Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat Makkiyah yang sangat kaya akan kisah dan pelajaran spiritual. Di antara kisah-kisah utamanya adalah tentang Ashabul Kahfi (Para Pemuda Penghuni Gua), dua pemilik kebun, Nabi Musa dan Khidir, serta kisah Dzulqarnain. Kisah Dzulqarnain yang termuat dari ayat 83 hingga 101, merupakan narasi yang menakjubkan tentang kekuasaan, keadilan, kebijaksanaan, dan kepemimpinan yang berlandaskan iman kepada Allah SWT. Bagian akhir dari kisah Dzulqarnain, khususnya ayat 91-100, menjadi fokus utama kita, karena ia mengungkapkan puncak dari perjalanannya yang ketiga, yaitu pembangunan tembok penangkal Ya'juj dan Ma'juj, serta menyingkap tabir tentang Hari Kiamat.
Perjalanan Dzulqarnain, seorang penguasa yang saleh dan bijaksana yang diberi kekuasaan besar di muka bumi, mencerminkan bagaimana seseorang yang memiliki kekuasaan seharusnya menggunakannya untuk kebaikan, penegakan keadilan, dan penyebaran tauhid. Kisah ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan juga pelajaran abadi bagi setiap pemimpin dan individu tentang tanggung jawab, tawakal, dan keyakinan akan janji Allah.
Dalam bagian ini, kita akan menyelami makna dan tafsir dari ayat 91 hingga 100 dari Surat Al-Kahfi, menelaah setiap detailnya, dan mengambil pelajaran berharga yang relevan dengan kehidupan kita saat ini. Kita akan melihat bagaimana Dzulqarnain menghadapi sebuah masalah besar, yaitu ancaman Ya'juj dan Ma'juj, dan bagaimana ia menyelesaikannya dengan cara yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah, serta kebijaksanaannya yang luar biasa.
Dzulqarnain: Sang Penguasa Penjelajah
Sebelum kita memasuki ayat 91, penting untuk sedikit mengingat latar belakang Dzulqarnain. Allah SWT berfirman bahwa Dia telah memberikan kepadanya kekuasaan di bumi dan menganugerahinya sarana untuk mencapai segala sesuatu. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain memiliki kekuatan militer, logistik, dan kecerdasan yang memungkinkannya menaklukkan berbagai wilayah. Ia melakukan tiga ekspedisi besar: ke barat hingga terbenamnya matahari di laut berlumpur hitam, ke timur hingga terbitnya matahari di atas kaum yang tidak memiliki pelindung dari panasnya matahari, dan yang ketiga, ke antara dua gunung di mana ia bertemu dengan kaum yang mengeluhkan Ya'juj dan Ma'juj.
Ilustrasi perjalanan Dzulqarnain yang melintasi berbagai wilayah, simbol kekuasaan dan kebijaksanaannya.
Dalam setiap perjalanannya, Dzulqarnain tidak bertindak sewenang-wenang. Ia selalu menerapkan keadilan, memberi ganjaran kepada yang berbuat baik dan menghukum yang zalim, serta membimbing manusia kepada jalan yang benar. Karakteristik ini menjadi pondasi penting untuk memahami interaksinya dengan kaum yang meminta bantuannya di antara dua gunung, dan bagaimana ia akan membangun sebuah tembok raksasa.
Tafsir Al-Kahfi Ayat 91-100: Detail Kisah dan Hikmah
Ayat 91: Penutup Perjalanan Pertama dan Kedua
Ayat ini berfungsi sebagai penutup narasi dua perjalanan pertama Dzulqarnain (ke barat dan ke timur) serta sebagai pengantar untuk perjalanan ketiganya. Frasa كَذَٰلِكَ (Kadzālika) berarti "Demikianlah (keadaannya)". Ini menegaskan bahwa apa yang telah diceritakan tentang dua perjalanan Dzulqarnain adalah benar adanya, sesuai dengan kehendak dan kekuasaan Allah.
Bagian kedua ayat, وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا (wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā), secara harfiah berarti "Dan sesungguhnya Kami telah meliputi apa yang ada padanya dengan pengetahuan." Ini adalah penegasan atas ilmu Allah yang Maha Meliputi. Allah mengetahui segala urusan Dzulqarnain, segala sarana yang diberikan kepadanya, setiap keputusannya, dan setiap tindakannya. Tidak ada satu pun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah. Ayat ini mengingatkan kita tentang sifat Allah yang Maha Mengetahui, yang mengawasi setiap langkah dan setiap niat hamba-Nya.
Pelajaran dari ayat ini adalah pengingat bagi Dzulqarnain, dan juga bagi kita, bahwa meskipun seseorang diberi kekuasaan dan kemampuan yang luar biasa, semua itu berada dalam pengawasan dan pengetahuan Allah SWT. Kekuasaan adalah amanah, dan setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Ayat 92: Perjalanan Ketiga Dzulqarnain
Setelah dua perjalanannya yang sebelumnya (ke barat dan ke timur), Dzulqarnain kemudian أَتْبَعَ سَبَبًا (atba‘a sababā), yang berarti "dia menempuh suatu jalan (yang lain)." Kata سَبَبًا (sababā) di sini merujuk pada "jalan" atau "sarana". Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain terus menggunakan sarana dan kemampuan yang diberikan Allah kepadanya untuk melakukan perjalanan selanjutnya, menjelajahi bumi, dan menegakkan keadilan.
Ayat ini menandai dimulainya perjalanan ketiga Dzulqarnain, yang akan membawanya ke suatu tempat di antara dua gunung. Kisah ini adalah puncak dari ketiga perjalanannya, di mana ia akan menghadapi tantangan terbesar dan membangun sebuah monumen yang memiliki makna eskatologis yang mendalam.
Ayat 93: Antara Dua Gunung
Dzulqarnain melanjutkan perjalanannya حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ (ḥattā idzā balagha bainas-saddaini), "Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung." السَّدَّيْنِ (as-saddain) berarti dua penghalang atau dua gunung. Ini merujuk pada sebuah celah sempit di antara dua pegunungan besar yang berfungsi sebagai penghalang alami.
Di tempat ini, Dzulqarnain وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا (wajada min dūnihimā qaumallā yakādūna yafqahūna qaulā), "dia mendapati di hadapan kedua gunung itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan." Tafsir ulama terhadap frasa ini bervariasi:
- Bahasa yang Sangat Berbeda: Mereka berbicara dengan bahasa yang sangat asing dan sulit dimengerti oleh Dzulqarnain dan pasukannya. Ini menunjukkan keragaman linguistik yang luas di zaman Dzulqarnain.
- Pemahaman yang Rendah: Mereka memiliki tingkat pemahaman atau kecerdasan yang rendah, sehingga sulit bagi mereka untuk memahami konsep atau instruksi yang kompleks.
- Isyarat Sulit: Mereka berkomunikasi dengan isyarat atau bahasa tubuh yang tidak mudah dipahami.
Ayat 94: Keluhan tentang Ya'juj dan Ma'juj
Kaum tersebut, setelah berhasil berkomunikasi dengan Dzulqarnain, mengungkapkan masalah besar yang mereka hadapi: إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ (inna Ya'jūja wa Ma'jūja mufsidūna fil-arḍi), "Sungguh, Ya'juj dan Ma'juj itu (makhluk) yang berbuat kerusakan di bumi." Ini adalah pengantar tentang identitas Ya'juj dan Ma'juj, yaitu kaum atau bangsa yang sangat kuat, buas, dan suka membuat kerusakan, penjarahan, pembunuhan, dan kezaliman di wilayah mereka.
Karena penderitaan mereka yang terus-menerus, mereka meminta bantuan Dzulqarnain: فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَن تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا (fahal naj‘alu laka kharjan ‘alā an taj‘ala bainanā wa bainahum saddā), "maka bersediakah engkau kami beri imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?" Mereka menawarkan "kharjan" (imbalan atau upeti) sebagai balas jasa atas pembangunan dinding penghalang (saddā) yang akan melindungi mereka dari Ya'juj dan Ma'juj.
Ayat ini menunjukkan bahwa Ya'juj dan Ma'juj adalah ancaman nyata bagi kaum tersebut. Mereka bukan sekadar legenda, melainkan kekuatan perusak yang menyebabkan penderitaan fisik dan moral. Tawaran upeti menunjukkan keputusasaan dan kesediaan mereka untuk membayar mahal demi keamanan.
Ayat 95: Penolakan Upeti dan Permintaan Bantuan Tenaga
Respons Dzulqarnain adalah contoh teladan kepemimpinan yang saleh. Ia menolak upeti yang ditawarkan: مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ (mā makkannī fīhi Rabbī khairun), "Apa yang telah dikaruniakan Tuhanku kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu)." Ini menunjukkan beberapa hal:
- Kezuhudan dan Ketidakmampuan Materialis: Dzulqarnain tidak termotivasi oleh kekayaan duniawi. Kekuatan dan kekuasaan yang diberikan Allah kepadanya sudah lebih dari cukup. Ia tidak mencari keuntungan pribadi dari penderitaan orang lain.
- Tawakal kepada Allah: Ia mengakui bahwa semua kekuasaan dan kemampuannya berasal dari Allah, dan ia menggunakannya untuk tujuan yang diridhai Allah.
- Altruisme: Ia ingin membantu murni karena Allah, bukan karena imbalan.
Dzulqarnain juga mengubah istilah "saddan" (dinding) menjadi رَدْمًا (radmā), yang berarti "tembok yang kokoh" atau "penghalang yang diperkuat." Ini mengindikasikan bahwa ia tidak hanya akan membangun dinding biasa, melainkan sebuah struktur yang jauh lebih kuat dan lebih tahan lama, disesuaikan dengan ancaman Ya'juj dan Ma'juj.
Ayat 96: Proses Pembangunan Tembok
Visualisasi pembangunan tembok kokoh Dzulqarnain dari besi dan tembaga, menunjukkan kekuatan dan ketahanannya.
Ayat ini menggambarkan secara detail metode pembangunan tembok yang luar biasa. Dzulqarnain memerintahkan: آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ (ātūnī zubara al-ḥadīdi), "Berilah aku potongan-potongan besi!" زُبَرَ الْحَدِيدِ (zubara al-ḥadīdi) berarti balok-balok atau potongan-potongan besi yang besar.
Prosesnya sebagai berikut:
- Penumpukan Besi: Mereka menumpuk balok-balok besi di celah antara dua gunung حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ (ḥattā idzā sāwā bainaṣ-ṣadafaini), "Hingga apabila (potongan) besi itu telah sama (rata) dengan kedua (puncak) gunung itu." Ini menunjukkan skala proyek yang sangat besar, di mana tembok itu dibangun setinggi puncak gunung.
- Pembakaran Besi: Setelah tumpukan besi mencapai ketinggian yang diinginkan, Dzulqarnain berkata, انفُخُوا (anfukhū), "Tiup (api) itu!" Mereka menggunakan alat peniup (bellows) untuk mengobarkan api yang sangat besar di sekitar tumpukan besi tersebut حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا (ḥattā idzā ja‘alahū nāran), "Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api." Ini berarti besi dipanaskan hingga membara dan meleleh sebagian, menjadikannya satu massa yang padat.
- Penuangan Tembaga Cair: Langkah terakhir adalah Dzulqarnain berkata, آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا (ātūnī ufrigh ‘alaihi qiṭrā), "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya." قِطْرًا (qiṭrā) di sini ditafsirkan sebagai tembaga cair atau kuningan cair. Tembaga cair ini dituangkan di atas balok-balok besi yang membara. Ketika tembaga cair mengalir ke sela-sela besi dan kemudian membeku, ia akan mengikat seluruh balok besi menjadi satu kesatuan yang sangat kokoh dan tak tertembus, menciptakan sebuah tembok komposit yang luar biasa kuat.
Ayat 97: Kelemahan Ya'juj dan Ma'juj di Hadapan Tembok
Setelah tembok itu selesai dibangun dengan metode yang kokoh, Allah menegaskan hasilnya: فَمَا اسْطَاعُوا أَن يَظْهَرُوهُ (famāstaṭā‘ū ay yaẓharūhu), "Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj) tidak mampu mendakinya (melompati)." Ketinggian dan kelicinan permukaan tembok (karena tembaga) membuat mustahil bagi Ya'juj dan Ma'juj untuk memanjatnya.
Dan juga, وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا (wamāstaṭā‘ū lahū naqbā), "dan tidak pula mampu melubanginya." Gabungan besi yang padat dan tembaga yang mengisi celah-celah membuat tembok itu tidak dapat ditembus dengan cara digali atau dilubangi. Ini menunjukkan betapa kuat dan efektifnya tembok yang dibangun Dzulqarnain, berkat ilham dan karunia dari Allah SWT.
Ayat ini mengakhiri kisah pembangunan tembok dan memberikan jaminan keamanan bagi kaum yang meminta bantuan. Ini juga menandai berakhirnya ancaman langsung dari Ya'juj dan Ma'juj untuk waktu yang ditentukan.
Ayat 98: Tembok Adalah Rahmat dan Tanda Kiamat
Setelah selesai membangun tembok, Dzulqarnain menunjukkan kerendahan hati dan kesalehannya. Ia tidak mengklaim kesuksesan itu sebagai hasil dari kekuasaannya sendiri, melainkan ia berkata: هَٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّي (hādzā raḥmatun min Rabbī), "Ini (tembok) adalah rahmat dari Tuhanku." Ini adalah pengakuan akan nikmat dan karunia Allah yang telah membimbingnya dan memberinya kemampuan untuk menyelesaikan proyek besar ini. Dzulqarnain adalah contoh pemimpin yang bersyukur dan tidak sombong.
Bagian selanjutnya dari ayat ini adalah pengungkapan eskatologis yang sangat penting: فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ (fa idzā jā'a wa‘du Rabbī ja‘alahū dakkā'a), "Maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menjadikannya rata dengan tanah." "Janji Tuhanku" di sini merujuk pada waktu yang telah ditetapkan Allah untuk keluarnya Ya'juj dan Ma'juj, yang merupakan salah satu tanda besar Hari Kiamat. Ketika waktu itu tiba, tembok yang sangat kokoh ini akan dihancurkan hingga rata dengan tanah oleh kekuasaan Allah, sehingga Ya'juj dan Ma'juj dapat keluar dan membuat kerusakan di bumi.
Ayat ini ditutup dengan penegasan: وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا (wa kāna wa‘du Rabbī ḥaqqā), "dan janji Tuhanku itu benar." Ini adalah jaminan bahwa kejadian ini pasti akan terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Ini adalah peringatan bagi umat manusia tentang kedatangan Hari Kiamat dan tanda-tandanya.
Ayat 99: Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj dan Tiupan Sangkakala
Ayat ini melanjutkan penjelasan tentang "janji Tuhanku" yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Ketika tembok itu rata dengan tanah, Allah berfirman: وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ (wa taraknā ba‘ḍahum yauma'idzin yamūju fī ba‘ḍin), "Pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka (Ya'juj dan Ma'juj) bergelombang antara satu dengan yang lain." Ini menggambarkan kerumunan dan keganasan Ya'juj dan Ma'juj yang keluar dari balik tembok. Mereka akan menyebar ke seluruh penjuru bumi seperti gelombang yang saling berdesakan, membawa kekacauan dan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jumlah mereka akan sangat banyak dan mereka akan menguasai bumi.
Simbol tiupan sangkakala yang mengawali hari kiamat dan kekacauan Ya'juj dan Ma'juj.
Kemudian, ayat ini beralih ke peristiwa yang lebih besar lagi, yaitu permulaan Hari Kiamat itu sendiri: وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا (wa nufikha fīṣ-ṣūri fajama‘nāhum jam‘ā), "dan ditiuplah sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semua." Tiupan sangkakala (ṣūr) adalah tanda dimulainya Kiamat dan kebangkitan kembali seluruh makhluk. Setelah itu, Allah akan mengumpulkan seluruh manusia, dari awal hingga akhir zaman, di padang Mahsyar untuk dihisab. Pengumpulan ini adalah suatu pengumpulan yang menyeluruh, tidak ada satu pun yang tertinggal.
Ayat ini secara efektif menghubungkan kisah Dzulqarnain dan Ya'juj Ma'juj dengan peristiwa besar Hari Kiamat, menempatkan kisah ini dalam kerangka waktu eskatologis yang lebih luas. Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj adalah salah satu tanda besar yang mendahului Kiamat, yang kemudian akan diikuti oleh tiupan sangkakala dan pengumpulan seluruh umat manusia.
Ayat 100: Balasan Bagi Orang-Orang Kafir
Ayat terakhir dari rangkaian ini menjelaskan nasib orang-orang kafir pada Hari Kiamat. Allah berfirman: وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِّلْكَافِرِينَ عَرْضًا (wa ‘araḍnā Jahannama yauma'idzin lil-kāfirīna ‘arḍā), "Dan pada hari itu Kami perlihatkan (neraka) Jahanam kepada orang-orang kafir secara terang-terangan." Kata عَرَضْنَا (‘araḍnā) berarti "Kami perlihatkan" atau "Kami bentangkan." Ini bukan sekadar menunjukkan, tetapi membentangkan Jahanam di hadapan mereka dengan cara yang sangat jelas, mengerikan, dan tak terhindarkan. Mereka akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, merasakan hawa panasnya, dan mendengar suaranya yang mengerikan.
Penampakan Jahanam ini adalah balasan yang adil bagi orang-orang kafir yang mengingkari kebenaran, menolak ajaran Allah, dan berbuat kerusakan di muka bumi. Ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras dan penekanan akan keadilan ilahi pada Hari Pembalasan.
Hikmah dan Pelajaran dari Al-Kahfi Ayat 91-100
1. Kepemimpinan yang Adil dan Saleh
Kisah Dzulqarnain adalah cetak biru untuk kepemimpinan yang ideal dalam Islam. Ia adalah seorang pemimpin yang tidak tamak akan harta (menolak upeti), bekerja untuk kesejahteraan rakyatnya tanpa pamrih, dan selalu mengembalikan segala keberhasilannya kepada Allah SWT. Dzulqarnain menunjukkan bahwa kekuasaan sejati adalah amanah untuk melayani, bukan untuk memperkaya diri atau berbuat sewenang-wenang. Kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya digunakan untuk menumpas kezaliman (Ya'juj dan Ma'juj) dan membangun kemaslahatan.
Pelajaran ini sangat relevan di era modern, di mana seringkali kekuasaan digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Kisah Dzulqarnain mengingatkan para pemimpin bahwa tanggung jawab mereka adalah melindungi rakyat, menegakkan keadilan, dan menjadi agen kebaikan di muka bumi, sambil senantiasa bersandar dan bersyukur kepada Sang Pemberi Kekuasaan, Allah SWT.
2. Pentingnya Berkolaborasi dan Memanfaatkan Sumber Daya
Meskipun Dzulqarnain adalah pemimpin yang perkasa, ia tidak sungkan meminta bantuan dari rakyatnya. Permintaannya untuk "fa a‘īnūnī biquwwatin" (bantulah aku dengan kekuatan tenaga) menunjukkan bahwa proyek besar memerlukan kerja sama dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Ia tidak hanya mengandalkan kekuasaannya sendiri, tetapi juga memberdayakan kaum tersebut untuk ikut berkontribusi dalam solusi masalah mereka.
Hal ini mengajarkan kita tentang pentingnya kolaborasi, sinergi, dan pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif. Dalam membangun sebuah peradaban atau mengatasi masalah sosial, partisipasi aktif dari masyarakat adalah kunci keberhasilan. Dzulqarnain juga memanfaatkan sumber daya alam secara cerdas (besi dan tembaga) dengan teknik yang inovatif untuk mencapai tujuan yang optimal.
3. Keunggulan Ilmu dan Teknologi (Metalurgi)
Pembangunan tembok Dzulqarnain yang melibatkan pemanasan besi hingga merah membara dan penuangan tembaga cair di atasnya menunjukkan pengetahuan metalurgi yang canggih pada zamannya. Teknik ini menciptakan sebuah struktur komposit yang jauh lebih kuat daripada hanya menggunakan batu atau besi saja. Ini adalah bukti bahwa Islam mendorong umatnya untuk berpikir, belajar, dan berinovasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia.
Al-Qur'an seringkali mengisyaratkan fakta-fakta ilmiah yang baru ditemukan berabad-abad kemudian. Kisah ini mendorong kita untuk selalu mencari ilmu, mengembangkan teknologi, dan memanfaatkannya untuk tujuan yang positif, seperti pembangunan, perlindungan, dan peningkatan kualitas hidup.
4. Sifat Sementara dari Semua Bentuk Kekuatan Duniawi
Meskipun tembok Dzulqarnain sangat kokoh dan tidak dapat ditembus oleh Ya'juj dan Ma'juj, Dzulqarnain sendiri mengakui bahwa tembok tersebut adalah "rahmat dari Tuhanku" dan akan "dijadikan rata dengan tanah" ketika janji Allah tiba. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa segala sesuatu di dunia ini, sekokoh apa pun, bersifat sementara dan tunduk pada kehendak Allah SWT.
Tembok tersebut, simbol kekuatan dan perlindungan, pada akhirnya akan hancur. Ini mengajarkan kita untuk tidak terlalu terpaku pada pencapaian material atau kekuatan duniawi, karena semuanya akan musnah. Fokus utama haruslah pada persiapan untuk akhirat dan melakukan amal kebaikan yang kekal.
5. Ya'juj dan Ma'juj sebagai Tanda Kiamat
Kisah Ya'juj dan Ma'juj adalah salah satu tanda besar Hari Kiamat. Al-Qur'an dan hadis menjelaskan bahwa mereka adalah bangsa perusak yang akan keluar di akhir zaman dan menyebar kekacauan di muka bumi sebelum Nabi Isa turun kembali. Kehadiran mereka merupakan ujian besar bagi umat manusia dan pengingat akan dekatnya Hari Penghisaban.
Pelajaran di sini adalah untuk senantiasa waspada dan mempersiapkan diri menghadapi Kiamat. Meskipun kita tidak tahu kapan persisnya mereka akan keluar, kita tahu bahwa itu adalah janji Allah yang pasti terjadi. Ini harus memotivasi kita untuk meningkatkan keimanan, amal saleh, dan menjauhi perbuatan dosa, karena waktu yang diberikan kepada kita di dunia ini terbatas.
6. Penegasan tentang Hari Kiamat dan Kebangkitan
Ayat 99 dan 100 secara tegas mengarahkan perhatian kita pada Hari Kiamat, tiupan sangkakala, pengumpulan seluruh manusia, dan penampakan neraka Jahanam bagi orang-orang kafir. Ini adalah inti dari pesan Al-Qur'an tentang kehidupan setelah mati dan pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Kisah Dzulqarnain yang heroik dan pembangunan tembok yang monumental, pada akhirnya, hanyalah bagian dari skenario besar alam semesta yang diatur oleh Allah menuju tujuan akhirnya: Hari Penghisaban. Ini mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini adalah ujian, dan setiap tindakan kita akan dicatat dan dihisab. Keyakinan akan Hari Kiamat harus menjadi pendorong utama kita untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan.
7. Keadilan Ilahi yang Mutlak
Ayat 100 dengan jelas menyatakan bahwa Jahanam akan diperlihatkan secara terang-terangan kepada orang-orang kafir. Ini menegaskan konsep keadilan ilahi. Tidak ada kezaliman sedikit pun di sisi Allah. Setiap orang akan menerima balasan sesuai dengan perbuatannya. Bagi orang-orang kafir yang ingkar dan berbuat kerusakan, balasan mereka adalah Jahanam.
Pelajaran ini mendorong kita untuk selalu beriman, bertakwa, dan berpegang teguh pada syariat Allah. Ia juga memberikan harapan bagi orang-orang beriman bahwa kebaikan mereka tidak akan sia-sia, dan kezaliman yang mungkin mereka alami di dunia ini akan dibalas dengan adil di akhirat.
Siapakah Ya'juj dan Ma'juj?
Ya'juj dan Ma'juj (Gog dan Magog dalam tradisi Yahudi-Kristen) adalah dua bangsa atau kaum yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadis sebagai pembuat kerusakan besar di muka bumi. Mereka diidentifikasi sebagai tanda besar Hari Kiamat. Ada beberapa pandangan mengenai identitas mereka:
- Kaum Masa Lalu: Beberapa ulama berpendapat bahwa mereka adalah kaum yang ada di masa lalu, mungkin bangsa Mongol atau Viking, yang dikenal karena invasi dan kerusakan mereka. Namun, pandangan ini kurang sesuai dengan teks Al-Qur'an yang menyebutkan mereka akan keluar di akhir zaman.
- Kaum yang Terkunci: Pandangan mayoritas ulama adalah bahwa Ya'juj dan Ma'juj adalah kaum yang saat ini masih terkunci di balik tembok Dzulqarnain. Mereka akan keluar mendekati Hari Kiamat.
- Simbolisme Kekuatan Perusak: Beberapa penafsiran modern mencoba melihat Ya'juj dan Ma'juj sebagai simbolisme untuk kekuatan-kekuatan perusak universal, seperti ideologi yang destruktif, perang, atau fenomena global yang mengancam perdamaian dan stabilitas. Namun, ini cenderung bertentangan dengan deskripsi Al-Qur'an dan Hadis yang lebih literal.
Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW memberikan rincian lebih lanjut tentang Ya'juj dan Ma'juj. Mereka akan keluar setelah Nabi Isa AS turun ke bumi dan mengalahkan Dajjal. Mereka akan sangat banyak jumlahnya, menyebabkan kerusakan yang tak terbayangkan, dan meminum air danau hingga kering. Kemudian, Allah SWT akan memusnahkan mereka dengan mengirimkan ulat di leher mereka.
Yang jelas, dari ayat-ayat Al-Kahfi, kita memahami bahwa mereka adalah ancaman nyata, dan Allah SWT dengan kekuasaan-Nya telah menunda kemunculan mereka hingga waktu yang ditentukan sebagai bagian dari tanda-tanda Kiamat. Hal ini mengajarkan kita tentang misteri takdir Allah dan bahwa sebagian pengetahuan tentang akhir zaman hanya diketahui oleh-Nya.
Relevansi Kisah Dzulqarnain dan Ya'juj Ma'juj di Masa Kini
1. Tantangan Modern dan Kebutuhan Kepemimpinan Saleh
Dunia modern menghadapi berbagai tantangan kompleks, mulai dari perubahan iklim, konflik global, kesenjangan ekonomi, hingga pandemi. Dalam menghadapi ini, prinsip-prinsip kepemimpinan Dzulqarnain — keadilan, ketulusan, keberanian, dan bersandar kepada Allah — menjadi sangat relevan. Pemimpin yang termotivasi oleh kekuasaan dan kekayaan pribadi akan memperparah masalah, sedangkan pemimpin yang saleh dan berintegritas akan membawa solusi dan kemaslahatan.
2. Pentingnya Membangun "Tembok" dalam Diri
Secara metaforis, kita semua menghadapi "Ya'juj dan Ma'juj" dalam bentuk godaan, hawa nafsu, pengaruh buruk, atau ideologi destruktif yang berusaha merusak iman dan moral kita. Kisah tembok Dzulqarnain mengajarkan kita untuk membangun "tembok" yang kokoh dalam diri kita — tembok keimanan, ketakwaan, ilmu, dan akhlak mulia — untuk melindungi diri dari kerusakan spiritual dan moral.
3. Realitas Ujian dan Kematian
Kisah ini, dengan puncaknya pada Hari Kiamat dan Jahanam, adalah pengingat konstan akan realitas ujian hidup dan kematian. Setiap individu akan kembali kepada Allah dan dimintai pertanggungjawaban. Ini seharusnya memotivasi kita untuk hidup dengan tujuan, menjaga amanah, dan selalu berorientasi pada akhirat. Kisah ini mengajarkan bahwa meskipun kita bekerja keras dan membangun hal-hal yang besar di dunia, semua itu akan lenyap, kecuali amal saleh yang kita persembahkan.
4. Kekuatan Doa dan Tawakal
Dzulqarnain senantiasa menyebut nama Allah dalam setiap langkahnya, mengakui bahwa kekuatannya berasal dari-Nya. Ini menekankan pentingnya doa, zikir, dan tawakal dalam setiap aspek kehidupan. Ketika kita menghadapi masalah besar, kita harus berusaha sekuat tenaga (seperti Dzulqarnain membangun tembok) tetapi juga menyerahkan hasilnya kepada Allah, karena Dialah yang memiliki kekuasaan mutlak atas segala sesuatu.
Penutup
Surat Al-Kahfi ayat 91-100 adalah permata Al-Qur'an yang kaya akan pelajaran. Kisah Dzulqarnain dan pembangunan tembok penangkal Ya'juj dan Ma'juj bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan sebuah narasi yang penuh dengan arahan ilahi bagi umat manusia di setiap zaman. Ini adalah kisah tentang kepemimpinan yang adil, pemanfaatan ilmu dan teknologi untuk kebaikan, pentingnya kolaborasi, dan kerendahan hati dalam mengakui kekuasaan Allah.
Lebih dari itu, ayat-ayat ini juga merupakan pengingat tegas tentang realitas Hari Kiamat, kebangkitan, dan balasan yang adil dari Allah. Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj hanyalah salah satu dari sekian banyak tanda bahwa waktu yang dijanjikan Allah pasti akan tiba. Oleh karena itu, mari kita jadikan pelajaran dari ayat-ayat ini sebagai panduan untuk menguatkan iman, memperbaiki akhlak, dan senantiasa mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi di akhirat.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an dalam setiap langkah kehidupan kita.