Hubungan yang berakhir seringkali meninggalkan luka, apalagi jika perpisahan itu diwarnai oleh rasa sakit. Ketika seseorang yang pernah begitu dekat dengan kita memilih untuk menyakiti, baik secara sengaja maupun tidak, meninggalkan jejak kepedihan yang mendalam. Puisi menjadi salah satu cara untuk mengekspresikan segala rasa yang tertahan di dada, sebuah pelampiasan emosi yang tak terucapkan.
Menulis puisi untuk mantan yang menyakiti bukanlah tentang keinginan untuk kembali atau memohon belas kasihan. Ini lebih tentang proses penyembuhan diri, tentang melepaskan beban berat yang selama ini mengganjal. Melalui kata-kata, kita bisa mencoba memahami, mengurai, dan akhirnya, menerima kenyataan yang ada. Puisi ini menjadi saksi bisu dari badai emosi yang pernah melanda, sekaligus menjadi jembatan menuju ketenangan batin.
Ada kalanya cinta berubah menjadi duri, menusuk relung hati tanpa ampun. Janji yang dulu terucap manis kini terkesan hampa, kenangan indah berganti dengan bayangan kepedihan. Kepada engkau, yang pernah singgah namun pergi meninggalkan luka, biarlah kata-kata ini menjadi ungkapan yang tak terperi. Ini bukan dendam, bukan pula kebencian, melainkan sebuah renungan akan pedih yang pernah ada.
Menulis puisi tentang mantan yang menyakiti adalah langkah penting dalam proses penyembuhan. Dengan menuangkan segala perasaan marah, kecewa, dan sedih ke dalam bait-bait kata, kita memberi ruang bagi emosi tersebut untuk keluar dari diri. Proses ini membantu mengurangi beban emosional yang mungkin tertahan di dalam dada, yang jika dibiarkan bisa menjadi sumber stres dan kegelisahan berkepanjangan.
Lebih dari sekadar meluapkan emosi, puisi semacam ini juga seringkali menjadi ajang refleksi. Kita mulai melihat kembali apa yang terjadi, mencoba memahami sudut pandang yang berbeda, dan yang terpenting, belajar untuk melepaskan. Melepaskan bukan berarti melupakan rasa sakitnya, tetapi lebih kepada tidak membiarkan rasa sakit itu mengendalikan hidup kita di masa depan. Ini adalah tentang memaafkan, bukan untuk mantan, tetapi untuk diri sendiri. Dengan memaafkan, kita membebaskan diri dari belenggu masa lalu dan membuka pintu untuk kebahagiaan yang baru.
Puisi ini, dengan segala getirnya, adalah pengingat bahwa badai pasti berlalu. Luka yang terasa dalam saat ini, kelak akan menjadi cerita, menjadi pengalaman yang membentuk diri menjadi lebih kuat dan bijaksana. Mengikhlaskan apa yang telah terjadi, meski sulit, adalah kunci untuk bisa melangkah maju. Ingatlah, Anda berhak mendapatkan kebahagiaan, dan melepaskan seseorang yang telah menyakiti adalah salah satu langkah awal untuk menemukannya kembali.