Dalam dunia keuangan, memilih produk pembiayaan yang tepat adalah langkah krusial bagi individu maupun bisnis. Dua pendekatan utama yang sering dijumpai adalah pembiayaan syariah dan pembiayaan konvensional. Meskipun keduanya bertujuan untuk menyediakan dana bagi nasabah, namun terdapat perbedaan mendasar yang berakar pada prinsip-prinsip operasional dan filosofi yang dianut. Memahami perbedaan ini penting agar keputusan yang diambil selaras dengan nilai-nilai dan tujuan finansial Anda.
Perbedaan paling mendasar terletak pada fondasi operasionalnya. Pembiayaan konvensional beroperasi berdasarkan sistem bunga (riba). Bunga adalah penetapan biaya tambahan atas sejumlah uang yang dipinjamkan, yang dihitung sebagai persentase dari pokok pinjaman. Sistem ini bersifat tetap, artinya jumlah bunga yang harus dibayar telah ditentukan di awal, terlepas dari performa bisnis atau kemampuan bayar nasabah pada saat tertentu.
Sebaliknya, pembiayaan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang mengharamkan riba. Alih-alih bunga, pembiayaan syariah menggunakan konsep bagi hasil (profit and loss sharing) atau akad-akad lain yang sesuai syariat, seperti murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), mudharabah (bagi hasil usaha), musyarakah (kerja sama penyertaan modal), ijarah (sewa), dan istishna' (pesanan pembuatan). Dalam skema bagi hasil, keuntungan maupun kerugian ditanggung bersama antara bank syariah dan nasabah, mencerminkan kemitraan yang adil.
Aspek transparansi dan keadilan juga menjadi pembeda signifikan. Pembiayaan konvensional kadang kala memiliki potensi ketidakjelasan, terutama dalam perhitungan bunga majemuk atau biaya-biaya tersembunyi lainnya yang bisa memberatkan nasabah. Nasabah konvensional cenderung menanggung risiko penuh jika terjadi gagal bayar, meskipun bank telah mendapatkan keuntungan dari bunga yang telah disepakati.
Dalam pembiayaan syariah, transparansi menjadi prioritas. Setiap akad harus dijelaskan secara rinci kepada nasabah, termasuk mengenai nisbah bagi hasil, margin keuntungan, atau biaya sewa. Bank syariah juga lebih terbuka dalam menginformasikan porsi kepemilikan atau risiko yang ditanggung bersama. Konsep keadilan dalam pembagian keuntungan dan kerugian menciptakan hubungan yang lebih setara antara lembaga keuangan dan nasabah.
Dalam hal risiko, kedua sistem ini menawarkan profil yang berbeda. Pembiayaan konvensional dengan bunga tetap memberikan kepastian dalam pembayaran angsuran bagi nasabah, namun juga berarti nasabah harus membayar angsuran meskipun usahanya sedang merugi. Bank konvensional mendapatkan imbal hasil berupa bunga yang relatif stabil.
Sementara itu, pembiayaan syariah, khususnya yang berbasis bagi hasil, memiliki tingkat risiko yang lebih dinamis. Jika usaha nasabah sukses dan menghasilkan keuntungan besar, maka bank syariah juga akan mendapatkan bagian yang lebih besar. Sebaliknya, jika usaha mengalami kerugian, maka bank syariah pun akan ikut menanggung kerugian tersebut. Hal ini mendorong bank syariah untuk lebih aktif dalam membimbing dan memantau perkembangan usaha nasabah, sehingga potensi keberhasilan menjadi lebih tinggi.
Pembiayaan konvensional pada dasarnya dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk pembelian barang-barang konsumtif yang mungkin tidak memiliki nilai tambah ekonomi jangka panjang. Namun, bank konvensional tetap berfokus pada kemampuan nasabah untuk membayar pokok pinjaman beserta bunganya.
Pembiayaan syariah, sejalan dengan prinsip-prinsipnya, lebih mengutamakan pembiayaan yang produktif. Artinya, dana yang diberikan diharapkan dapat digunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan nilai tambah, bukan untuk kegiatan yang bersifat maksiat atau merugikan. Hal ini sejalan dengan tujuan syariah untuk mewujudkan kemaslahatan umat.
Kesimpulan, perbedaan fundamental antara pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada landasan filosofisnya: bagi hasil dan penghindaran riba pada syariah, versus bunga pada konvensional. Hal ini berimplikasi pada aspek transparansi, keadilan, profil risiko, dan jenis objek pembiayaan. Pemilihan antara keduanya bergantung pada preferensi individu, keyakinan, dan tujuan finansial jangka panjang.