Sebuah gambaran cinta yang syahdu dari dunia santri.
Dunia pesantren seringkali identik dengan keseriusan belajar ilmu agama, kedisiplinan, dan kesederhanaan. Namun, di balik tembok-tembok pondok, tersimpan kisah-kisah cinta yang tak kalah romantis, bahkan terkadang diselingi dengan gombalan-gombalan unik yang lahir dari nilai-nilai pesantren itu sendiri. Berbeda dengan gombalan yang cenderung vulgar atau berlebihan, gombalan anak pesantren biasanya lebih santun, cerdas, dan sarat makna. Ini adalah perpaduan antara perasaan tulus dengan pemahaman agama dan adab yang kuat.
Gombalan ala santri bukanlah tentang rayuan murahan. Sebaliknya, ia adalah ungkapan perasaan yang disampaikan dengan bahasa yang indah, penuh kiasan, dan seringkali merujuk pada nilai-nilai Islam. Penggunaan diksi yang tepat, perumpamaan yang cerdas, dan sentuhan humor yang halus menjadi ciri khasnya. Tujuannya bukan sekadar membuat lawan bicara tertawa atau terkesan sesaat, melainkan untuk menyampaikan ketulusan hati dan menunjukkan kepribadian yang baik.
Mari kita selami beberapa contoh gombalan yang mungkin pernah Anda dengar atau bahkan alami dari anak pesantren. Gombalan ini seringkali berakar pada ayat-ayat Al-Qur'an, hadis, atau nilai-nilai luhur yang diajarkan di pondok. Misalnya, salah satu gombalan yang cukup populer adalah:
"Kamu itu seperti surat Ar-Rahman, selalu indah di setiap ayatnya."
Gombalan ini bukan hanya pujian biasa. Surat Ar-Rahman dikenal sebagai surat yang penuh keindahan, janji-janji Allah, dan bukti kebesaran-Nya. Dengan membandingkan kekasihnya dengan surat ini, sang santri seolah ingin mengatakan bahwa pasangannya memiliki keindahan yang mendalam dan membawa keberkahan, layaknya firman Allah.
Contoh lain yang menunjukkan kecerdasan dan kehalusan adalah:
"Hatiku ini seperti kitab kuning, tak akan terbuka untuk selainmu, kecuali setelah dibaca berulang-ulang dan dipahami maknanya."
Dalam konteks pesantren, kitab kuning adalah sumber ilmu agama yang mendalam. Gombalan ini menggunakan metafora tersebut untuk menyatakan kesetiaan dan betapa berharganya seseorang di mata si santri. Ia tidak mudah membuka hati, namun ketika hati itu dibuka, itu adalah sebuah proses yang mendalam dan penuh pertimbangan, sama seperti mempelajari kitab kuning.
Tak ketinggalan, ada pula gombalan yang menyentuh sisi religius secara langsung:
"Kalau kamu jadi malaikat, kamu malaikat Izrail ya? Soalnya kamu mencuri hatiku begitu saja."
Di sini, sang santri bermain kata dengan tugas malaikat Izrail yang mengambil ruh. Namun, dalam konteks cinta, "mencuri" di sini diartikan sebagai pesona yang tak tertahankan hingga hati "dicuri". Penggunaan perumpamaan malaikat menunjukkan bahwa ia menganggap pasangannya memiliki sesuatu yang luar biasa.
Keunikan lain dari gombalan anak pesantren adalah kemampuannya menggabungkan unsur humor dengan nilai-nilai moral. Misalnya:
"Aku belajar ngaji sampai khatam, tapi belajar mencintaimu aku tak pernah merasa selesai, karena cintaku selalu bertambah."
Ini menunjukkan kesungguhan dalam belajar, namun juga meluas pada kesungguhan dalam mencinta. Cinta yang terus bertumbuh dan tak pernah ada habisnya, seolah meniru semangat belajar yang tak pernah padam di pesantren.
Mengapa gombalan ala pesantren ini begitu menarik? Pertama, ia menunjukkan bahwa cinta tidak harus bertentangan dengan nilai-nilai agama. Justru, cinta yang berlandaskan pada ajaran agama bisa menjadi lebih kuat, tulus, dan penuh berkah. Kedua, gombalan ini mengasah kecerdasan berbahasa dan berpikir. Penggunaan metafora, kiasan, dan referensi keilmuan membuat gombalan ini terdengar lebih berkelas dan berbobot.
Ketiga, gombalan ini mengajarkan pentingnya adab dalam berkomunikasi, bahkan saat mengungkapkan perasaan. Kesantunan, kejujuran, dan ketulusan adalah kunci utamanya. Ini adalah bukti bahwa pesona seseorang tidak hanya terletak pada penampilan, tetapi juga pada cara ia berpikir, berbicara, dan memperlakukan orang lain. Gombalan anak pesantren adalah cerminan dari upaya mereka untuk menyandingkan dunia hati dengan dunia ilmu, menciptakan romansa yang syahdu, berkelas, dan tetap terjaga dalam koridor kesopanan.