Malam menjelang, tirai gelap perlahan turun menutupi cakrawala. Di antara heningnya rembulan dan gemintang yang mulai berkedip, terbetiklah rasa yang begitu dalam, sebuah refleksi atas cinta yang tak pernah pudar. Malam adalah waktu yang paling tepat untuk merenungkan sosok-sosok terkasih yang telah membentuk kita, yang tak kenal lelah memberikan segalanya demi kebahagiaan kita: orang tua.
Sejak napas pertama diembuskan, hingga langkah-langkah pertama yang terayun, hingga segala impian yang kini terukir di sanubari, semuanya tak lepas dari perjuangan dan pengorbanan mereka. Tangan yang dulu menggenggam erat, menuntun setiap langkah agar tak tersesat. Mata yang tak pernah lelah mengawasi, memastikan setiap jengkal perjalanan kita aman. Pelukan yang menjadi benteng terkuat dari segala badai kehidupan. Itulah gambaran cinta orang tua yang begitu murni, tanpa syarat, dan abadi.
Di tengah kesibukan dunia yang kian melaju, seringkali kita lupa untuk berhenti sejenak. Terlalu asyik mengejar cita-cita, meraih bintang-bintang impian, hingga terkesan mengabaikan mereka yang paling mencintai kita. Padahal, senyum mereka adalah anugerah terindah, tawa mereka adalah melodi terindah, dan kehadiran mereka adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Renungan malam ini adalah panggilan hati, sebuah pengingat untuk kembali meresapi kedalaman kasih sayang yang telah diberikan.
Kekasih Hati di Senja Usia
Di ufuk barat, mentari berpamit,
Meninggalkan jingga, saksi bisu.
Ayah, Ibu, dua nama terukir,
Dalam kalbu, takkan pernah layu.
Rambut memutih, kerut kian mendalam,
Bekas lelah, demi kami tersenyum.
Dulu kuat, kini rapuh terpendam,
Namun cinta, tak pernah surut tenggelam.
Tangan yang dulu kokoh, kini gemetar,
Menggenggam doa, harapan tertulis.
Malam ini, kutemukan kembali,
Makna bakti, yang sempat teriris.
Terima kasih, untuk setiap peluh,
Untuk setiap tangis yang terhapus.
Kasihmu, pelabuhan teduh,
Penerang jalan, saat gulita menusuk.
Semoga esok, ku dapat membalas,
Sedikit dari sejuta budimu.
Sebelum mentari kembali terbit,
Ku mohon ampun, atas segala khilafku.
Puisi ini hanyalah secuil ungkapan rasa, sebuah cerminan dari miliaran rasa syukur yang tak terhingga. Saat kita merenung di malam sunyi, bayangkan kembali setiap momen bersama mereka. Teringat masa kecil yang penuh tawa, masa remaja yang penuh bimbingan, hingga saat ini di mana kita telah tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Setiap fase kehidupan kita tak lepas dari sentuhan dan doa mereka.
Cinta orang tua adalah hadiah terindah dari Tuhan. Ia adalah pondasi yang kokoh, tempat kita kembali saat lelah, sumber kekuatan saat rapuh. Jangan pernah menunda untuk mengungkapkan rasa sayang, untuk memberikan sedikit waktu dan perhatian yang mereka butuhkan. Terkadang, hanya sebuah panggilan telepon singkat, sebuah kunjungan mendadak, atau sekadar duduk berdampingan sambil berbagi cerita, sudah cukup untuk menerangi hari mereka.
Semoga renungan malam ini menggerakkan hati kita semua untuk lebih peka, lebih peduli, dan lebih berbakti kepada kedua orang tua. Mari kita jadikan setiap momen berharga, setiap ucapan tulus, dan setiap tindakan nyata sebagai bukti cinta yang takkan pernah lekang oleh waktu, bahkan saat senja usia mereka kian mendekat. Cinta mereka adalah api abadi yang menghangatkan jiwa, menerangi jalan hidup, dan menjadi bekal terindah untuk kehidupan kita di dunia dan akhirat.