Ilustrasi: Garis melankolis dalam keheningan.
Ilustrasi: Garis melankolis dalam keheningan.
Dunia terasa hampa ketika bayanganmu tak lagi menyapa. Setiap sudut ruangan, setiap detak jam dinding, seolah menggaungkan ketiadaanmu. Kehadiranmu adalah melodi, dan tanpa melodi itu, hidupku kini hanyalah serangkaian nada sumbang yang tak beraturan. Kesepian ini bukanlah sekadar tidak adanya orang lain di sisi, melainkan hampa yang tercipta karena dirimu, sumber cahaya, telah beranjak pergi. Aroma kenanganmu masih tercium, namun sentuhanmu telah hilang, meninggalkan jejak dingin di hati.
Mentari enggan bersinar, mendung menyelimuti jiwa,
Langit kelabu mencerminkan duka yang tak terperi.
Jalanan sepi, langkahku tertatih tanpa irama,
Hanya gema namamu yang terus berdendang di telinga.
Aku mencoba mengisi hari dengan kesibukan, berharap waktu dapat mengubur rasa rindu yang menggunung. Namun, setiap kali mata terpejam, wajahmu yang tersenyum hadir tanpa diundang, mengingatkanku pada setiap tawa, setiap percakapan, setiap momen berharga yang pernah kita bagi. Kegelapan malam semakin terasa pekat tanpa kilau matamu yang dulu menerangi. Bintang-bintang di langit pun seakan redup, kehilangan cahayanya karena aku tak lagi punya seseorang untuk diajak berbagi pandangan.
Buku-buku lama, foto usang, saksi bisu cerita,
Setiap lembar adalah luka, menggores perih di dada.
Ingin kuputar waktu, 'tuk kembali ke masa bahagia,
Namun sang waktu kejam, tak pernah bisa direkayasa.
Bukan berarti aku tak mencoba bangkit. Aku mencoba mencari hiburan dalam keramaian, dalam suara tawa orang lain. Namun, semua itu terasa semu, bagai ilusi di padang pasir yang panas. Di tengah kerumunan, justru aku merasa semakin terasing, karena tak ada dirimu di sana untuk berbagi kehangatan. Setiap senyuman yang kutemui hanya mengingatkanku pada senyummu yang kini hanya tersimpan dalam memori. Kesepian ini adalah teman yang tak pernah pergi, membisikkan keraguan dan kepedihan di setiap hembusan napas.
Aku bertanya pada angin, adakah ia membawamu?
Kupanggil ombak, adakah ia mengalunkan lagumu?
Semua sunyi, semua hening, tak ada jawaban bagiku,
Hanya dingin merayap, menemaniku dalam pilu.
Mungkin suatu saat nanti, luka ini akan terobati. Mungkin kesepian ini akan menemukan batasnya, dan hati ini akan belajar untuk bernyanyi lagi, meski dengan irama yang berbeda. Namun untuk saat ini, aku hanya bisa memeluk erat kenanganmu, menjadikannya perisai dari badai kesendirian yang menerpa. Tanpa dirimu, dunia terasa kehilangan warnanya, dunia terasa kehilangan nadanya. Dan kesepian ini, kesepian tanpa dirimu, adalah pelajaran terberat yang pernah kumengerti.
Biarlah air mata mengalir, membasahi tanah kerontang,
Mengharap tumbuh tunas harapan, di hari yang tak terbayang.
Meski kini sendiri, dalam sepi yang tak tertahankan,
Kenangan indah bersamamu, kan ku simpan dalam ingatan.
Puisi ini adalah ungkapan hati yang paling dalam, sebuah rekaman rasa kehilangan yang mendalam. Kesepian tanpa kehadiran seseorang yang berarti dapat mengubah dunia menjadi tempat yang terasa asing. Namun, di dalam setiap kesedihan, terkadang terselip kekuatan untuk terus melangkah, untuk terus bertahan, sembari merawat luka dan mengenang kebaikan. Semoga di suatu waktu, rasa kehilangan ini akan berganti menjadi kekuatan dan kedamaian.