Dalam lanskap keuangan modern, pilihan antara bank konvensional dan bank syariah seringkali menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat. Meskipun keduanya menawarkan layanan perbankan, terdapat perbedaan fundamental dalam prinsip operasional, mekanisme kerja, dan filosofi yang mendasarinya. Memahami perbedaan ini dapat membantu Anda memilih institusi yang paling sesuai dengan kebutuhan, nilai-nilai, dan tujuan finansial Anda.
Perbedaan yang paling mencolok terletak pada cara kedua jenis bank ini menghasilkan keuntungan. Bank konvensional beroperasi berdasarkan sistem bunga. Artinya, bank memberikan pinjaman kepada nasabah dengan menetapkan tingkat bunga tertentu yang harus dibayarkan kembali oleh nasabah di samping pokok pinjaman. Sebaliknya, bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil (Profit and Loss Sharing). Bank syariah tidak mengenakan bunga, melainkan membagi keuntungan atau kerugian dari sebuah transaksi dengan nasabahnya. Mekanisme ini dijalankan melalui berbagai akad syariah seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (penyertaan modal), murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), ijarah (sewa), dan istishna (pesanan).
Bank konvensional beroperasi berdasarkan hukum perdata dan perdagangan yang berlaku umum, serta tata kelola perusahaan yang baik. Fokus utamanya adalah profitabilitas dan pertumbuhan bisnis. Di sisi lain, bank syariah berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Setiap produk, layanan, dan keputusan operasional harus mematuhi fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau badan otoritas syariah yang relevan. Ini berarti bank syariah tidak hanya mengejar keuntungan materi, tetapi juga memastikan bahwa setiap aktivitasnya bebas dari unsur riba (bunga), maisir (spekulasi), gharar (ketidakpastian), dan haram (hal-hal yang dilarang dalam Islam).
Karena perbedaan prinsip dasar ini, jenis transaksi dan produk yang ditawarkan oleh kedua bank juga berbeda.
Pada bank konvensional, nasabah penyimpan dana (tabungan/deposito) biasanya mendapatkan kepastian tingkat pengembalian berupa bunga tetap atau mengambang, terlepas dari kinerja bank secara keseluruhan. Sebaliknya, nasabah bank syariah yang menggunakan akad mudharabah atau musyarakah akan mendapatkan imbal hasil yang berfluktuasi sesuai dengan kinerja usaha yang dibiayai oleh bank. Jika usaha tersebut untung besar, nasabah akan mendapatkan bagian keuntungan yang lebih besar. Sebaliknya, jika usaha merugi, nasabah juga akan ikut menanggung kerugian (namun tetap ada batasan sesuai akad). Model ini mendorong transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam penyaluran dana.
Meskipun keduanya menyediakan layanan perbankan dasar seperti transfer dana, pembayaran tagihan, dan ATM, bank syariah seringkali memiliki fokus tambahan pada pendanaan sektor riil yang produktif dan sesuai syariah. Ini bisa mencakup pembiayaan usaha kecil dan menengah (UKM), sektor properti yang berbasis syariah, atau industri yang dianggap halal. Bank konvensional, di sisi lain, mungkin memiliki cakupan pendanaan yang lebih luas dan beragam tanpa pembatasan syariah.
Kedua sistem perbankan ini memiliki peran penting dalam perekonomian. Yang terpenting adalah memilih institusi yang paling selaras dengan nilai-nilai pribadi Anda dan membantu Anda mencapai tujuan finansial Anda dengan cara yang paling nyaman.