Laporan praktikum ini menyajikan hasil observasi dan analisis mendalam mengenai sampel batuan beku yang diperoleh selama kegiatan lapangan dan laboratorium. Batuan beku, atau batuan igneus, merupakan salah satu kategori utama klasifikasi batuan yang terbentuk dari pendinginan dan pemadatan magma atau lava. Memahami karakteristik batuan beku sangat fundamental dalam ilmu geologi, terutama dalam menafsirkan proses tektonik dan vulkanik di masa lalu.
Ilustrasi: Perbedaan tekstur batuan beku (kristal besar dan kecil)
Tujuan utama dari praktikum ini adalah:
Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan dua parameter utama: tekstur dan komposisi mineral. Tekstur ditentukan oleh proses pendinginan; pendinginan lambat di bawah permukaan bumi menghasilkan batuan dengan kristal besar (faneritik), seperti granit atau gabro. Sebaliknya, pendinginan cepat di permukaan menghasilkan tekstur halus (afanitik) atau gelas, seperti obsidian atau basalt. Secara komposisi, batuan beku dikelompokkan menjadi felsik (kaya silika, terang), intermediet, dan mafik (kaya magnesium dan besi, gelap).
Setiap sampel batuan diamati menggunakan lensa pembesar (hand lens) dengan perbesaran 10x. Langkah-langkah pengamatan meliputi:
Sampel A menunjukkan tekstur faneritik kasar. Mineral utama yang teramati adalah feldspar (dominan berwarna merah muda hingga putih), kuarsa (abu-abu jernih), dan sedikit biotit sebagai mineral mafik. Ukuran butir rata-rata diperkirakan mencapai 3-5 mm. Berdasarkan tekstur yang kasar dan komposisi felsik, batuan ini diklasifikasikan sebagai batuan plutonik. Komposisi mineral menunjukkan bahwa batuan ini bersifat asam.
Berbeda jauh dengan Sampel A, Sampel B memiliki warna dominan gelap (hitam keabu-abuan) dan tekstur afanitik. Kristal individu hampir tidak teramati tanpa mikroskop. Struktur ini sangat khas untuk batuan ekstrusif yang mendingin sangat cepat di permukaan bumi. Kemungkinan besar Sampel B mengandung plagioklas kaya kalsium dan piroksen, menjadikannya batuan mafik.
Sampel C memiliki karakteristik paling unik, yaitu tekstur vesikular (berpori-pori). Kepadatannya sangat rendah, bahkan dapat mengapung di air. Struktur ini menandakan pelepasan gas yang masif selama erupsi vulkanik. Meskipun komposisi mineralnya mungkin felsik hingga intermediet, ciri khasnya adalah tekstur vesikular yang merupakan hasil dari proses vulkanik eksplosif.
Analisis praktikum ini berhasil mengidentifikasi variasi signifikan dalam proses pembentukan batuan beku. Perbedaan tekstur antara Granit (Sampel A) dan Basalt (Sampel B) secara langsung merefleksikan perbedaan lingkungan pembentukannya: intrusi lambat di bawah permukaan untuk granit, dan aliran lava cepat di permukaan untuk basalt. Perbedaan ini mempengaruhi sifat fisik batuan, termasuk kekerasan dan ketahanan terhadap pelapukan.
Pengamatan Sampel C (Pumice) menekankan pentingnya tekstur vesikular sebagai indikator aktivitas vulkanik yang melibatkan gas yang terperangkap. Identifikasi mineralogi, meskipun terbatas pada pengamatan visual, memberikan petunjuk kuat mengenai kandungan silika dan asal magma. Secara keseluruhan, praktikum ini memperkuat pemahaman bahwa tekstur adalah kunci awal yang paling mudah diakses dalam klasifikasi batuan beku, sebelum dilakukan analisis petrografi yang lebih detail.
Kesimpulan akhir adalah bahwa batuan beku dapat diklasifikasikan secara efektif berdasarkan dua parameter observasi lapangan utama, yaitu ukuran butir (tekstur) dan warna/komposisi mineral (tingkat felsisitas/mafisitas).