Ibu

Sentuhan Hati yang Tak Terganti

Puisi Ibu: Luruhnya Hati dalam Bait Cinta

Kata "ibu" adalah bisikan pertama yang terucap, pelukan pertama yang menghangatkan, dan cinta pertama yang takkan pernah pudar. Dalam setiap hela napas, dalam setiap detak jantung, sosok ibu terukir abadi. Ia adalah pilar kekuatan, sumber inspirasi, dan pelabuhan terakhir bagi jiwa yang lelah. Puisi-puisi tentang ibu seringkali lebih dari sekadar untaian kata; ia adalah aliran emosi yang jujur, ungkapan terima kasih yang tak terhingga, dan pengakuan atas pengorbanan tiada tara.

Mengenang sosok ibu seringkali membawa kita pada lautan kenangan. Dari genggaman tangan mungil yang pertama kali belajar berjalan, hingga nasihat bijak yang membimbing langkah di persimpangan hidup. Ibu adalah guru pertama, dokter pribadi, juru masak terhebat, dan sahabat terbaik. Ia melihat kita dalam keadaan terburuk, namun tetap memancarkan cinta yang tak bersyarat. Ia merayakan setiap pencapaian kita, bahkan yang terkecil sekalipun, dengan senyum paling tulus dan mata berbinar.

Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan fisik dan kondisi kesehatan ibu mungkin menjadi pengingat pilu akan kerapuhan hidup. Kerutan di wajahnya adalah peta perjalanan pengorbanan, uban di rambutnya adalah saksi bisu malam-malam tanpa tidur yang dihabiskan demi buah hatinya. Sikapnya yang mungkin mulai melambat, suara yang kadang terdengar lelah, semua itu menyimpan cerita yang tak terucap, namun begitu dalam maknanya.

Bayangkan saat ia terbaring lemah, tatapannya mungkin tak lagi sejelas dulu, namun saat tangan kita menggenggam tangannya yang keriput, kehangatan cinta itu masih sama. Di saat-saat seperti itulah, kata-kata terasa begitu kecil untuk menggambarkan besarnya rasa kehilangan yang mulai menyelinap. Air mata yang mengalir bukan hanya karena sedih melihatnya menderita, tetapi juga karena rasa bersalah yang terpendam, karena seringkali kita terlambat menyadari betapa berharganya setiap detik yang kita miliki bersamanya.

Puisi berikut ini mencoba merangkum perasaan mendalam tersebut, sebuah renungan yang mungkin akan mengusik relung hati terdalam. Ia bukan sekadar kata, melainkan untaian jiwa yang tergores oleh luka sekaligus terangkai oleh cinta yang abadi.

Di Senja Usiamu, Ibu Bukan lagi pagi yang riuh rendah kau sambut, Tapi senja yang merayap, menuntun langkahmu perlahan. Kerutan di keningmu, peta pengorbanan terbentang, Uban di rambutmu, bukti malam tanpa bintang. Dulu, tanganmu kokoh menggenggam tanganku, Menuntun dunia, memberiku pijakan yang teguh. Kini, tanganmu yang dulu kuat, bergetar pelan, Menyimpan lelah, merindu belaian yang tulus dalam. Matamu yang dulu tajam menatap masa depan, Kini redup, memantulkan kisah yang tak terkatakan. Terlihat pilu, ada lelah yang mendalam terasa, Memanggil namaku, dalam lirih yang merana. Aku melihatmu, Ibu, di singgasana waktu yang berputar, Kau yang dulu perkasa, kini renta tak berdaya. Ada rasa sesal yang menusuk, menyayat kalbu, Mengapa tak kuucapkan sayang lebih dulu? Setiap helaan napasmu, seperti embusan angin terakhir, Setiap kedipan matamu, adalah momen yang takkan terulang lagi. Tawa riangmu dulu, kini berganti desah pilu, Membuat hati ini ngilu, tak mampu membendung haru. Oh, Ibu, pelukanku tak lagi sehangat dulu, Suaraku tak lagi merdu memanggil namamu. Aku di sini, memandangmu dengan mata berkaca-kaca, Menyadari, waktu yang tersisa, adalah anugerah paling berharga. Biarlah air mataku jatuh, membasahi pipi, Sebagai tanda betapa besar cintaku padamu, Ibu. Biarlah hati ini hancur berkeping, Jika itu yang terbaik, untuk mengerti betapa kau telah berjuang. Maafkan segala khilafku, segala lalaimu, Yang tak pernah sepenuhnya membalas jasamu. Di senja usiamu ini, aku hanya ingin kau tahu, Kau adalah segalanya, cintaku yang takkan pernah berlalu.

Puisi adalah jembatan emosi yang kuat. Ia memungkinkan kita untuk mengekspresikan perasaan yang seringkali sulit diungkapkan dengan kata-kata biasa. Melalui puisi, kita bisa berbagi kesedihan, kebahagiaan, dan terutama, rasa terima kasih yang mendalam kepada sosok ibu.

Semoga untaian kata dalam puisi ini dapat menyentuh hati siapa saja yang merindukan, mencintai, atau bahkan kehilangan ibunya. Ingatlah, setiap momen bersama ibu adalah hadiah yang tak ternilai. Hargai setiap detik, ucapkan kata sayang, dan tunjukkan cinta yang tulus, sebelum senja itu benar-benar tiba.

Peluk ibumu erat-erat, selagi ada kesempatan.
🏠 Homepage