Surat Al-Qadr adalah salah satu mutiara Al-Qur'an yang menjelaskan tentang keistimewaan sebuah malam yang sangat mulia, yaitu Lailatul Qadar. Surat yang terdiri dari lima ayat ini, meskipun pendek, memuat makna yang begitu dalam dan agung, menggambarkan kemurahan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Ayat ketiga dari surat ini secara khusus menjadi fokus pembahasan kita, karena di dalamnya terkandung pernyataan yang luar biasa: "Lailatul Qadri khairun min alfi syahrin" – Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pernyataan ini bukan sekadar perbandingan matematis biasa, melainkan sebuah proklamasi ilahi tentang nilai spiritual yang tak terhingga, sebuah anugerah agung yang patut direnungkan dan dicari oleh setiap Muslim.
Surat Al-Qadr (Malam Kemuliaan) adalah surat ke-97 dalam mushaf Al-Qur'an, terdiri dari 5 ayat. Para ulama tafsir umumnya sepakat bahwa surat ini tergolong Makkiyah, artinya diturunkan di Mekah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Meskipun demikian, sebagian kecil berpendapat Madaniyah karena kontennya yang sangat relevan dengan amalan di bulan Ramadhan yang lebih banyak ditekuni di Madinah. Namun, pandangan mayoritas lebih kuat pada klasifikasi Makkiyah.
Surat ini dinamakan "Al-Qadr" karena secara eksplisit menyebutkan "Lailatul Qadar" (Malam Kemuliaan) dan menjelaskan keagungan malam tersebut. Surat ini datang untuk menjelaskan sebuah peristiwa paling monumental dalam sejarah Islam dan kemanusiaan: permulaan turunnya Al-Qur'an. Ini adalah surat yang menginspirasi, memotivasi, dan memberikan harapan besar bagi setiap Muslim yang mendambakan kedekatan dengan Allah SWT dan pahala yang berlimpah.
Ada beberapa riwayat mengenai asbabun nuzul surat ini, yang semuanya menekankan tentang keutamaan ibadah di malam Lailatul Qadar. Salah satu riwayat yang paling populer adalah dari Imam Malik, yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW diperlihatkan umur-umur umat terdahulu yang panjang-panjang, sehingga beliau merasa khawatir umatnya tidak akan mampu menyamai amal ibadah mereka karena umur umatnya yang relatif pendek. Sebagai penghiburan dan anugerah bagi umat Nabi Muhammad SAW, Allah kemudian menurunkan Surat Al-Qadr, yang di dalamnya disebutkan bahwa ada satu malam yang nilai ibadahnya melebihi ibadah seribu bulan. Riwayat lain menyebutkan bahwa dahulu ada seorang pejuang Bani Israil yang berjuang di jalan Allah selama seribu bulan tanpa henti. Kaum Muslimin kala itu mengagumi kisah tersebut, dan kemudian Allah memberikan Lailatul Qadar sebagai anugerah agar mereka bisa melampaui kebaikan tersebut.
Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa surat ini diturunkan sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Dengan umur yang relatif pendek, umat ini diberikan kesempatan emas untuk meraih pahala yang setara, bahkan lebih baik, dari ibadah yang dilakukan selama ribuan bulan, hanya dalam satu malam saja.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
١. اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
٢. وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ
٣. لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ
٤. تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ
٥. سَلٰمٌ۠ هِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Lailatulqadar.
2. Tahukah kamu apakah Lailatulqadar itu?
3. Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan.
4. Pada malam itu turunlah para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.
5. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.
Dari kelima ayat ini, ayat ketiga adalah puncaknya yang menjelaskan keistimewaan luar biasa Lailatul Qadar. Ayat ini adalah jantung dari surat Al-Qadr yang menggetarkan hati dan memotivasi jiwa untuk meraih anugerah ilahi ini.
Mari kita bedah secara mendalam setiap frasa dalam ayat ketiga ini untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ
Lailatul Qadri khairun min alfi syahrin.
Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.
Frasa "Lailatul Qadr" itu sendiri adalah gabungan dari dua kata: "Lailah" (malam) dan "Al-Qadr". Kata "Al-Qadr" memiliki beberapa penafsiran makna yang saling melengkapi, semuanya menunjukkan keagungan malam tersebut.
Ini adalah makna yang paling populer dan banyak dipegang oleh para mufassirin. "Al-Qadr" di sini berarti kemuliaan, kehormatan, dan keagungan. Malam ini disebut Lailatul Qadar karena ia adalah malam yang sangat mulia dan agung di sisi Allah SWT. Ibadah yang dilakukan di malam ini menjadi sangat mulia, pahalanya berlipat ganda, dan derajatnya ditinggikan. Ibn Abbas RA, Mujahid, Qatadah, dan banyak mufassir lainnya cenderung pada makna ini. Malam ini mulia karena terpilih sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an, dan mulia karena Allah menetapkan takdir-takdir penting di dalamnya.
Kemuliaan ini juga terpancar dari hadis-hadis Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan beribadah di malam ini, di mana dosa-dosa yang lalu diampuni bagi siapa saja yang menghidupkannya dengan keimanan dan harapan pahala dari Allah. Ini adalah kemuliaan spiritual yang tak terbandingkan.
Makna "Al-Qadr" yang kedua adalah penetapan, penentuan, atau takdir. Dalam konteks ini, Lailatul Qadar berarti "Malam Penetapan Takdir". Pada malam inilah Allah SWT menetapkan dan menjelaskan takdir segala urusan untuk satu tahun ke depan, meliputi rezeki, ajal, kelahiran, kematian, hujan, dan segala peristiwa lainnya yang akan terjadi hingga Lailatul Qadar berikutnya. Meskipun takdir secara umum telah ditetapkan sejak azali di Lauhul Mahfuzh, pada malam ini detail-detail takdir tersebut diturunkan kepada para malaikat untuk dilaksanakan.
Allah berfirman dalam Surat Ad-Dukhan ayat 4: "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (QS. Ad-Dukhan: 4). Ayat ini menguatkan makna Al-Qadr sebagai malam penetapan takdir. Imam Al-Qurthubi dan Al-Thabari adalah di antara mufassirin yang banyak menekankan makna ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya malam ini bagi kehidupan setiap makhluk, karena di dalamnya segala ketentuan ilahi untuk setahun ke depan "diperbaharui" atau "diturunkan" kepada malaikat pelaksana.
Makna ketiga dari "Al-Qadr" adalah kesempitan atau kepadatan. Malam ini disebut Lailatul Qadar karena bumi menjadi sempit atau padat oleh banyaknya malaikat yang turun ke bumi. Malaikat-malaikat ini turun membawa rahmat, berkah, dan kedamaian. Jumlah malaikat yang turun sangat banyak, jauh melebihi jumlah bebatuan di bumi, sehingga memenuhi seluruh ruang dan memenuhi bumi dengan keberkahan. Tafsir ini disebutkan oleh sebagian ulama seperti Al-Farra' dan Az-Zajjaj. Ini adalah gambaran visual dan spiritual yang menunjukkan betapa istimewanya malam tersebut di hadapan Allah SWT, sehingga Dia mengutus begitu banyak makhluk termulia-Nya untuk meramaikan malam itu di bumi.
Kepadatan malaikat ini juga mengindikasikan bahwa setiap jengkal bumi dipenuhi dengan energi spiritual dan nur ilahi, menjadikannya malam yang sangat kondusif untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Ketiga makna ini, yakni kemuliaan, penetapan takdir, dan kepadatan malaikat, saling melengkapi dan tidak bertentangan. Malam ini adalah malam yang mulia, di mana takdir-takdir agung ditetapkan, dan dihadiri oleh jutaan malaikat, menjadikannya malam yang benar-benar unik dan tak tertandingi.
Inilah inti dari keistimewaan Lailatul Qadar yang disebutkan dalam ayat 3. "Khairun min alfi syahrin" berarti "lebih baik dari seribu bulan". Frasa ini memerlukan penjelasan mendalam karena bukan hanya sekadar perbandingan kuantitatif, melainkan kualitatif.
Secara harfiah, seribu bulan adalah sekitar 83 tahun 4 bulan. Ini adalah periode waktu yang sangat panjang, bahkan melebihi rata-rata umur manusia modern. Dalam konteks masa Rasulullah SAW, umur umatnya lebih pendek dibandingkan umat-umat terdahulu yang bisa hidup ratusan tahun. Dengan anugerah Lailatul Qadar, umat Nabi Muhammad SAW diberikan kesempatan untuk melampaui kebaikan umat-umat sebelumnya meskipun dengan umur yang lebih pendek. Satu malam saja dapat mengungguli ibadah seumur hidup, bahkan lebih.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa amal ibadah, dzikir, doa, dan segala bentuk ketaatan yang dilakukan di malam Lailatul Qadar tidak hanya dilipatgandakan pahalanya, tetapi nilainya melampaui ibadah yang dilakukan secara terus-menerus selama delapan puluh tiga tahun lebih.
Pernyataan "lebih baik" tidak hanya merujuk pada kuantitas pahala, tetapi juga pada kualitas dan keberkahan yang terkandung di dalamnya. Kebaikan yang dimaksud di sini bersifat holistik, meliputi:
Sebagian mufassir juga menafsirkan angka "seribu" sebagai simbol dari jumlah yang sangat banyak, bukan berarti batasan pasti 83 tahun 4 bulan. Dalam bahasa Arab, angka besar sering digunakan untuk menunjukkan kuantitas yang luar biasa atau tak terhingga, seperti dalam ungkapan "alfu alfi marrah" (seribu ribu kali) yang berarti sangat banyak. Maka, "lebih baik dari seribu bulan" bisa diartikan sebagai lebih baik dari waktu yang sangat, sangat panjang, atau bahkan lebih baik dari seumur hidup manusia, menunjukkan nilai yang tak terhingga.
Imam Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa 'lebih baik dari seribu bulan' menunjukkan bahwa amal ibadah pada malam Lailatul Qadar itu memiliki keberkahan yang tak terhingga, bukan hanya sekadar penggandaan secara aritmatika, melainkan penggandaan secara kualitas dan spiritualitas yang luar biasa.
Berbagai ulama tafsir telah memberikan penjelasan yang kaya mengenai makna ayat ketiga Surat Al-Qadr, memperdalam pemahaman kita tentang malam yang agung ini.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah SWT memuliakan Lailatul Qadar dengan pernyataan bahwa ia "lebih baik dari seribu bulan". Beliau mengaitkan riwayat asbabun nuzul tentang umur umat terdahulu yang panjang, seperti seorang pejuang Bani Israil yang berjuang selama seribu bulan. Dengan Lailatul Qadar, Allah memberikan kesempatan kepada umat Nabi Muhammad untuk meraih pahala yang setara atau bahkan lebih, dalam satu malam saja. Ini menunjukkan kemurahan dan rahmat Allah kepada umat ini. Ibnu Katsir juga menekankan bahwa amal shalih yang dilakukan di malam itu lebih utama daripada amal shalih yang dilakukan selama seribu bulan di waktu yang lain.
Al-Qurthubi dalam "Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an" menjelaskan makna "Al-Qadr" sebagai kemuliaan (syaraf) dan penetapan takdir (taqdir). Beliau menyebutkan bahwa pada malam itu Allah menetapkan segala urusan untuk setahun ke depan. Mengenai "lebih baik dari seribu bulan", Al-Qurthubi mengutip berbagai pendapat, termasuk yang menyatakan bahwa pahala beribadah di malam itu adalah lebih dari pahala beribadah selama seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya. Beliau juga mencatat bahwa ada yang berpendapat itu merujuk pada masa pemerintahan seorang raja yang kafir selama seribu bulan, dan Lailatul Qadar lebih baik dari itu. Intinya, Al-Qurthubi menekankan keutamaan luar biasa malam ini dalam hal pahala dan penetapan takdir ilahi.
Imam At-Thabari, dalam tafsir "Jami' Al-Bayan an Ta'wil Ayi Al-Qur'an", menafsirkan "Al-Qadr" sebagai malam di mana Allah memutuskan (yuqaddir) semua urusan. Beliau menjelaskan bahwa pada malam itu Allah menetapkan dan menjelaskan kepada para malaikat-Nya apa yang akan terjadi di bumi dalam satu tahun, seperti rezeki, ajal, dan peristiwa lainnya. Terkait "lebih baik dari seribu bulan", At-Thabari juga merujuk pada riwayat tentang pejuang Bani Israil. Beliau menyimpulkan bahwa beribadah di Lailatul Qadar dengan tulus dan ikhlas adalah lebih baik dan lebih banyak pahalanya daripada beribadah terus-menerus selama delapan puluh tiga tahun lebih.
Imam Ar-Razi, dalam "Mafatih Al-Ghaib", memberikan penjelasan yang sangat komprehensif. Beliau membahas berbagai makna "Al-Qadr" (kemuliaan, penetapan, kesempitan malaikat) dengan argumen-argumen linguistik dan syar'i. Mengenai "lebih baik dari seribu bulan", Ar-Razi menyoroti bahwa ini menunjukkan kemurahan Allah kepada umat Nabi Muhammad yang umurnya pendek. Beliau juga memberikan perspektif filosofis bahwa nilai sebuah amal tidak semata ditentukan oleh durasi, tetapi oleh esensi dan keberkahan ilahi yang menyertainya. Keberkahan Lailatul Qadar membuat amal sekecil apa pun di dalamnya memiliki bobot yang sangat besar di sisi Allah.
Dalam "Fi Zhilalil Quran", Sayyid Qutb menafsirkan surat Al-Qadr dengan gaya sastra dan spiritual yang mendalam. Ia melihat malam ini sebagai titik balik sejarah, di mana cahaya Al-Qur'an mulai memancar. "Lailatul Qadr lebih baik dari seribu bulan" baginya bukan hanya perbandingan pahala, tetapi juga perbandingan nilai dan dampak spiritual. Seribu bulan merepresentasikan waktu duniawi yang panjang, sedangkan Lailatul Qadar merepresentasikan nilai abadi dan ilahi yang jauh melampaui perhitungan manusia. Ini adalah malam di mana jiwa dapat terhubung langsung dengan sumber kebaikan dan keberkahan, menerima anugerah yang tidak bisa dicapai dalam waktu normal.
Buya Hamka, dalam "Tafsir Al-Azhar", menjelaskan Lailatul Qadar sebagai "Malam Kekuasaan", "Malam Kemuliaan", dan "Malam Penetapan". Beliau mengaitkan makna "Qadar" dengan qada' dan qadar, di mana segala sesuatu telah ditentukan Allah, dan pada malam ini takdir tersebut diperinci. Ungkapan "lebih baik dari seribu bulan" dijelaskan oleh Hamka sebagai motivasi bagi umat Islam yang memiliki umur pendek. Ia menekankan bahwa ini adalah kesempatan emas untuk meraih pahala berlimpah yang tidak dapat diraih dengan ibadah biasa sepanjang hidup. Hamka juga menekankan pentingnya menghidupkan malam ini dengan ibadah dan munajat.
Dari berbagai penafsiran ini, terlihat jelas bahwa para ulama sepakat tentang keistimewaan luar biasa Lailatul Qadar dan bahwa makna "lebih baik dari seribu bulan" melampaui perhitungan angka, merujuk pada kualitas spiritual, pahala, dan keberkahan yang tak terhingga.
Ayat 3 dari Surat Al-Qadr adalah kunci untuk memahami keutamaan Lailatul Qadar. Bersama dengan ayat-ayat lainnya dalam surat ini serta hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, kita dapat merangkum keutamaan malam tersebut:
Seperti yang ditegaskan dalam ayat 3, ibadah pada Lailatul Qadar jauh lebih baik dari ibadah selama seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Ini berarti setiap amal kebaikan, baik itu shalat, tilawah Al-Qur'an, dzikir, sedekah, istighfar, maupun doa, akan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda secara eksponensial. Ini adalah kesempatan langka bagi seorang Muslim untuk mengumpulkan bekal akhirat yang sangat besar dalam waktu yang singkat. Bukan hanya amal wajib, melainkan amal sunnah pun akan bernilai tinggi. Betapa Allah Maha Pemurah, memberi kesempatan kepada hamba-Nya yang berumur pendek untuk meraih kebaikan seakan-akan mereka beramal selama berabad-abad.
Ayat pertama Surat Al-Qadr menyatakan, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Lailatul Qadar." Ini adalah keutamaan fundamental dari malam ini. Al-Qur'an, kalamullah yang menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia, mulai diturunkan pada malam ini dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah (langit dunia), kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW selama 23 tahun. Dengan demikian, Lailatul Qadar adalah malam kelahiran hidayah ilahi bagi umat manusia, menjadikannya malam yang penuh berkah dan cahaya.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Ad-Dukhan ayat 4, "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." Ini menguatkan makna "Al-Qadr" sebagai malam penetapan takdir. Pada malam ini, Allah memutuskan takdir dan ketentuan bagi setiap makhluk untuk satu tahun ke depan, yang kemudian disampaikan kepada para malaikat. Keberkahan ini mencakup penetapan rezeki, ajal, kesehatan, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Oleh karena itu, beribadah dan berdoa di malam ini menjadi sangat relevan, karena kita memohon kepada Allah agar menetapkan takdir terbaik bagi kita di tahun mendatang.
Ayat keempat menjelaskan, "Pada malam itu turunlah para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan." Turunnya para malaikat dalam jumlah yang sangat banyak, termasuk malaikat Jibril yang merupakan pemimpin para malaikat, adalah indikasi kemuliaan luar biasa malam ini. Mereka turun membawa rahmat dan keberkahan dari Allah SWT. Kehadiran mereka menjadikan malam itu penuh dengan cahaya spiritual dan energi positif. Malaikat mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang beribadah, dan kehadiran mereka menjadi saksi bagi ketaatan hamba-hamba Allah di bumi.
Ayat terakhir surat Al-Qadr berbunyi, "Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Kata "Salamun" (sejahtera, damai) menunjukkan bahwa malam itu adalah malam yang penuh kedamaian dan keamanan. Tidak ada keburukan yang terjadi, tidak ada tipu daya setan, dan segala yang terjadi membawa kebaikan. Kedamaian ini meresap ke dalam hati orang-orang yang beribadah, memberikan ketenangan jiwa dan ketenteraman batin. Malam ini adalah oase spiritual yang menenangkan, menghilangkan kegelisahan dan memberikan harapan akan ampunan dan rahmat Allah.
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang salat malam pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa salah satu keutamaan terbesar Lailatul Qadar adalah pengampunan dosa. Ini adalah kesempatan bagi setiap Muslim untuk membersihkan diri dari segala kesalahan dan memulai lembaran baru yang suci di hadapan Allah SWT. Pengampunan dosa ini adalah kunci menuju kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
Dari pemahaman mendalam tentang ayat ketiga Surat Al-Qadr, kita dapat menarik berbagai hikmah dan pelajaran berharga dalam kehidupan seorang Muslim:
Ayat "lebih baik dari seribu bulan" mengajarkan kita tentang nilai sebuah momen. Islam mengajarkan bahwa waktu adalah pedang, jika tidak dimanfaatkan akan memakan kita. Lailatul Qadar adalah puncak dari ajaran ini. Satu malam dapat mengubah takdir spiritual seseorang, memberikan pahala setara dengan seumur hidup ibadah. Ini memotivasi kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu, terutama di momen-momen istimewa yang Allah berikan.
Meskipun waktu pasti Lailatul Qadar dirahasiakan Allah, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk mencarinya di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, terutama di malam-malam ganjil. Hikmah di balik kerahasiaan ini adalah agar umat Islam bersungguh-sungguh beribadah dan menghidupkan setiap malam di sepuluh hari terakhir, bukan hanya fokus pada satu malam saja. Ini melatih konsistensi, kesabaran, dan keikhlasan dalam beribadah.
Anugerah Lailatul Qadar adalah bukti nyata betapa Maha Pemurahnya Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Meskipun umat Nabi Muhammad SAW memiliki umur yang relatif pendek dibandingkan umat-umat terdahulu, Allah memberikan kesempatan yang luar biasa untuk melampaui kebaikan mereka. Ini seharusnya menumbuhkan rasa syukur yang mendalam dan keyakinan akan luasnya rahmat Allah.
Memahami bahwa ada satu malam yang begitu istimewa, di mana takdir-takdir ditetapkan dan malaikat-malaikat turun, akan memperkuat keimanan seorang Muslim kepada Allah SWT, kepada takdir-Nya, dan kepada keberadaan malaikat. Ini mempertebal keyakinan bahwa ada kekuatan yang Maha Kuasa di balik segala sesuatu, yang mengatur alam semesta dengan hikmah dan keadilan.
Lailatul Qadar adalah malam yang sangat potensial untuk transformasi spiritual. Dengan ibadah yang tulus, munajat yang khusyuk, dan permohonan ampunan, seseorang bisa mengalami pembersihan dosa, peningkatan derajat spiritual, dan pembaharuan komitmen terhadap agama. Ini adalah kesempatan untuk muhasabah (introspeksi diri), merenungkan perjalanan hidup, dan membuat perubahan positif ke arah yang lebih baik.
Mengingat Lailatul Qadar adalah malam penetapan takdir dan pengampunan dosa, memperbanyak doa dan istighfar menjadi sangat krusial. Doa di malam ini memiliki kemungkinan besar untuk dikabulkan. Doa yang diajarkan Nabi SAW untuk Lailatul Qadar adalah: "Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni" (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku).
Mengingat keutamaan yang begitu besar dari Lailatul Qadar, setiap Muslim dianjurkan untuk menghidupkan malam ini dengan sebaik-baiknya. Berikut adalah beberapa amalan dan adab yang bisa dilakukan:
Salah satu sunah yang paling ditekankan oleh Rasulullah SAW adalah I'tikaf, yaitu berdiam diri di masjid dengan niat beribadah kepada Allah, terutama di sepuluh malam terakhir Ramadhan. I'tikaf memungkinkan seseorang untuk sepenuhnya fokus pada ibadah, menjauhkan diri dari kesibukan duniawi, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Menghidupkan malam dengan shalat, baik itu shalat Tarawih, Tahajud, atau shalat sunah lainnya, adalah inti dari ibadah di Lailatul Qadar. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang salat malam pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim). Perbanyak rakaat shalat dan perpanjang sujud, karena saat sujud adalah saat terdekat seorang hamba dengan Tuhannya.
Al-Qur'an diturunkan pada Lailatul Qadar, maka malam itu adalah waktu terbaik untuk berinteraksi dengan kitab suci ini. Perbanyak membaca Al-Qur'an, merenungkan maknanya, dan berusaha memahami pesan-pesan Allah. Setiap huruf yang dibaca akan dilipatgandakan pahalanya.
Perbanyak dzikir kepada Allah, seperti membaca tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), tahlil (La ilaha illallah), dan takbir (Allahu Akbar). Dzikir dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, menjaga hati tetap terhubung dengan Allah. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW juga sangat dianjurkan.
Lailatul Qadar adalah malam di mana doa sangat mustajab. Panjatkan segala permohonan kepada Allah, baik untuk kebaikan dunia maupun akhirat. Jangan ragu meminta apa pun, karena Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Doa khusus Lailatul Qadar yang diajarkan Nabi SAW adalah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni.
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku.
Doa ini sangat penting karena mencerminkan permohonan ampunan, yang merupakan inti dari keutamaan Lailatul Qadar.
Perbanyak istighfar, memohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Malam Lailatul Qadar adalah kesempatan emas untuk membersihkan diri dan bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah.
Bersedekah di malam Lailatul Qadar juga akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Memberi makan orang yang berpuasa, membantu fakir miskin, atau menyumbang untuk kepentingan agama adalah amal kebaikan yang sangat dianjurkan.
Gunakan malam ini untuk merenungkan kembali perjalanan hidup, mengevaluasi amal perbuatan, dan membuat rencana untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan. Muhasabah membantu kita mengidentifikasi kelemahan dan menguatkan tekad untuk bertaubat dan berbenah diri.
Di malam yang mulia ini, sangat penting untuk menjaga lisan dari perkataan yang tidak bermanfaat atau buruk, serta menjaga perilaku dari perbuatan maksiat. Fokuslah pada ibadah dan menjauhkan diri dari segala hal yang dapat mengurangi keberkahan malam tersebut.
Segala amalan di Lailatul Qadar harus dilandasi dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin dilihat atau dipuji orang lain. Keikhlasan adalah kunci utama diterimanya amal ibadah.
Ayat ketiga Surat Al-Qadr, "Lailatul Qadri khairun min alfi syahrin" (Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan), adalah salah satu ayat yang paling powerful dan inspiratif dalam Al-Qur'an. Ayat ini bukan hanya sebuah perbandingan angka, melainkan sebuah deklarasi ilahi tentang nilai spiritual yang tak terhingga dari Lailatul Qadar.
Malam ini adalah anugerah teragung bagi umat Nabi Muhammad SAW, kesempatan emas untuk membersihkan diri dari dosa, meningkatkan derajat di sisi Allah, dan meraih pahala yang melebihi ibadah seumur hidup. Ia adalah malam diturunkannya Al-Qur'an, malam penetapan takdir, malam kedamaian, dan malam di mana para malaikat serta Ruh (Jibril) turun ke bumi membawa rahmat dan keberkahan.
Oleh karena itu, setiap Muslim wajib hukumnya untuk bersungguh-sungguh mencari dan menghidupkan Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, terutama di malam-malam ganjil. Dengan ibadah yang tulus, doa yang khusyuk, dan hati yang penuh harap, semoga kita semua termasuk hamba-hamba Allah yang beruntung mendapatkan keberkahan dan keutamaan Malam Kemuliaan ini, dan diampuni segala dosa-dosa kita.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang bersyukur dan taat, serta menganugerahi kita taufik untuk meraih Lailatul Qadar setiap tahunnya. Aamiin.