Genesa batu bara adalah sebuah proses geologis yang kompleks dan memakan waktu jutaan tahun, mengubah materi organik mati—terutama sisa-sisa tumbuhan purba—menjadi sumber energi padat yang kita kenal sebagai batu bara. Proses ini tidak terjadi secara instan; ia memerlukan kombinasi spesifik dari empat faktor utama: bahan baku organik, lingkungan pengendapan yang tergenang air (biasanya rawa), panas, dan tekanan. Tanpa salah satu elemen ini, materi organik hanya akan terdegradasi menjadi humus atau batuan sedimen biasa, bukan batu bara.
Kisah genesa batu bara dimulai di lingkungan rawa purba yang kaya vegetasi, seringkali di iklim hangat dan lembap. Ketika tanaman mati, alih-alih membusuk sepenuhnya seperti yang terjadi di tanah kering (karena lingkungan rawa yang kekurangan oksigen atau anoksik), sisa-sisa mereka terakumulasi di dasar rawa. Proses dekomposisi parsial ini, yang didominasi oleh mikroorganisme anaerobik, menghasilkan materi yang kaya akan karbon, yang dikenal sebagai gambut (peat). Gambut memiliki kandungan air sangat tinggi dan nilai kalor yang rendah. Pada tahap ini, materi organik masih relatif lunak dan mudah dihancurkan.
Seiring berjalannya waktu geologis, lapisan gambut ini terkubur di bawah sedimen baru, seperti lumpur, pasir, atau abu vulkanik. Proses penguburan ini memicu dua perubahan krusial: peningkatan tekanan (pemadatan) dan peningkatan suhu. Tekanan dari lapisan di atas memaksa air keluar dari gambut, sehingga mengurangi volume material secara drastis. Peningkatan suhu, yang dikenal sebagai termal metagrafisme, mempercepat reaksi kimia di mana atom hidrogen dan oksigen dihilangkan dari struktur molekul organik. Proses penghilangan ini disebut 'pematangan' (coalification).
Dari gambut, materi organik berevolusi menjadi lignit (batu bara coklat), yang masih mengandung banyak kelembapan dan memiliki nilai kalor sedang. Jika proses pemadatan dan pemanasan terus berlanjut, lignit akan berubah menjadi bitumin. Batu bara jenis bitumin adalah jenis yang paling umum ditambang, terbentuk pada kedalaman yang lebih signifikan dan suhu yang lebih tinggi, menghasilkan kandungan karbon yang lebih tinggi dan jejak volatil yang lebih rendah.
Tahap akhir dari genesa batu bara adalah pembentukan antrasit. Antrasit terbentuk ketika sedimen batubara bitumin mengalami tekanan dan suhu yang sangat ekstrem, biasanya akibat aktivitas tektonik kuat seperti pelipatan kerak bumi (orogenesa). Pada kondisi ini, hampir semua zat volatil telah dilepaskan, meninggalkan materi yang hampir murni terdiri dari karbon amorf. Antrasit memiliki kilap seperti logam, sangat keras, dan merupakan batu bara kualitas tertinggi karena menghasilkan energi terbesar per unit massa saat dibakar.
Kualitas akhir batu bara sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan spesifik saat genesa terjadi. Misalnya, laju sedimentasi menentukan seberapa cepat materi organik terkubur dan tertekan. Lingkungan tektonik regional menentukan seberapa besar tekanan dan suhu yang dialami batuan tersebut selama proses penguburan dan pengangkatan kembali. Oleh karena itu, cadangan batu bara di cekungan yang stabil cenderung menghasilkan kualitas berbeda dibandingkan dengan cekungan yang terletak di zona tumbukan lempeng aktif. Memahami genesa sangat penting untuk eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya energi ini secara berkelanjutan.