Dalam hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat, seringkali kita lupa akan peran fundamental yang dimainkan oleh para pendidik. Guru, sosok yang didedikasikan untuk menanamkan ilmu, membentuk karakter, dan menginspirasi generasi penerus, adalah pilar utama kemajuan sebuah bangsa. Namun, jasa mereka kerapkali tak terucap, tak tersurat, dan terlupakan di tengah kesibukan dunia. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang perjuangan mereka layak diapresiasi melalui untaian kata yang tulus. Artikel ini akan menyajikan sebuah geguritan atau puisi berbahasa Jawa, yang menggambarkan kekaguman dan terima kasih kita kepada para guru, yang terbagi dalam tiga bait. Geguritan ini diharapkan dapat membangkitkan kembali rasa hormat dan penghargaan kita terhadap profesi mulia ini, serta mengingatkan kita akan jejak langkah mereka yang senantiasa membekas.
Geguritan, sebagai salah satu bentuk karya sastra tradisional Jawa, memiliki kekuatan untuk menyampaikan emosi dan pesan secara mendalam. Melalui bahasa yang indah dan ritme yang khas, geguritan mampu menyentuh hati pembaca. Khususnya ketika tema yang diangkat adalah tentang guru, untaian kata-kata dalam geguritan dapat menjadi medium yang paling pas untuk mengekspresikan rasa terima kasih yang tak terhingga. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan akademis, tetapi juga membekali kita dengan nilai-nilai moral, etika, dan keterampilan hidup. Mereka adalah lentera yang menerangi jalan kegelapan, kompas yang menunjukkan arah, dan pelatih yang mengasah potensi diri. Keberadaan mereka sangat krusial dalam membentuk individu yang berkualitas dan masyarakat yang beradab.
Juru ngatur budi lan bebuden,
Ngrampak ngelmu, gawe pinter.
Tangan tansah ngajak lumaku,
Mangatku agung, mulya.
Bait pertama ini menggambarkan esensi peran guru. Ia adalah "juru ngatur budi lan bebuden", yang berarti seseorang yang mengatur budi pekerti dan perilaku. Guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan ("ngrampak ngelmu"), tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian siswa menjadi pribadi yang cerdas dan baik. Tangan mereka yang senantiasa mengarahkan ("tansah ngajak lumaku") adalah simbol bimbingan dan dukungan yang tak pernah lelah. Semangat dan dedikasi guru ("mangatku agung") sungguh luar biasa, membawa kemuliaan bagi diri mereka sendiri dan juga bagi orang lain. Kata "mulya" di akhir bait menandakan dampak positif yang tercipta dari pengajaran mereka, yaitu pribadi-pribadi yang berharga dan terhormat.
Teduh sabare kaya samudra,
Tulus iklase tanpa pamrih.
Bumi telat tetep padhang,
Nuwuni berkah, luhur.
Pada bait kedua, kita diajak untuk merenungkan kesabaran dan ketulusan guru. Kesabaran mereka digambarkan seluas samudra ("teduh sabare kaya samudra"), yang mampu menampung segala macam persoalan dan kegundahan siswa tanpa jemu. Ketulusan hati mereka terasa begitu mendalam, tanpa mengharapkan imbalan apapun ("tulus iklase tanpa pamrih"). Guru senantiasa hadir untuk menerangi setiap sudut kehidupan siswa ("bumi telat tetep padhang"), memberikan pencerahan dan solusi atas segala keraguan. Tanda jasa yang mereka terima bukanlah materi, melainkan berkah dan kebajikan yang mereka pancarkan ("nuwuni berkah, luhur"). Ini menegaskan bahwa pengabdian guru bersifat luhur dan penuh makna spiritual.
Dadi panutan, panuntun jaman,
Pituduh becik tumraping putra.
Sumbangsihmu tansah ginunggung,
Matur nuwun, guru.
Bait terakhir ini mengukuhkan posisi guru sebagai teladan dan penuntun bagi zamannya. Mereka adalah "panutan" (figur yang dijadikan contoh) dan "panuntun jaman" (pembimbing di era ini). Setiap nasihat dan ajaran mereka adalah "pituduh becik" (petunjuk yang baik) bagi anak-anak bangsa. Segala bentuk sumbangsih dan pengorbanan guru akan selalu dikenang dan dihargai ("sumbangsihmu tansah ginunggung"). Akhir dari geguritan ini ditutup dengan ungkapan terima kasih yang tulus dan sederhana: "Matur nuwun, guru." Ini adalah puncak apresiasi yang disampaikan oleh sang penulis, sebuah pengakuan tulus atas segala jasa yang telah diberikan oleh para pendidik tercinta. Jasa mereka memang tak ternilai harganya, dan pantas untuk senantiasa kita ingat dan syukuri.
Geguritan tiga bait ini hanyalah secuil gambaran dari betapa pentingnya peran seorang guru. Di balik setiap keberhasilan siswa, tersemat peran tak tergantikan dari seorang guru. Mereka yang dengan sabar, telaten, dan penuh kasih membimbing kita dari kegelapan menuju terang ilmu pengetahuan. Mari kita terus menghargai dan menghormati para guru, tidak hanya melalui untaian kata, tetapi juga melalui tindakan nyata, yaitu dengan menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat.