Bumi Nan Jelita
Dari langit biru terbentang permadani,
Hijau subur, sungai gemericik membelai.
Gunung perkasa, menyimpan cerita abadi,
Alam raya bernyanyi, tiada pernah usai.
Nafas Kehidupan
Kau beri oksigen, udara segar semata,
Tempat makhluk hidup menemukan makna.
Air jernih mengalir, puaskan dahaga,
Dalam pelukmu terjalin kisah sempurna.
Tanggung Jawab Hamba
Namun kini luka menganga di dadamu,
Asap pekat menutupi mentari ceria.
Sampah berserak, merusak keindahanmu,
Bisakah kita jaga, sebelum semua sirna?
Harapan Lestari
Mari bersama, tangan bergandengan erat,
Rawatlah bumi, ibu pertiwi tercinta.
Tanam kembali, jaga setiap jengkalnya,
Agar lestari terukir, untuk anak cucu kita.
Bumi, rumah kita yang terkasih, adalah anugerah luar biasa. Dari sabuk hijau hutan tropis yang kaya biodiversitas, hingga puncak gunung yang tertutup salju abadi, setiap sudutnya menyimpan keajaiban dan kekuatan yang menopang kehidupan. Keindahan alam ini bukan sekadar pemandangan yang memanjakan mata, melainkan sistem kompleks yang saling terhubung, di mana setiap elemen memainkan peran vital dalam keseimbangan ekosistem. Sungai-sungai yang mengalir jernih memberikan kehidupan bagi tumbuhan dan hewan, sementara hutan bertindak sebagai paru-paru dunia, menghasilkan oksigen yang kita hirup setiap saat. Lautan yang luas menampung jutaan spesies dan mengatur iklim global. Bumi adalah wadah bagi semua bentuk kehidupan, sebuah mozaik keindahan dan keberlanjutan yang luar biasa.
Puisi di atas mencoba menangkap esensi keindahan dan keberlangsungan hidup yang ditawarkan oleh planet kita. Bait pertama menggambarkan keagungan alam semesta, dari langit biru yang membentang hingga gunung-gunung perkasa yang menyimpan sejarah bumi. Bait kedua menyoroti peran vital bumi sebagai penyedia segala kebutuhan dasar: udara bersih, air segar, dan lingkungan yang aman untuk berkembang. Bumi adalah ibu yang tanpa pamrih memberikan segalanya demi kelangsungan generasi.
Namun, keindahan dan keberlangsungan hidup ini kini menghadapi ancaman serius. Perilaku manusia yang seringkali abai terhadap dampaknya telah meninggalkan luka mendalam pada bumi. Pemanasan global yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, pencemaran udara akibat aktivitas industri dan transportasi, serta maraknya sampah yang mencemari daratan dan lautan, semuanya merupakan cerminan dari kurangnya kepedulian kita. Hutan-hutan ditebang tanpa kendali, keanekaragaman hayati terancam punah, dan sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan. Ketidakseimbangan ini tidak hanya mengancam kelestarian alam, tetapi juga masa depan peradaban manusia.
Bait ketiga puisi ini menjadi sebuah seruan kesadaran. Ia mengingatkan kita akan "luka menganga di dadamu" bumi, bagaimana asap menutupi mentari, dan sampah merusak keindahannya. Ini adalah gambaran nyata dari krisis ekologis yang kita hadapi. Pertanyaan retoris "Bisakah kita jaga, sebelum semua sirna?" menjadi penekanan krusial akan urgensi tindakan. Kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap dampak dari gaya hidup konsumtif dan praktik yang merusak lingkungan. Sadar akan peran kita sebagai penghuni bumi, kita harus segera bertindak.
Menghadapi tantangan ini, kita dipanggil untuk bersatu. Bait terakhir puisi ini menawarkan secercah harapan dan ajakan untuk bertindak. "Mari bersama, tangan bergandengan erat," adalah pengingat bahwa solusi atas krisis lingkungan tidak dapat dicapai oleh individu semata, melainkan memerlukan kerja sama kolektif. Merawat bumi adalah tanggung jawab moral kita, sebuah kewajiban untuk menjaga ibu pertiwi yang telah memberikan segalanya bagi kita. Upaya penanaman kembali pohon, pengelolaan sampah yang bijak, pengurangan emisi, dan penggunaan energi terbarukan adalah langkah-langkah konkret yang dapat kita ambil.
Lebih dari sekadar tindakan fisik, penting untuk menanamkan kesadaran lingkungan dalam diri generasi penerus. Pendidikan sejak dini tentang pentingnya menjaga alam, menumbuhkan rasa cinta dan hormat terhadap lingkungan, serta memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari akan membentuk individu yang peduli dan bertanggung jawab. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa keindahan dan keberlimpahan bumi akan tetap lestari untuk dinikmati oleh anak cucu kita di masa depan. Keharmonisan antara manusia dan alam bukanlah impian belaka, melainkan sebuah keniscayaan yang harus kita perjuangkan bersama.