Ilustrasi perbandingan umum ukuran batuan dan sedimen.
Dalam studi geologi, pemahaman mendalam tentang karakteristik fisik batuan adalah fundamental. Salah satu parameter paling krusial yang digunakan untuk mengklasifikasikan batuan, terutama batuan sedimen, adalah ukuran batuan atau ukuran butir (grain size). Parameter ini tidak hanya membantu dalam nomenklatur batuan tetapi juga memberikan petunjuk vital mengenai proses pengendapan, energi lingkungan purba, dan sejarah transportasi material penyusunnya.
Secara umum, batuan diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel penyusunnya. Meskipun batuan beku dan metamorf biasanya dibahas berdasarkan mineralogi dan tekstur kristal, batuan sedimen (klastik) sangat bergantung pada skala butiran. Skala yang paling sering digunakan adalah skala Wentworth, yang memberikan batasan ukuran spesifik dalam satuan phi ($\phi$) atau milimeter (mm).
Menurut skala ini, material klastik dibagi menjadi beberapa kategori utama. Mulai dari yang paling kasar hingga yang paling halus, kita menemukan bongkah (boulder), kerikil (cobble dan pebble), pasir (sand), lanau (silt), hingga lempung (clay). Batuan yang didominasi oleh kerikil kasar disebut konglomerat (jika membulat) atau breksi (jika bersudut tajam). Sementara itu, batuan yang terdiri dari butiran pasir disebut batupasir (sandstone).
Mengapa ukuran batuan begitu penting? Karena ukuran butir adalah proksi langsung dari energi fluida yang mengangkut dan mengendapkan material tersebut. Energi tinggi, seperti arus sungai deras, gelombang laut yang kuat, atau aliran turbidit, mampu mengangkut material yang lebih besar dan berat, seperti kerikil atau bongkah. Sebaliknya, lingkungan dengan energi rendah, seperti dasar laut dalam atau rawa yang tenang, hanya mampu menahan dan mengendapkan material yang sangat halus, seperti lempung atau lanau.
Sebagai contoh, jika seorang geolog menemukan lapisan batupasir dengan butiran yang sangat seragam dan halus, ini mengindikasikan bahwa proses pengendapan berlangsung dalam kondisi energi yang relatif stabil dan rendah dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, interkalasi (percampuran) antara lapisan konglomerat tebal dan lapisan lanau tipis menunjukkan perubahan energi lingkungan yang dramatisāmungkin dari kondisi badai besar menjadi periode tenang total.
Pengukuran ukuran batuan bervariasi tergantung pada jenis batuan dan skala butirnya. Untuk butiran kasar (seperti kerikil dan bongkah), pengukuran sering dilakukan secara langsung menggunakan kaliper atau pita ukur, dan hasilnya dicatat dalam satuan milimeter atau sentimeter.
Namun, untuk batuan yang didominasi oleh pasir, lanau, dan lempung, metode yang lebih canggih diperlukan. Metode yang paling umum dan historis adalah analisis ayakan (sieve analysis), di mana sampel batuan dihancurkan dan dilewatkan melalui serangkaian saringan dengan ukuran mata jaring yang terstandarisasi. Hasil analisis ayakan ini kemudian diplot dalam kurva gradasi untuk menentukan distribusi ukuran butir.
Di era modern, teknik analisis laser difraksi sering digunakan untuk mengukur distribusi butiran halus dengan akurasi tinggi, terutama untuk menentukan persentase lanau dan lempung yang sulit diukur secara visual. Akurasi dalam penentuan ukuran batuan sangat penting karena kesalahan kecil dalam klasifikasi dapat menyesatkan interpretasi paleogeografi dan sejarah tektonik suatu area.
Meskipun fokus utama klasifikasi ukuran batuan adalah batuan sedimen, dalam batuan beku dan metamorf, istilah yang setara adalah ukuran kristal (crystal size) atau kristalinitas. Ukuran kristal pada batuan beku secara langsung mencerminkan laju pendinginan magma.
Batuan beku plutonik (intrusi dalam) yang mendingin sangat lambat akan menghasilkan kristal berukuran besar (faneritik), seperti yang terlihat pada granit. Sebaliknya, batuan vulkanik (ekstrusif) yang mendingin dengan cepat di permukaan bumi akan menghasilkan kristal halus atau bahkan kaca vulkanik (afanitik atau gelas), seperti pada obsidian. Jadi, meskipun nomenklaturnya berbeda, prinsip bahwa laju pembentukan atau transportasi menentukan skala fisik material tetap berlaku dalam ilmu batuan.