Scoria dan pumice adalah dua jenis batuan vulkanik yang sangat dikenal dalam dunia geologi. Keduanya terbentuk dari pendinginan cepat lava yang kaya akan gas. Namun, meskipun keduanya sering dikelompokkan bersama karena teksturnya yang vesikular (berpori), terdapat perbedaan krusial yang memisahkan keduanya, terutama dalam hal komposisi kimia, warna, dan yang paling utama, densitas (kepadatan).
Memahami perbedaan antara kedua batuan ini sangat penting, terutama dalam aplikasi konstruksi, hortikultura, atau studi vulkanologi. Meskipun keduanya bersifat vesikular, perbedaan kimiawi yang mendasarinya menghasilkan properti fisik yang sangat berbeda.
Perbedaan utama yang mendasari adalah komposisi mineralnya. Pumice umumnya terbentuk dari lava felsik, yang berarti kandungan silika (SiO2) sangat tinggi (lebih dari 65%). Komposisi kaya silika ini membuat magma sangat kental dan mampu menahan gelembung gas hingga saat pendinginan, menghasilkan struktur yang sangat ringan. Pumice cenderung memiliki warna terang, mulai dari putih, krem, hingga abu-abu muda.
Sebaliknya, Scoria berasal dari lava mafik, seperti basal, yang memiliki kandungan silika lebih rendah (sekitar 45-55%). Tingkat silika yang lebih rendah menghasilkan magma yang lebih cair saat erupsi. Scoria hampir selalu berwarna gelap, didominasi oleh warna merah tua, cokelat gelap, atau hitam pekat karena kandungan besi dan magnesium yang lebih tinggi.
Ini adalah perbedaan yang paling mudah diamati di lapangan: densitas atau berat jenis. Densitas menentukan apakah batuan tersebut akan mengapung atau tenggelam di dalam air.
Meskipun kedua batuan memiliki vesikel (pori-pori hasil gelembung gas yang membeku), struktur internalnya berbeda:
Pada pumice, vesikelnya saling terhubung (vesikel terbuka) atau sangat banyak sehingga seluruh batu tampak seperti busa yang padat. Dinding antar vesikelnya sangat tipis sehingga mudah rapuh.
Sementara itu, scoria cenderung memiliki vesikel yang lebih besar dan tidak teratur, namun struktur keseluruhannya lebih kuat karena dinding batuan padatnya lebih tebal. Scoria sering ditemukan dalam bentuk bongkahan yang lebih besar dan kasar.
| Karakteristik | Scoria | Pumice |
|---|---|---|
| Komposisi Utama | Mafik (Basaltik/Andesitik) | Felsik (Riolitik/Dasitik) |
| Kandungan Silika | Rendah hingga Sedang | Tinggi |
| Warna Umum | Gelap (Merah, Hitam, Cokelat) | Terang (Putih, Abu-abu Muda) |
| Densitas (Kerapatan) | Lebih besar dari air (>1 g/cm³) | Umumnya kurang dari air (<1 g/cm³) |
| Dapat Mengapung di Air? | Tidak (Selalu Tenggelam) | Ya (Seringkali Mengapung) |
| Kekuatan Tekan | Relatif lebih kuat | Lebih rapuh |
Karena perbedaan sifat fisik ini, aplikasi kedua batuan ini juga berbeda. Pumice, karena ringan dan sifat abrasifnya, sangat populer dalam industri hortikultura (sebagai media tanam yang baik untuk drainase), pembuatan beton ringan, dan sebagai bahan penggosok.
Scoria, di sisi lain, lebih sering digunakan sebagai bahan agregat dalam konstruksi jalan, pembuatan beton yang membutuhkan kekuatan lebih baik, atau sebagai elemen dekoratif lanskap yang memberikan tekstur kasar dan warna gelap. Dalam pertanian, scoria juga digunakan, namun fokusnya lebih pada retensi nutrisi dan aerasi akar, bukan sekadar bobot ringan seperti pumice.
Kesimpulannya, meskipun keduanya adalah saudara kandung dari letusan gunung berapi yang kaya gas, perbedaan mendasar dalam komposisi kimia (silika) menentukan densitas dan warna akhir. Pumice adalah batuan yang lebih ringan dan kaya silika, sedangkan scoria adalah batuan yang lebih padat, gelap, dan kaya besi/magnesium.