Dalam perjalanan hidup, kita seringkali bertemu dengan orang-orang yang meninggalkan jejak mendalam di hati. Ada yang hadir bagai mentari pagi, menghangatkan dan menerangi setiap sudut jiwa. Ada pula yang datang bagai bintang kejora, mempesona namun tak selalu tergapai. Perasaan cinta, harapan, dan keinginan untuk berbagi cerita seringkali tumbuh subur. Namun, realitas terkadang berbicara lain. Tak semua kisah akan berakhir dengan janji suci, tak semua rasa akan berbalas dalam bingkai kebersamaan abadi. Ada kalanya, seseorang yang kita cintai bukanlah takdir terindah yang disiapkan Tuhan.
Mengikhlaskan seseorang yang bukan jodoh kita adalah salah satu ujian terberat dalam memaknai cinta dan takdir. Ini bukan tentang melupakan, bukan pula tentang membenci. Ini adalah tentang melepaskan, membebaskan diri dan dia dari harapan yang mungkin takkan pernah terwujud. Proses ini membutuhkan kekuatan, ketabahan, dan kesadaran bahwa setiap pertemuan punya makna, meski tak harus berujung pada ikatan pernikahan.
Di persimpangan takdir, kita pernah bertemu,
Senyummu terukir, meresap dalam kalbu.
Kisah terjalin, harapan mulai bersemi,
Dalam angan indah, sehidup semati.
Namun sang waktu, berbisik pelan,
Jalan kita berbeda, tak dapat disatukan.
Bukan salahmu, bukan pula salahku,
Hanya garis takdir, yang tak pernah menyatu.
Hati ini teriris, namun jiwa belajar,
Merelakanmu pergi, dalam diam yang tegar.
Bukan untuk dilupakan, bukan untuk ditangisi,
Namun untuk dilepaskan, agar hati kembali suci.
Terima kasih pernah hadir, mengisi ruang,
Menjadi pengingat, tentang arti sayang.
Kini kuikhlaskan, tanpa sedikitpun sesal,
Semoga bahagiamu, selalu berbinar.
Karena jodoh sejati, akan tiba masanya,
Saat hati siap, dan semesta berkata, "Ya."
Biarlah kenangan menjadi teman,
Mengajariku sabar, dalam penantian.
Setiap insan punya kisah, dan takdirnya sendiri,
Aku memilihmu, namun bukan engkaulah jodohku nanti.
Semoga engkau temukan cinta sejati,
Yang dapat melengkapi, menyejukkan hati.
Dan aku pun kan melangkah, merajut asa,
Menanti dia, yang kelak kan bersama.
Perpisahan ini bukan akhir segalanya,
Namun awal baru, bagi diri yang berbeda.
Mengikhlaskan bukan berarti menyerah pada keadaan, melainkan menerima dengan lapang dada apa yang telah digariskan. Ini adalah langkah keberanian untuk tidak memaksakan sesuatu yang jelas tidak ditakdirkan. Dalam proses ini, kita belajar banyak tentang cinta yang sesungguhnya: cinta yang mampu melepaskan demi kebaikan bersama, cinta yang rela melihat orang yang disayangi bahagia, meski bukan bersama kita.
Ketika seseorang yang kita cintai ternyata bukan jodoh kita, mungkin ada rasa kecewa yang menyelimuti. Namun, di balik kekecewaan itu, tersimpan hikmah. Kita diingatkan bahwa pencarian cinta sejati adalah sebuah perjalanan, dan setiap perjumpaan, meski tak berujung pada pernikahan, adalah guru berharga. Ia mengajarkan tentang apa yang kita inginkan, apa yang kita butuhkan, dan yang terpenting, tentang kesabaran dalam menanti.
Puisi ini adalah ungkapan hati bagi mereka yang sedang belajar mengikhlaskan. Biarlah kata-kata ini menjadi teman dalam proses penyembuhan, pengingat bahwa setiap cerita akan menemukan akhir yang indah, sesuai dengan skenario Sang Pencipta. Teruslah melangkah, karena di depan sana, ada takdir yang lebih baik menanti.