Di antara riuh rendahnya perayaan Imlek dan momen-momen istimewa lainnya dalam kebudayaan Tionghoa, dua ikon visual yang paling mencolok dan memikat adalah naga dan barongsai. Keduanya bukan sekadar pertunjukan seni belaka, melainkan representasi mendalam dari kepercayaan, harapan, dan semangat kebersamaan. Tarian naga dan barongsai telah menjadi simbol yang tak terpisahkan dari perayaan, membawa aura kemeriahan sekaligus makna filosofis yang kaya.
Naga, dalam mitologi Tionghoa, adalah makhluk suci yang melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, keberuntungan, dan kemakmuran. Berbeda dengan penggambaran naga di budaya Barat yang seringkali jahat dan menakutkan, naga Tiongkok adalah dewa yang mengendalikan elemen alam seperti air, hujan, dan badai. Kehadirannya selalu dinanti karena dipercaya dapat membawa berkah dan menolak bala. Tarian naga, yang melibatkan puluhan bahkan ratusan orang yang mengendalikan satu sosok naga panjang yang terbuat dari kain, kertas, dan bambu, mencerminkan kerja sama tim yang luar biasa. Gerakan naga yang berliku-liku dan dinamis, seringkali diiringi tabuhan gendang dan suara kembang api, menciptakan tontonan visual yang memukau dan membangkitkan semangat. Tarian ini biasanya dilakukan untuk menyambut tahun baru, membuka bisnis baru, atau sebagai persembahan dalam upacara penting, dengan harapan sang naga akan membawa kemakmuran dan kesuburan.
Sementara itu, barongsai adalah tarian yang diperagakan oleh dua penari yang berada di dalam kostum berbentuk kepala dan tubuh singa. Singa, meski bukan hewan asli Tiongkok, diadopsi sebagai simbol keberanian, kekuatan, dan pelindung dari roh jahat. Tarian barongsai lebih bersifat akrobatik dan humoris, dengan gerakan yang lincah, melompat, dan berputar. Ada dua jenis utama barongsai: barongsai utara (Beilu) yang memiliki tampilan lebih realistis dan gerakan anggun, serta barongsai selatan (Nanlu) yang lebih berwarna, berbulu lebat, dan gerakannya lebih energik serta atraktif. Tarian barongsai seringkali disertai dengan pertunjukan di atas tiang-tiang tinggi (bola-bola) yang menambah tingkat kesulitan dan ketegangan, menunjukkan keterampilan serta keberanian para penari. Sama seperti tarian naga, barongsai juga dilakukan untuk mengusir roh jahat, mendatangkan keberuntungan, serta merayakan berbagai peristiwa penting, termasuk pernikahan, pembukaan toko, dan tentu saja, Tahun Baru Imlek. Angpao yang diselipkan pada daun selada yang digantung di depan bangunan, kemudian diambil oleh barongsai, merupakan simbol bahwa barongsai telah membawa keberuntungan dan rezeki.
Di balik visualnya yang meriah dan enerjik, tarian naga dan barongsai memiliki makna filosofis yang mendalam. Keduanya mengajarkan pentingnya harmoni, kerja sama, dan kepercayaan. Untuk menggerakkan naga yang panjang atau barongsai yang kompleks, dibutuhkan koordinasi yang sempurna antar penari. Setiap gerakan harus selaras, saling mendukung, demi terciptanya satu kesatuan yang utuh dan memukau. Kesuksesan tarian ini bukan semata-mata milik individu, melainkan hasil dari sinergi seluruh tim. Ini adalah cerminan dari nilai-nilai kolektivisme yang kuat dalam budaya Tionghoa, di mana keharmonisan kelompok seringkali lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, tarian ini adalah cara untuk terhubung dengan akar budaya dan leluhur. Melalui pertunjukan yang telah diwariskan turun-temurun, generasi muda diajak untuk memahami dan menghargai tradisi serta nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh nenek moyang mereka. Suara gendang yang menggelegar dan gerakan yang dinamis seolah membangkitkan semangat kehidupan, mengusir kesedihan, dan menyambut masa depan yang lebih cerah. Dalam setiap gerakan naga yang meliuk anggun dan setiap lompatan barongsai yang penuh semangat, tersirat doa dan harapan untuk kelimpahan, kebahagiaan, dan kedamaian bagi seluruh masyarakat. Keduanya adalah perayaan kehidupan yang sesungguhnya, pengingat akan kekuatan persatuan dan harapan akan rezeki yang berlimpah.