Indonesia kaya akan warisan budaya yang mendunia, salah satunya adalah seni batik. Di antara berbagai daerah penghasil batik, Pekalongan, Jawa Tengah, memiliki ciri khas yang sangat kental dan diakui secara internasional. Salah satu kekayaan motif batiknya yang paling terkenal adalah motif batik 7 rupa Pekalongan. Keberadaannya bukan sekadar corak pada kain, melainkan cerminan sejarah, filosofi, dan akulturasi budaya yang membentuk identitas Pekalongan sebagai Kota Batik.
Istilah "7 rupa" pada batik Pekalongan merujuk pada tujuh elemen atau jenis motif yang seringkali dipadukan dalam satu karya batik. Penggabungan berbagai motif ini bukan dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui penataan yang harmonis dan penuh makna. Ketujuh rupa tersebut umumnya meliputi:
Perlu dicatat bahwa penafsiran "7 rupa" ini bisa sedikit bervariasi antar perajin atau kolektor batik. Namun, inti dari motif 7 rupa adalah keragaman dan keharmonisan paduan elemen-elemen yang kaya makna.
Batik Pekalongan, termasuk motif 7 rupanya, memiliki ciri khas yang membedakannya dari batik daerah lain. Salah satu yang paling menonjol adalah sifatnya yang lebih terbuka dan cerah. Jika batik Jogja atau Solo cenderung memiliki warna-warna gelap dan motif yang lebih tertutup, batik Pekalongan justru menampilkan warna-warna cerah seperti merah, kuning, hijau, biru, dan oranye, yang seringkali dikombinasikan dengan warna dasar putih atau krem. Gaya ini mencerminkan semangat dan dinamisme masyarakat pesisir.
Selain itu, motif 7 rupa Pekalongan seringkali menampilkan kombinasi antara gaya pesisir yang dinamis dengan pengaruh gaya pedalaman yang lebih klasik. Perpaduan ini menghasilkan karya batik yang unik, memadukan ornamen-ornamen yang mendetail dengan corak yang lebih bebas. Penggunaan teknik pewarnaan capping (cap) juga lazim ditemukan pada motif 7 rupa, yang memungkinkan produksi batik dalam jumlah lebih banyak dengan motif yang seragam, namun tetap diwarnai dengan sentuhan tangan untuk detailnya.
Keberagaman elemen dalam motif 7 rupa Pekalongan mencerminkan sejarah Pekalongan sebagai salah satu pusat perdagangan penting di Nusantara. Sebagai kota pelabuhan, Pekalongan menjadi titik pertemuan berbagai budaya, mulai dari Jawa, Tionghoa, Arab, hingga Eropa. Akulturasi inilah yang kemudian tercermin kuat dalam seni batiknya. Motif ikan dan laut jelas merupakan pengaruh dari kehidupan pesisir, sementara unsur kaligrafi menunjukkan pengaruh Islam. Masuknya unsur flora dan fauna dari berbagai daerah, serta gaya lukis dari berbagai budaya, semuanya terintegrasi secara harmonis.
Filosofi yang terkandung dalam motif 7 rupa Pekalongan adalah tentang kerukunan, keberagaman, dan kemampuan untuk menyerap pengaruh baik dari luar tanpa kehilangan jati diri. Setiap goresan canting atau cap pada kain batik ini membawa cerita tentang kehidupan, harapan, dan kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Di era modern ini, motif batik 7 rupa Pekalongan terus dijaga kelestariannya. Para perajin batik, baik yang tradisional maupun yang berinovasi, berperan penting dalam mempertahankan warisan budaya ini. Regenerasi perajin muda, pelatihan, serta dukungan dari berbagai pihak menjadi kunci agar motif yang kaya makna ini tetap hidup dan relevan.
Menggunakan batik motif 7 rupa Pekalongan bukan hanya sekadar mengenakan busana, tetapi juga turut serta dalam melestarikan kekayaan budaya Indonesia. Keindahan visualnya yang memukau, dipadukan dengan kedalaman filosofi dan sejarahnya, menjadikan motif batik 7 rupa Pekalongan sebagai permata nusantara yang patut dibanggakan.