Menggali Hikmah Penutup Surah Al-Kahf: Pesan Universal dari Ayat 109-110

Surah Al-Kahf adalah salah satu surah yang paling mendalam dan kaya akan pelajaran dalam Al-Qur'an. Dikenal dengan empat kisah utamanya yang memuat cobaan besar bagi iman manusia, surah ini menjadi pelindung dan petunjuk bagi mereka yang membacanya, terutama pada hari Jumat. Meskipun Surah Al-Kahf terdiri dari 110 ayat, pesan-pesan penutupnya yang terkandung dalam ayat 109 dan 110 merupakan klimaks dari seluruh hikmah yang dibentangkan sebelumnya. Ayat-ayat ini tidak hanya merangkum inti ajaran Islam, tetapi juga memberikan pedoman hidup yang komprehensif bagi setiap Muslim.

Artikel ini akan mengupas tuntas pesan-pesan universal dari ayat 109-110 Surah Al-Kahf, menelusuri relevansinya dengan keempat kisah utama dalam surah, dan merangkai benang merah dari seluruh ajaran yang terkandung di dalamnya. Kita akan melihat bagaimana ayat-ayat penutup ini berfungsi sebagai kunci untuk memahami seluruh Surah Al-Kahf dan sebagai kompas moral bagi perjalanan spiritual kita.

Ilustrasi Surah Al-Kahf dan Hikmah Universal

Surah Al-Kahf: Sebuah Gambaran Umum

Surah Al-Kahf, atau "Gua", adalah surah ke-18 dalam Al-Qur'an dan termasuk golongan Makkiyah, diturunkan di Mekah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah. Surah ini sangat istimewa karena mengandung beberapa kisah yang penuh makna dan berfungsi sebagai peringatan serta petunjuk bagi umat manusia. Tiga pertanyaan utama yang diajukan oleh kaum Quraisy atas saran pendeta Yahudi kepada Nabi Muhammad ﷺ—yaitu tentang para pemuda penghuni gua (Ashabul Kahf), seorang pengembara agung (Dzulqarnain), dan kisah Nabi Musa bersama Khidir—menjadi tulang punggung narasi surah ini.

Secara umum, Al-Kahf mengajarkan tentang empat fitnah (ujian) besar dalam kehidupan:

  1. Fitnah Agama (Ashabul Kahf): Kisah sekelompok pemuda yang melarikan diri dari kekejaman penguasa demi mempertahankan keimanan mereka, dan Allah melindungi mereka di dalam gua selama berabad-abad. Ini mengajarkan tentang keteguhan iman dan pertolongan Allah bagi hamba-Nya yang taat.
  2. Fitnah Harta (Kisah Pemilik Dua Kebun): Kisah dua orang yang salah satunya kaya raya namun sombong dan kufur nikmat, sementara yang lain miskin namun bersyukur. Ini memperingatkan tentang bahaya kesombongan harta dan pentingnya bersyukur kepada Allah.
  3. Fitnah Ilmu (Kisah Nabi Musa dan Khidir): Kisah perjalanan Nabi Musa yang mencari ilmu dari seorang hamba Allah bernama Khidir, yang diberi hikmah dan pengetahuan khusus. Ini mengajarkan tentang keterbatasan ilmu manusia, pentingnya kerendahan hati dalam mencari ilmu, dan bahwa ada pengetahuan di luar jangkauan pemahaman kita.
  4. Fitnah Kekuasaan (Kisah Dzulqarnain): Kisah seorang raja yang adil dan perkasa, Dzulqarnain, yang melakukan perjalanan ke timur dan barat, membangun tembok raksasa untuk menghalangi Yakjuj dan Makjuj. Ini menunjukkan bagaimana kekuasaan harus digunakan untuk kebaikan, keadilan, dan pertolongan bagi yang lemah, serta selalu mengembalikan segala pencapaian kepada Allah.

Di samping keempat kisah utama ini, Surah Al-Kahf juga menyentuh berbagai tema lain seperti kebangkitan setelah kematian, ujian kesabaran, pentingnya berpegang teguh pada tauhid, dan persiapan menghadapi hari kiamat, khususnya ujian Dajjal.

Klimaks Surah: Ayat 109 dan 110

Sebagai penutup dari seluruh rangkaian pelajaran dan kisah dalam surah ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan dua ayat terakhir, yaitu ayat 109 dan 110. Meskipun seringkali ada kekeliruan menyebut "ayat 111", perlu ditegaskan bahwa Surah Al-Kahf memiliki 110 ayat. Namun, semangat dari pencarian "ayat 111" mungkin mengarah pada keinginan untuk memahami pesan penutup yang final dan paripurna dari surah ini, yang justru terdapat pada ayat 109 dan 110. Kedua ayat ini adalah intisari, rangkuman, dan sekaligus peringatan paling penting dari seluruh Surah Al-Kahf.

Ayat 109: Keterbatasan Ilmu Manusia di Hadapan Ilmu Allah

قُل لَّوْ كَانَ ٱلْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَـٰتِ رَبِّى لَنَفِدَ ٱلْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـٰتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِۦ مَدَدًا

Artinya: Katakanlah (Muhammad), "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah lautan itu sebelum selesai (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al-Kahf: 109)

Ayat ini adalah pernyataan agung tentang kebesaran ilmu Allah dan ketidakbatasannya. Allah menyeru Nabi Muhammad ﷺ untuk menyampaikan kepada umat manusia sebuah perumpamaan yang menakjubkan:

Ilustrasi lautan tinta dan tak terbatasnya kalimat Allah

Pelajaran dari ayat ini sangatlah mendalam:

  1. Kerendahan Hati Intelektual: Manusia harus senantiasa rendah hati di hadapan ilmu Allah. Sekalipun kita menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari fisika kuantum hingga ruang angkasa, semua itu hanyalah setetes air dari samudra ilmu Allah yang tak bertepi. Ini mengikis kesombongan intelektual yang mungkin timbul dari pencapaian ilmiah.
  2. Motivasi untuk Terus Belajar: Ayat ini juga memotivasi kita untuk tidak pernah berhenti mencari ilmu. Karena ilmu Allah itu tak terbatas, maka perjalanan mencari ilmu juga tak ada akhirnya. Setiap penemuan baru dalam sains, setiap pemahaman baru dalam agama, adalah bagian dari manifestasi "kalimat-kalimat Tuhan" yang tak terhingga.
  3. Keagungan Al-Qur'an: Jika lautan saja tidak cukup untuk menulis kalimat-kalimat Allah, maka Al-Qur'an sebagai Kalamullah adalah salah satu manifestasi terbesar dari kalimat-kalimat itu. Ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah sumber ilmu dan hikmah yang tak pernah kering.
  4. Mengenal Kebesaran Allah: Dengan menyadari bahwa ilmu-Nya tidak terbatas, hati manusia akan dipenuhi dengan kekaguman dan takzim kepada Allah. Ini menguatkan tauhid dan rasa kebergantungan total kepada Sang Pencipta.

Ayat ini berfungsi sebagai pengantar sempurna untuk ayat berikutnya, yang akan menjelaskan bagaimana seharusnya manusia merespons keagungan Allah yang tak terhingga ini.

Ayat 110: Inti Pesan Islam: Tauhid dan Amal Saleh

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَـٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Artinya: Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahf: 110)

Ayat ini adalah puncak dari seluruh ajaran Surah Al-Kahf dan merupakan inti dari dakwah para nabi dan rasul. Terdiri dari tiga komponen utama:

1. Kenabian Muhammad ﷺ: Seorang Manusia yang Diwahyukan

Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk menegaskan kemanusiaannya: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu...". Penegasan ini sangat penting untuk mencegah umatnya mengkultuskan beliau secara berlebihan atau menisbatkan sifat ketuhanan kepadanya, sebagaimana yang terjadi pada beberapa umat terdahulu terhadap nabi-nabi mereka. Meskipun beliau adalah rasul termulia, seorang yang mendapat wahyu langsung dari Allah, beliau tetaplah seorang manusia yang makan, minum, tidur, berkeluarga, dan menghadapi berbagai tantangan hidup seperti manusia lainnya.

Poin pentingnya adalah bahwa tugas beliau adalah menyampaikan wahyu, yaitu "bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Ini adalah fondasi utama Islam: Tauhid, pengesaan Allah. Semua ajaran, hukum, dan petunjuk dalam Al-Qur'an berpangkal pada keyakinan ini. Nabi Muhammad ﷺ bukanlah pembuat agama, melainkan penyampai risalah dari Allah Yang Maha Esa.

2. Syarat Berjumpa Allah: Amal Saleh

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh..." Bagian ini menjelaskan tujuan akhir kehidupan seorang Muslim: meraih keridaan Allah dan perjumpaan dengan-Nya di akhirat. Perjumpaan ini bukanlah perjumpaan fisik dalam pengertian duniawi, melainkan perjumpaan dalam makna spiritual, yaitu masuk ke dalam surga-Nya, melihat Wajah-Nya (bagi yang diizinkan), dan merasakan keridaan-Nya yang abadi.

Syarat utama untuk mencapai tujuan mulia ini adalah amal saleh. Amal saleh adalah segala perbuatan baik yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam, baik berupa ibadah mahdhah (seperti salat, puasa, zakat, haji) maupun ibadah ghairu mahdhah (seperti berbuat baik kepada orang tua, menolong sesama, menjaga lingkungan, bekerja mencari nafkah secara halal). Kualitas amal saleh sangat ditekankan, yaitu harus dilandasi niat yang ikhlas dan tata cara yang benar sesuai sunnah Nabi ﷺ.

3. Penjauhan Diri dari Syirik: Ikhlas dalam Beribadah

"...dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." Ini adalah syarat kedua dan yang paling fundamental: menjauhi syirik. Syirik, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain dalam ibadah, adalah dosa terbesar dan tidak terampuni jika pelakunya meninggal dalam keadaan syirik tanpa bertaubat. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa: 48, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya."

Menjauhi syirik berarti menjaga keikhlasan (ketulusan) dalam setiap amal. Ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata, tanpa mengharapkan pujian manusia, pengakuan, atau tujuan duniawi lainnya. Ini mencakup syirik besar (seperti menyembah patung, berhala, atau meminta kepada selain Allah dalam hal yang hanya Allah yang mampu) dan syirik kecil (seperti riya' – beramal agar dilihat orang, atau sum'ah – beramal agar didengar orang, dan bersumpah dengan selain nama Allah).

Ilustrasi timbangan amal saleh dan tauhid

Benang Merah Empat Kisah dengan Ayat 109-110

Seluruh kisah dalam Surah Al-Kahf, begitu juga pelajaran-pelajaran lainnya, secara sempurna diakhiri dan diringkas oleh ayat 109 dan 110. Kedua ayat ini bukan sekadar penutup, melainkan kunci untuk membuka dan memahami pesan utama surah.

1. Ashabul Kahf (Ujian Agama)

Kisah Ashabul Kahf menyoroti pentingnya tauhid dan amal saleh dalam menghadapi tekanan eksternal. Para pemuda itu meninggalkan segala kemewahan dan keselamatan demi mempertahankan keyakinan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan mereka adalah amal saleh tertinggi yang didasari keikhlasan mutlak, tanpa sedikit pun syirik. Mereka mencari perlindungan dari Allah, dan Allah pun melindungi mereka dengan cara yang ajaib. Ini adalah contoh nyata bagaimana "amal saleh" dan menjauhi "syirik" (menyembah berhala) menjadi kunci keselamatan dan keberkahan.

2. Kisah Pemilik Dua Kebun (Ujian Harta)

Pemilik kebun yang kaya raya gagal dalam ujian harta karena kesombongan dan kufur nikmatnya. Dia berkata, "Aku tidak mengira kebun ini akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari Kiamat itu akan datang; dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini." (QS. Al-Kahf: 35-36). Perkataan ini menunjukkan syirik dalam keyakinan (tidak percaya hari Kiamat) dan syirik dalam niat (mengaitkan kekayaan dengan kekuatannya sendiri, bukan karunia Allah). Dia tidak melakukan amal saleh dengan hartanya dan justru menyombongkan diri. Sebaliknya, temannya yang miskin menunjukkan kesabaran dan tauhid yang kuat. Akhir kisahnya menjadi peringatan keras tentang konsekuensi meninggalkan tauhid dan amal saleh dalam mengelola kekayaan.

3. Kisah Nabi Musa dan Khidir (Ujian Ilmu)

Perjalanan Nabi Musa bersama Khidir adalah pengajaran bahwa ilmu Allah itu tak terbatas (seperti yang ditekankan pada ayat 109). Nabi Musa, seorang nabi dan rasul yang mulia, pun harus mengakui bahwa ada ilmu yang tidak ia ketahui, yang hanya dimiliki oleh Allah dan hamba pilihan-Nya. Kisah ini mengajarkan kerendahan hati dalam mencari ilmu dan menerima takdir Allah, yang seringkali di luar pemahaman manusia. Setiap tindakan Khidir, yang awalnya tampak janggal, ternyata memiliki hikmah yang lebih besar. Ini adalah manifestasi dari "kalimat-kalimat Tuhanku" yang tak terhingga dan tak terjangkau oleh akal manusia sepenuhnya.

4. Kisah Dzulqarnain (Ujian Kekuasaan)

Dzulqarnain adalah contoh penguasa yang sukses dalam ujian kekuasaan karena ia menggunakannya untuk amal saleh (membangun tembok untuk melindungi kaum yang lemah dari Yakjuj dan Makjuj) dan senantiasa mengembalikan segala keberhasilan kepada Allah (tauhid). Ia berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku..." (QS. Al-Kahf: 98). Dzulqarnain tidak menyombongkan diri dengan kekuasaannya atau mengklaim kemuliaan untuk dirinya sendiri, melainkan menyandarkan semuanya kepada Allah. Ini adalah gambaran nyata dari seorang pemimpin yang menjalankan kekuasaannya dengan ikhlas dan tidak mempersekutukan Allah dengan ambisi atau ego pribadinya.

Keterkaitan Tema Universal Al-Kahf

Dari pembahasan di atas, jelas bahwa ayat 109 dan 110 bukan sekadar ayat penutup, melainkan fondasi kokoh yang menopang seluruh pesan Surah Al-Kahf. Tema-tema universal yang muncul berulang kali di seluruh surah ini semuanya bermuara pada dua prinsip utama di ayat terakhir:

1. Tauhid (Keesaan Allah)

Ini adalah inti dari Surah Al-Kahf. Setiap kisah, setiap peringatan, pada akhirnya mengarah pada pengukuhan keyakinan akan keesaan Allah. Para pemuda Ashabul Kahf menolak syirik penyembahan berhala. Pemilik kebun yang sombong celaka karena melupakan Allah. Nabi Musa belajar tentang batas-batas ilmu manusia dan keagungan Allah. Dzulqarnain menggunakan kekuasaannya untuk melayani Allah. Dan ayat 110 secara eksplisit menyatakan bahwa "Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa" dan larangan "mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya."

2. Amal Saleh (Perbuatan Baik yang Benar dan Ikhlas)

Amal saleh adalah respons praktis terhadap keyakinan tauhid. Ini bukan hanya tentang ibadah ritual, tetapi juga tentang etika, moralitas, keadilan, dan kasih sayang dalam interaksi sosial. Para pemuda beramal saleh dengan hijrah dan memohon perlindungan. Teman pemilik kebun yang miskin beramal saleh dengan kesabarannya. Dzulqarnain beramal saleh dengan membangun tembok dan menegakkan keadilan. Ayat 110 dengan tegas menyerukan "maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh" sebagai syarat utama untuk perjumpaan dengan Allah.

3. Pertanggungjawaban di Akhirat

Al-Kahf banyak berbicara tentang hari akhirat, kebangkitan, dan pertanggungjawaban. Kisah pemilik dua kebun berakhir dengan kehancuran hartanya sebagai gambaran kehancuran duniawi, sementara di akhirat akan ada kehancuran yang lebih besar bagi orang yang kufur. Kisah Dzulqarnain diakhiri dengan peringatan tentang hari ketika tembok Yakjuj dan Makjuj akan runtuh, menandakan dekatnya kiamat. Ayat 110 dengan jelas menyebutkan "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya...", yang secara langsung merujuk pada hari akhirat, hari perhitungan dan balasan.

4. Pentingnya Ilmu dan Kerendahan Hati

Ayat 109 adalah manifestasi tertinggi dari tema ini, menekankan betapa terbatasnya ilmu manusia di hadapan ilmu Allah. Kisah Musa dan Khidir juga secara langsung mengajarkan hal ini. Ini mengajarkan pentingnya terus mencari ilmu, namun dengan sikap tawadhu' (rendah hati) dan menyadari bahwa puncak ilmu adalah mengenal Allah dan keterbatasan diri.

5. Tawakkul (Berserah Diri kepada Allah) dan Sabar (Kesabaran)

Ashabul Kahf berserah diri sepenuhnya kepada Allah saat bersembunyi. Nabi Musa dituntut kesabaran ekstra dalam menemani Khidir. Ini adalah sifat-sifat yang krusial bagi seorang mukmin untuk menjalankan amal saleh dan menjaga tauhid di tengah berbagai ujian.

Ilustrasi peta konsep tema-tema universal Al-Kahf

Relevansi Abadi Surah Al-Kahf dan Pesan Penutupnya

Surah Al-Kahf adalah "lampu penerang" bagi kehidupan seorang Muslim, dan pesan penutupnya menjadi puncak hikmah yang harus selalu dipegang teguh. Dalam dunia modern yang penuh dengan godaan dan fitnah, pelajaran dari Al-Kahf tetap relevan:

Kesimpulan: Jalan Menuju Perjumpaan dengan Allah

Surah Al-Kahf, dengan 110 ayatnya, menawarkan peta jalan yang lengkap bagi setiap Muslim untuk menavigasi kehidupan yang penuh ujian. Ayat 109 mengingatkan kita akan keagungan Allah yang tak terhingga, betapa luasnya ilmu dan hikmah-Nya, serta betapa kecil dan terbatasnya kemampuan manusia. Ini menumbuhkan rasa takzim dan kerendahan hati, mendorong kita untuk terus mencari ilmu dengan adab dan menyandarkan segala pemahaman kepada-Nya.

Kemudian, ayat 110 datang sebagai penutup yang sempurna, merangkum semua pelajaran yang telah dibentangkan sebelumnya. Ini adalah pesan pamungkas yang menjadi fondasi keimanan dan amal:

  1. Tauhid Murni: Hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah, yaitu Allah Yang Maha Esa. Semua nabi, termasuk Muhammad ﷺ, adalah manusia yang membawa pesan ini.
  2. Amal Saleh: Lakukanlah perbuatan baik yang sesuai dengan syariat dan sunnah Nabi ﷺ.
  3. Ikhlas: Pastikan setiap amal hanya ditujukan kepada Allah semata, tanpa sedikit pun menyekutukan-Nya dengan apapun atau siapapun.

Tiga pilar ini—tauhid, amal saleh, dan ikhlas—adalah kunci bagi setiap Muslim yang "mengharap perjumpaan dengan Tuhannya." Ini adalah esensi dari tujuan hidup seorang mukmin: meraih keridaan Allah di dunia dan kebahagiaan abadi di akhirat.

Dengan merenungi dan mengamalkan pesan-pesan dari Surah Al-Kahf, khususnya ayat-ayat penutupnya yang mulia, kita akan dibekali dengan kekuatan iman, kejernihan akal, dan keteguhan hati untuk menghadapi segala fitnah zaman. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa membimbing kita semua untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang senantiasa berpegang teguh pada tauhid, beramal saleh, dan ikhlas dalam setiap langkah kehidupan.

Ilustrasi jalan menuju perjumpaan dengan Allah
🏠 Homepage