Ilustrasi proses pengendapan mineral kimiawi dan material organik.
Batuan sedimen merupakan salah satu dari tiga kelompok utama batuan (bersama batuan beku dan metamorf) yang terbentuk di permukaan bumi akibat proses pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi, dan litifikasi. Secara umum, batuan sedimen dibagi menjadi tiga kategori utama: klastik, kimiawi, dan organik. Artikel ini akan memfokuskan pembahasan pada dua kategori terakhir, yaitu batuan sedimen kimiawi dan organik, yang proses pembentukannya sangat bergantung pada reaksi kimia dan aktivitas biologi.
Meskipun batuan sedimen klastik (berasal dari pecahan batuan lain) mendominasi volume batuan sedimen di kerak bumi, batuan kimiawi dan organik memainkan peran krusial dalam catatan geologi karena sering kali mengandung jejak lingkungan purba, termasuk kondisi air laut, iklim, dan aktivitas kehidupan masa lalu.
Batuan sedimen kimiawi terbentuk ketika mineral terlarut dalam air (baik air laut, danau, maupun air tanah) mengalami supersaturasi dan kemudian mengendap (presipitasi) secara langsung dari larutan. Proses ini umumnya terjadi tanpa atau dengan sedikit kontribusi dari organisme hidup. Faktor utama yang mempengaruhi pengendapan kimiawi adalah perubahan kondisi fisikokimia larutan, seperti perubahan suhu, evaporasi (penguapan air), atau perubahan tekanan parsial gas.
Dua mekanisme utama dalam pembentukan batuan kimiawi adalah:
Jenis batuan yang paling sering diklasifikasikan sebagai kimiawi meliputi:
Batuan sedimen organik, sering kali tumpang tindih dengan kategori kimiawi (misalnya batugamping biokimia), terbentuk dari akumulasi sisa-sisa organisme mati (baik tumbuhan maupun hewan) yang terpreservasi di lingkungan pengendapan. Material organik ini kemudian mengalami pemadatan dan sementasi (litifikasi) untuk membentuk batuan. Kehadiran materi organik memberikan petunjuk vital mengenai sejarah ekologi suatu area.
Proses utama dalam pembentukan batuan organik melibatkan pengumpulan sisa-sisa organisme, yang sering terjadi di lingkungan rendah oksigen (anoksik) seperti dasar laut atau rawa-rawa, di mana dekomposisi berjalan lambat. Di lingkungan ini, materi organik dapat terawetkan dengan baik.
Klasifikasi batuan organik umumnya didasarkan pada jenis materi biologis yang mendominasi:
Membedakan antara batuan sedimen kimiawi murni dan organik terkadang sulit karena sering terjadi proses biokimia. Misalnya, batugamping adalah contoh sempurna dari tumpang tindih ini. Sebagian besar batugamping di dunia dihasilkan oleh organisme (organik/biokimia), namun dalam kondisi tertentu, kalsium karbonat dapat mengendap murni tanpa bantuan biologis (kimiawi), seperti pembentukan oolit.
Secara umum, jika material penyusun utama berasal dari residu terlarut yang mengendap karena perubahan kimia lingkungan, ia diklasifikasikan sebagai kimiawi. Jika material penyusun utama adalah sisa-sisa terfosilkan dari makhluk hidup, ia diklasifikasikan sebagai organik. Studi mendalam terhadap tekstur dan komposisi mineral sangat diperlukan untuk klasifikasi yang akurat di lapangan maupun laboratorium.