Dalam denyut kehidupan yang terkadang terasa berat, seringkali kita mencari pijakan yang kokoh, tempat berlindung dari badai keraguan dan kesedihan. Kita mungkin meraba-raba, mencari tanda-tanda kehadiran kekuatan yang lebih besar, yang senantiasa menjaga dan menyertai. Kehadiran itu, seringkali kita kenal sebagai kasih Tuhan. Sebuah anugerah yang tak terperi, yang membentang tanpa syarat dan tak lekang oleh waktu.
Rasa dikasihi Tuhan bukanlah sekadar konsep teologis yang abstrak, melainkan sebuah pengalaman nyata yang bisa dirasakan dalam setiap helaan napas, dalam setiap kebaikan yang datang, bahkan dalam ujian yang menguatkan. Ia hadir dalam keheningan pagi saat mentari mulai menyapa, dalam tawa riang anak-anak, dalam pelukan hangat sahabat, dan dalam kesabaran yang tumbuh saat menghadapi kesulitan.
Menyadari Pelukan Kasih-Nya
Bagaimana kita bisa lebih peka untuk merasakan bahwa kita dikasihi Tuhan? Pertama-tama, dengan membuka hati dan pikiran. Seringkali, tembok prasangka, egoisme, dan kesibukan duniawi membuat kita tertutup dari kehadiran-Nya yang lembut. Dengan merenung, berdoa, dan berusaha hidup sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang Dia ajarkan, kita mulai menyingkap tabir kegelapan dan membiarkan cahaya kasih-Nya masuk.
Kehidupan ini adalah sebuah perjalanan yang penuh makna, dan di sepanjang jalan itu, kita tidak pernah berjalan sendirian. Tuhan telah menaburkan benih-benih kasih-Nya dalam berbagai bentuk. Ia memberi kita akal untuk berpikir, hati untuk merasa, dan kekuatan untuk bangkit kembali setiap kali kita jatuh. Setiap keberhasilan kecil, setiap momen kedamaian batin, adalah bukti nyata bahwa tangan-Nya senantiasa terulur, membimbing dan menopang.
Terlebih lagi, kasih Tuhan terlihat jelas dalam menerima diri kita apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Dia tidak menuntut kesempurnaan dari makhluk-Nya, melainkan menawarkan pengampunan dan kesempatan untuk terus bertumbuh. Ini adalah kebebasan yang luar biasa, membebaskan kita dari beban penghakiman diri yang berlebihan dan memungkinkan kita untuk menerima diri sendiri dengan lebih penuh kasih, yang pada akhirnya akan memancar keluar kepada orang lain.
Transformasi Melalui Kasih
Mengakui bahwa kita dikasihi Tuhan adalah fondasi yang kuat untuk menjalani hidup. Ketika kita benar-benar meresapi kebenaran ini, ia memiliki kekuatan transformatif yang luar biasa. Ketakutan berkurang, kekhawatiran mereda, dan keberanian untuk menghadapi tantangan hidup tumbuh subur. Kita tidak lagi mencari validasi dari dunia luar, karena sumber validasi tertinggi telah tertanam dalam diri kita.
Kasih Tuhan yang kita terima, pada gilirannya, memampukan kita untuk mengasihi sesama. Kita menjadi lebih toleran, lebih pemaaf, dan lebih rela memberi. Kita melihat setiap individu sebagai ciptaan berharga yang juga dikasihi Tuhan, sebagaimana diri kita. Sikap empati dan belas kasih menjadi lebih mudah untuk diwujudkan, menciptakan lingkaran kebaikan yang terus berlanjut.
Oleh karena itu, marilah kita terus membuka mata batin, mengasah kepekaan hati, dan merayakan setiap tanda kasih yang Tuhan berikan. Puisi "Aku Dikasih Tuhan" ini adalah pengingat bahwa dalam setiap aspek kehidupan, baik suka maupun duka, ada jaminan kasih yang tak pernah padam. Ia adalah anugerah abadi yang membuat perjalanan hidup ini begitu berharga, penuh makna, dan selalu diliputi oleh harapan.