Batu apung, atau pumice, adalah batuan vulkanik yang terbentuk ketika lava yang kaya akan gas mendingin dengan sangat cepat. Karakteristik utamanya adalah kepadatan rendah dan porositas yang luar biasa tinggi. Struktur internal batu apung dipenuhi oleh ribuan pori-pori mikroskopis dan makroskopis, menjadikannya kandidat ideal untuk aplikasi filtrasi, terutama dalam sistem biologis. Dalam konteks pengolahan air, baik itu akuarium, kolam, maupun instalasi pengolahan limbah skala kecil, filter biologis memegang peran krusial dalam menjaga kualitas air.
Berbeda dengan filter mekanis yang hanya menangkap partikel padat, filter biologis bertujuan menghilangkan polutan terlarut melalui proses alami yang dimediasi oleh mikroorganisme. Di sinilah keunggulan filter biologis batu apung bersinar. Permukaan batu apung yang luas dan bertekstur menyediakan substrat sempurna bagi kolonisasi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi.
Proses utama yang terjadi pada filter biologis yang menggunakan batu apung adalah siklus nitrogen. Bakteri aerobik yang hidup di permukaan batu apung akan mengonsumsi amonia ($\text{NH}_3$) yang beracun, hasil dari pembusukan materi organik atau ekskresi ikan. Proses ini dibagi menjadi dua tahap utama:
Porositas tinggi batu apung memungkinkan koloni bakteri tumbuh jauh lebih padat dibandingkan media filter lain dengan luas permukaan spesifik yang setara. Selain itu, batu apung menawarkan zona aerasi (permukaan luar yang terpapar oksigen) dan zona anaerobik (bagian dalam pori yang kekurangan oksigen), yang mendukung kedua fase siklus nitrogen (nitrifikasi dan denitrifikasi).
Di pasaran tersedia berbagai media filter biologis, seperti keramik berpori atau plastik bio-ball. Namun, batu apung menawarkan beberapa keunggulan kompetitif, terutama untuk sistem yang membutuhkan stabilitas jangka panjang dan kemampuan menahan beban biologis tinggi.
Penerapan filter biologis batu apung sangat fleksibel. Dalam akuarium hobi, seringkali ditempatkan di sump atau chamber filter belakang. Ukuran yang bervariasi memungkinkan penyesuaian dengan aliran air yang diinginkan; pecahan batu apung yang lebih kecil ideal untuk memaksimalkan area kontak pada filter aliran rendah, sementara potongan yang lebih besar cocok untuk reaktor bio yang mengandalkan pergerakan air kuat.
Pada skala yang lebih besar, seperti kolam koi atau instalasi biofilter untuk pengolahan air limbah domestik, batu apung dapat digunakan sebagai lapisan filtrasi padat atau bahkan dalam sistem fluidized bed reactor (FBR) di mana partikel kecil batu apung disuspensikan oleh aliran air. Kemampuannya menopang biofilm yang tebal memastikan bahwa proses penguraian polutan berjalan efisien meskipun volume air yang diolah sangat besar.
Untuk memaksimalkan efektivitas batu apung sebagai filter biologis, beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama, batu apung harus dicuci bersih sebelum digunakan untuk menghilangkan debu atau partikel halus yang dapat menyumbat pori-pori. Kedua, pastikan penempatan media berada di area yang memiliki aliran air yang baik, namun tidak terlalu deras sehingga mengganggu pertumbuhan biofilm. Waktu yang dibutuhkan untuk "matang" atau mencapai kapasitas biologis penuh (siklus awal) bisa memakan waktu beberapa minggu, selama periode ini, parameter air harus dipantau secara ketat.
Secara keseluruhan, batu apung tetap menjadi standar emas dalam media filter biologis karena kombinasi unik antara porositas, stabilitas, dan efektivitas biaya dalam mendukung ekosistem mikroba pengolah air yang sehat dan seimbang.