Di era modern yang serba canggih ini, kita telah terbiasa dengan berbagai macam produk perawatan gigi, mulai dari sikat gigi elektrik yang bergetar, benang gigi berteknologi tinggi, hingga obat kumur dengan formulasi mutakhir. Namun, jauh sebelum semua inovasi tersebut ada, nenek moyang kita telah memiliki cara sederhana namun efektif untuk menjaga kebersihan mulut dan gigi mereka. Salah satu alat tradisional yang masih menyimpan jejak warisan budaya ini adalah sepotong lidi, yang seringkali diasosiasikan dengan istilah "TTS" dalam konteks pembersih gigi tradisional.
Istilah "TTS" sendiri mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun jika kita menggali lebih dalam, ia merujuk pada praktik membersihkan gigi menggunakan sepotong lidi, terutama lidi dari tumbuhan tertentu yang memiliki sifat membersihkan dan terkadang sedikit beraroma. Metode ini sangat umum ditemukan di berbagai kebudayaan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, sebelum era sikat gigi modern mendominasi.
Sejarah penggunaan alat pembersih gigi alami seperti lidi dapat ditelusuri ribuan tahun ke belakang. Berbagai peradaban kuno, mulai dari Mesir, Babilonia, hingga Tiongkok, telah tercatat menggunakan ranting-ranting pohon yang dikunyah pada salah satu ujungnya hingga serat-seratnya terurai. Serat inilah yang kemudian digunakan untuk menggosok permukaan gigi, mirip dengan cara kerja sikat gigi modern. Tumbuhan yang dipilih pun beragam, tergantung pada ketersediaan lokal dan sifat-sifat yang dianggap menguntungkan. Beberapa di antaranya dikenal memiliki kandungan antiseptik alami atau menghasilkan aroma segar.
Di Indonesia, lidi kelapa atau lidi aren seringkali menjadi pilihan utama. Lidi ini memiliki tekstur yang cukup kuat namun lentur, sehingga mampu menjangkau sela-sela gigi dengan baik. Ujung lidi biasanya diraut atau dikunyah hingga sedikit mengembang, membentuk semacam "sikat" alami. Cara penggunaannya cukup sederhana: dimasukkan ke dalam sela-sela gigi untuk mengeluarkan sisa makanan yang tersangkut, dan kadang-kadang digosokkan pada permukaan gigi untuk membersihkannya.
Meskipun terlihat sangat sederhana, metode membersihkan gigi dengan sepotong lidi memiliki beberapa keunggulan. Pertama, ia sangat mudah diakses dan terjangkau, bahkan bisa didapatkan secara gratis dari alam di daerah-daerah tertentu. Kedua, sifat alami dari lidi tidak mengandung bahan kimia tambahan yang mungkin dikhawatirkan oleh sebagian orang. Bagi masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap produk perawatan gigi modern, lidi ini menjadi solusi yang sangat berharga untuk menjaga kebersihan oral.
Namun, tentu saja, metode ini juga memiliki keterbatasan. Dibandingkan dengan sikat gigi modern, efektivitas lidi dalam membersihkan plak secara menyeluruh mungkin lebih rendah. Selain itu, kebersihan lidi itu sendiri perlu diperhatikan. Jika lidi tidak dipilih atau diolah dengan benar, ada risiko membawa bakteri atau bahkan melukai gusi. Penggunaan lidi yang berulang tanpa dibersihkan dengan baik juga dapat menjadi sarang kuman.
Di balik fungsinya sebagai alat pembersih, sepotong lidi untuk membersihkan gigi TTS juga menyimpan makna budaya yang mendalam. Ia mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam banyak keluarga, praktik ini diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi bagian dari kebiasaan yang membentuk identitas budaya.
Saat ini, meskipun sikat gigi dan benang gigi telah menjadi standar, praktik menggunakan lidi masih bisa ditemukan di beberapa daerah terpencil. Lebih dari itu, ia menjadi pengingat akan akar tradisi dan kesederhanaan. Bagi sebagian orang, ia bukan hanya alat, tetapi juga simbol nostalgia masa lalu. Ada pula upaya untuk mengintegrasikan kembali kearifan tradisional ini, mungkin dengan penelitian lebih lanjut mengenai potensi manfaat dari tumbuhan yang digunakan, atau dengan menjadikan praktik ini sebagai bagian dari edukasi budaya.
Memahami tradisi seperti pembersihan gigi menggunakan sepotong lidi TTS memberikan kita perspektif yang lebih luas tentang evolusi perawatan kebersihan diri. Ia mengajarkan kita untuk menghargai inovasi modern tanpa melupakan akar sejarah dan kearifan leluhur yang telah teruji oleh waktu. Meskipun mungkin tidak lagi menjadi pilihan utama bagi mayoritas, sepotong lidi tetap menjadi saksi bisu perjalanan panjang manusia dalam menjaga kebersihan diri, sebuah warisan sederhana yang patut dikenang.