialog dengan Rabb Yang Maha Suci.
- Perlindungan dari Gangguan: Ta'awudz adalah perisai dari bisikan setan yang paling gigih berusaha mengalihkan perhatian kita dalam shalat. Dengan perlindungan Allah, hati lebih mudah terfokus.
- Permulaan yang Berkah: Basmalah membawa keberkahan dan rahmat, memastikan bahwa setiap kata yang diucapkan setelahnya berada dalam lindungan dan bimbingan Allah.
7.2. Memperdalam Kesadaran akan Keagungan Allah
Melalui pengulangan "Allahu Akbar" dan pujian dalam Doa Iftitah, seorang Muslim terus-menerus diingatkan akan kebesaran, keagungan, dan kesempurnaan Allah. Ini menumbuhkan rasa rendah diri (tawadhu') dan ketakutan (khauf) yang sehat di hadapan-Nya, sekaligus menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan harap (raja') atas rahmat-Nya. Kesadaran ini adalah inti dari ibadah yang benar.
7.3. Penguatan Tauhid
Banyak dari bacaan-bacaan ini, terutama Doa Iftitah, mengandung penegasan yang kuat tentang keesaan Allah (tauhid). Deklarasi bahwa hanya Dia yang menciptakan, hanya Dia yang berhak disembah, dan hanya kepada-Nya seluruh hidup dan mati dipersembahkan, secara terus-menerus memperkuat akidah tauhid dalam hati seorang hamba. Ini adalah pengingat konstan akan tujuan utama penciptaan manusia: beribadah hanya kepada Allah.
7.4. Meningkatkan Kualitas Munajat
Shalat adalah munajat, yaitu dialog rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dengan memahami makna setiap kata sebelum Al-Fatihah, dialog ini menjadi lebih hidup dan bermakna. Hati tidak hanya mengucapkan, tetapi juga merasakan dan menghayati setiap permohonan, pujian, dan ikrar. Ini mengubah shalat dari ritual menjadi pengalaman spiritual yang mendalam.
7.5. Mengikuti Jejak Nabi Muhammad SAW
Setiap bacaan sunnah yang kita amalkan adalah bentuk cinta dan kepatuhan kepada Rasulullah SAW. Mengikuti sunnahnya adalah jaminan keberkahan dan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Nabi SAW tidak melakukan sesuatu kecuali ada hikmah dan kebaikan di dalamnya. Dengan meneladani beliau dalam setiap detail shalat, kita berharap mendapatkan syafa'at dan ridha Allah.
7.6. Membangun Kebiasaan Dzikir dan Tadabbur
Rutin membaca dan merenungi doa-doa ini juga melatih kita untuk selalu berdzikir dan bertadabbur (merenungi makna) dalam setiap aspek kehidupan. Jika dalam shalat saja kita sudah terbiasa dengan dzikir dan tadabbur, maka di luar shalat pun kita akan lebih mudah untuk mengingat Allah dan merenungi ciptaan-Nya.
8. Kesimpulan: Meresapi Setiap Detik Shalat
Perjalanan seorang Muslim dalam shalat dimulai dari Takbiratul Ihram dan mencapai puncaknya pada Al-Fatihah, yang merupakan rukun paling agung. Namun, rute menuju puncak ini tidaklah hampa. Ia diisi dengan bacaan-bacaan sunnah yang memiliki makna dan hikmah yang luar biasa, membentuk sebuah rangkaian spiritual yang mempersiapkan jiwa untuk berdialog dengan Sang Pencipta.
Dari pengakuan kebesaran Allah melalui Takbiratul Ihram, pemurnian hati dan penguatan tauhid melalui Doa Iftitah, perlindungan dari godaan setan dengan Ta'awudz, hingga pencarian keberkahan dengan Basmalah, setiap elemen adalah bata-bata yang membangun rumah kekhusyukan. Dengan memahami dan menghayati setiap bacaan ini, shalat kita bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna, sebuah momen intim berkomunikasi dengan Allah SWT.
Semoga panduan lengkap ini dapat membantu setiap Muslim untuk menunaikan shalat dengan pemahaman yang lebih baik, kekhusyukan yang mendalam, dan keikhlasan yang tulus. Ingatlah bahwa shalat adalah hadiah terbesar yang diberikan Allah kepada kita, sebuah kesempatan untuk kembali kepada-Nya lima kali sehari, membersihkan diri, dan mencari ketenangan di tengah hiruk pikuk dunia. Mari kita manfaatkan setiap detiknya dengan sebaik-baiknya.