Tafsir Surah Al-Kahf Ayat 56-110: Kisah, Pelajaran & Hikmah
Surah Al-Kahf adalah salah satu surah yang memiliki kedudukan istimewa dalam Al-Qur'an. Surah ini kaya akan kisah-kisah penuh hikmah dan pelajaran spiritual yang mendalam, sering kali dibaca pada hari Jumat untuk keberkahannya. Dari ayat 56 hingga 110, Al-Qur'an melanjutkan serangkaian narasi dan peringatan yang telah dimulai sebelumnya, membawa pembaca pada perjalanan reflektif tentang kekuasaan Allah, keadilan, ilmu pengetahuan, serta nasib manusia di dunia dan akhirat.
Bagian akhir Surah Al-Kahf ini secara khusus menguraikan kisah Nabi Musa dan Khidir yang mencapai puncaknya, kemudian beralih ke kisah Dhul-Qarnain yang penuh inspirasi, serta diakhiri dengan peringatan-peringatan keras tentang Hari Kiamat dan pentingnya amal saleh serta keesaan Allah. Setiap ayat dalam bagian ini adalah mutiara hikmah yang mengundang kita untuk merenung dan mengambil pelajaran berharga bagi kehidupan.
Transisi dan Pengingat Ilahi (Ayat 56-60)
Ayat-ayat awal dalam segmen ini berfungsi sebagai pengantar yang mengikat narasi-narasi sebelumnya dengan tema-tema yang akan datang. Allah SWT mengingatkan manusia akan hakikat kenabian dan respons mereka terhadap kebenaran.
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ ۚ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ ۖ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا ٥٦
Wa mā nursilul-mursalīna illā mubashshirīna wa mundhirīn(a), wa yujādilul-ladhīna kafarū bil-bāṭili liyudḥiḍū bihil-ḥaqqa, wattakhadhū āyātī wa mā undhirū huzuwa(n).
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak (kebenaran), dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku serta apa yang diperingatkan kepada mereka sebagai olok-olok.
Tafsir Singkat: Ayat ini menegaskan fungsi utama para rasul: sebagai pembawa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta pemberi peringatan bagi mereka yang ingkar. Namun, orang-orang kafir justru memilih untuk membantah kebenaran dengan kebatilan, bahkan menjadikan ayat-ayat Allah dan peringatan-Nya sebagai bahan ejekan. Ini menunjukkan kesombongan dan kebutaan hati mereka.
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا ٥٧
Wa man aẓlamu mimman dhukkira bi'āyāti rabbihī fa'aʿraḍa ʿanhā wa nasiya mā qaddamat yadāh(u), innā jaʿalnā ʿalā qulūbihim akinnatan an yafqahūhu wa fī ādhānihim waqran, wa in tadʿuhum ilal-hudā falan yahtadū idhan abada(n).
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, sehingga mereka tidak dapat memahaminya, dan di telinga mereka ada penyumbat. Maka kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.
Tafsir Singkat: Ayat ini mengecam keras orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah setelah diperingatkan. Kezaliman terbesar adalah menolak kebenaran dan melupakan konsekuensi dari perbuatan buruk yang telah dilakukan. Allah menjelaskan bahwa hati mereka telah tertutup dan telinga mereka tersumbat, sebagai akibat dari pilihan mereka sendiri untuk menolak kebenaran, sehingga petunjuk tidak lagi dapat menembus mereka.
وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ ۖ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ ۚ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا ٥٨
Wa rabbukal-ghafūru dhur-raḥmah(ti), lau yu'ākhidhuhum bimā kasabū laʿajjala lahumul-ʿadhāb(a), bal lahum mauʿidul lan yajidū min dūnihī mau'ilā(n).
Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun, pemilik rahmat. Sekiranya Dia menyiksa mereka karena perbuatan yang telah mereka kerjakan, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang ditetapkan (untuk menerima azab) yang sekali-kali mereka tidak akan menemukan tempat berlindung selain-Nya.
Tafsir Singkat: Ayat ini menonjolkan sifat Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Al-Ghafur (Maha Pengampun) dari Allah. Meskipun manusia banyak melakukan dosa, Allah tidak segera menyiksa mereka karena rahmat-Nya. Namun, ada batas waktu (ajal) yang telah ditetapkan bagi setiap kaum atau individu, setelah itu azab akan datang, dan tidak ada tempat berlindung dari-Nya.
وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا ٥٩
Wa tilkal-qurā ahlaknāhum lammā ẓalamū wa jaʿalnā limahlikihim mauʿidā(n).
Dan (penduduk) negeri-negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu untuk kebinasaan mereka.
Tafsir Singkat: Ini adalah pengingat akan sejarah umat-umat terdahulu yang dihancurkan oleh Allah karena kezaliman dan penolakan mereka terhadap para nabi. Allah tidak bertindak semena-mena; kebinasaan mereka adalah konsekuensi dari perbuatan mereka sendiri, dan waktu kehancuran itu pun telah ditentukan dengan hikmah-Nya.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا ٦٠
Wa idh qāla Mūsā lifatāhu lā abraḥu ḥattā ablugha majmaʿal-baḥraini au amḍiya ḥuqubā(n).
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan terus sampai bertahun-tahun."
Tafsir Singkat: Ayat ini mengawali kembali kisah Musa dan Khidir, yang sebelumnya terpotong. Musa, atas perintah Allah, bertekad untuk mencari seorang hamba Allah (Khidir) yang memiliki ilmu khusus. Tekadnya sangat kuat, sampai ia rela berjalan bertahun-tahun hingga menemukan "tempat pertemuan dua laut," sebuah lokasi simbolis yang menjadi titik pertemuannya dengan sumber ilmu ilahi.
Puncak Kisah Musa dan Khidir (Ayat 61-82)
Bagian ini merangkum sisa kisah perjalanan Musa dan Khidir, mengungkap hikmah di balik tindakan-tindakan Khidir yang pada awalnya tampak tidak adil atau salah di mata Musa. Ini adalah pelajaran penting tentang keterbatasan ilmu manusia dan kedalaman ilmu Allah.
Perjalanan dan Pertemuan (Ayat 61-70)
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا ٦١
Falammā balaghā majmaʿa bainihimā nasiyā ḥūtahumā fattakhadha sabīlahu fil-baḥri sarabā(n).
Maka ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa akan ikannya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Tafsir Singkat: Ikan yang mereka bawa sebagai bekal hidup kembali dan melompat ke laut, menandakan lokasi yang dicari telah tercapai. Peristiwa ini adalah tanda dari Allah bagi Musa untuk bertemu dengan Khidir.
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا ٦٢
Falammā jāwazā qāla lifatāhu ātinā ghadā'anā laqad laqīnā min safarinā hādhā naṣabā(n).
Maka ketika mereka telah melewati (tempat pertemuan dua laut itu), Musa berkata kepada pembantunya, "Bawalah makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini."
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ٦٣
Qāla ara'aita idh awainā ilāṣ-ṣakhrah(ti), fa'innī nasītul-ḥūta wa mā ansānīhu illāsh-shaiṭānu an adhkurah(u), wattakhadha sabīlahu fil-baḥri ʿajabā(n).
Dia (pembantunya) menjawab, "Tahukah engkau ketika kita mencari tempat berlindung di batu itu? Sungguh, aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali setan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
Tafsir Singkat: Pembantu Musa (Yusya' bin Nun) teringat peristiwa ikan itu dan menyadari bahwa mereka telah melewati tanda yang ditentukan. Ia menyalahkan setan atas kelupaannya, yang menunjukkan kerendahan hatinya dan pengakuan akan tipu daya setan.
قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا ٦٤
Qāla dhālika mā kunnā nabgh(i), fartaddā ʿalā āthārihimā qaṣaṣā(n).
Dia (Musa) berkata, "Itulah tempat yang kita cari." Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا ٦٥
Fawajadā ʿabdan min ʿibādinā ātaināhu raḥmatan min ʿindinā wa ʿallamnāhu min ladunnā ʿilmā(n).
Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Tafsir Singkat: Ayat ini memperkenalkan Khidir (yang tidak disebutkan namanya secara eksplisit dalam Al-Qur'an, tetapi diidentifikasi dalam hadis) sebagai seorang hamba Allah yang istimewa, dikaruniai rahmat dan ilmu langsung dari Allah, ilmu yang berbeda dari ilmu kenabian Musa.
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ٦٦
Qāla lahū Mūsā hal attabiʿuka ʿalā an tuʿallimanī mimmā ʿullimta rushdā(n).
Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu) petunjuk yang telah diajarkan kepadamu?"
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٦٧
Qāla innaka lan tastatīʿa maʿiya ṣabrā(n).
Dia (Khidir) menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku."
وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ٦٨
Wa kaifa taṣbiru ʿalā mā lam tuḥiṭ bihī khubrā(n).
Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu yang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentangnya?
Tafsir Singkat: Khidir mengetahui bahwa Musa, dengan pengetahuannya yang terbatas pada aspek syariat yang tampak, tidak akan mampu bersabar atas tindakan-tindakan Khidir yang berdasarkan ilmu ladunni (ilmu dari sisi Allah) yang tersembunyi. Ini adalah ujian kesabaran dan kepercayaan.
قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا ٦٩
Qāla satajidunī in shā'allāhu ṣābiraw wa lā aʿṣī laka amrā(n).
Dia (Musa) berkata, "Insya Allah, engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentang perintahmu."
Tafsir Singkat: Musa berjanji akan bersabar, tetapi dengan penekanan pada "insya Allah" (jika Allah menghendaki), yang menunjukkan kesadaran akan keterbatasan dirinya di hadapan takdir dan ilmu Allah.
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ٧٠
Qāla fa'iniittabaʿtanī falā tas'alnī ʿan shai'in ḥattā uḥditha laka minhu dhikrā(n).
Dia (Khidir) berkata, "Jika engkau mengikutiku, janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."
Tafsir Singkat: Khidir menetapkan syarat penting: Musa harus diam dan tidak bertanya sampai Khidir sendiri yang menjelaskan setiap peristiwa. Ini adalah pelajaran tentang disiplin ilmu dan kepercayaan kepada guru.
Tiga Kejadian dan Penjelasannya (Ayat 71-82)
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا ٧١
Fanṭalaqā ḥattā idhā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla akharaqtahā litughriqa ahlahā laqad ji'ta shai'an imrā(n).
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika mereka menaiki perahu, dia (Khidir) melubanginya. Musa berkata, "Mengapa engkau melubanginya sehingga menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar."
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٢
Qāla alam aqul innaka lan tastatīʿa maʿiya ṣabrā(n).
Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku?"
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا ٧٣
Qāla lā tu'ākhidhnī bimā nasītu wa lā turhiqnī min amrī ʿusrā(n).
Musa berkata, "Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan kesulitan dalam urusanku."
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا ٧٤
Fanṭalaqā ḥattā idhā laqiyā ghulāman fa qatalahū qāla aqatalta nafsan zakiyatan bighairi nafsin laqad ji'ta shai'an nukrā(n).
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika mereka berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia (Khidir) membunuhnya. Musa berkata, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang suci, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar."
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ٧٥
Qāla alam aqul laka innaka lan tastatīʿa maʿiya ṣabrā(n).
Dia (Khidir) berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku?"
قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا ٧٦
Qāla in sa'altuka ʿan shai'in baʿdahā falā tuṣāḥibnī, qad balaghta min ladunnī ʿudhrā(n).
Musa berkata, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka janganlah engkau memperbolehkanku menyertaimu lagi. Sesungguhnya engkau sudah cukup memberikan alasan (ma'af) kepadaku."
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا ٧٧
Fanṭalaqā ḥattā idhā atayā ahla qaryatin istaṭʿamā ahlahā fa'abau an yuḍayyifūhumā fawajadā fīhā jidāran yurīdu an yanqaḍḍa fa'aqāmahū, qāla lau shi'ta lattakhadhta ʿalaihi ajrā(n).
Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) menolak untuk menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan di (negeri) itu dinding rumah yang hampir roboh, lalu dia (Khidir) menegakkannya. Musa berkata, "Jikalau engkau mau, tentu engkau dapat meminta imbalan untuk itu."
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ٧٨
Qāla hādhā firāqu bainī wa bainik(a), sa'unabbi'uka bita'wīli mā lam tastaṭiʿ ʿalaihi ṣabrā(n).
Dia (Khidir) berkata, "Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberitahukan kepadamu takwil (makna) perbuatan-perbuatanku yang engkau tidak sanggup bersabar terhadapnya."
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا ٧٩
Ammās-safīnatu fakānat limasākīna yaʿmalūna fil-baḥri fa'aradtu an aʿībahā wa kāna warā'ahum malikun ya'khudhu kulla safīnatin ghaṣbā(n).
Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap perahu (yang baik) secara paksa.
Tafsir Singkat: Perahu dilubangi untuk membuatnya tampak cacat, sehingga raja zalim tidak akan merampasnya. Ini adalah tindakan perlindungan terhadap hak milik orang-orang miskin, menunjukkan bahwa terkadang ada hikmah tersembunyi di balik suatu "kerusakan" yang tampak.
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا ٨٠
Wa ammal-ghulāmu fakāna abawāhu mu'minaini fakhashīnā an yurhiqahumā ṭughyānāw wa kufrā(n).
Dan adapun anak muda itu, kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir dia akan mendorong kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.
فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا ٨١
Fa'aradnā an yubdilahumā rabbuhumā khairan minhu zakātaw wa aqraba ruḥmā(n).
Maka kami menghendaki, semoga Tuhan mereka menggantinya dengan (anak lain) yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih dekat kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Tafsir Singkat: Pembunuhan anak muda itu, yang tampak kejam, sebenarnya adalah rahmat dari Allah. Anak itu ditakdirkan menjadi seorang yang durhaka dan kafir, yang akan membawa kedua orang tuanya yang mukmin kepada kesesatan. Allah menggantinya dengan anak yang lebih saleh dan penuh kasih sayang. Ini menunjukkan bahwa terkadang kehilangan sesuatu yang tampak baik adalah untuk mendapatkan yang lebih baik di masa depan, dan ilmu Allah meliputi takdir yang tak terlihat manusia.
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ٨٢
Wa ammal-jidāru fakāna lighulāmaini yatīmaini fil-madīnati wa kāna taḥtahū kanzun lahumā wa kāna abūhumā ṣāliḥan fa'arāda rabbuka an yablughā ashuddahumā wa yastakhrijā kanzahumā raḥmatan min rabbik(a), wa mā faʿaltuhū ʿan amrī, dhālika ta'wīlu mā lam tasṭiʿ ʿalaihi ṣabrā(n).
Dan adapun dinding itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, sedang ayah mereka adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan hartanya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Itulah takwil perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya."
Tafsir Singkat: Dinding yang hampir roboh diperbaiki tanpa imbalan karena di bawahnya tersimpan harta untuk dua anak yatim. Ayah mereka adalah orang saleh, dan Allah ingin agar harta itu terjaga sampai mereka dewasa dan mampu mengeluarkannya. Ini menunjukkan bahwa kebaikan orang tua dapat mendatangkan manfaat bagi anak cucu, dan Allah melindungi hak-hak anak yatim. Khidir menegaskan bahwa semua perbuatannya adalah atas perintah dan ilham dari Allah, bukan kehendak pribadinya. Kisah ini adalah puncak dari pelajaran tentang ilmu dan hikmah ilahi yang melampaui pemahaman manusia biasa.
Kisah Dzulqarnain: Raja Adil Penjelajah Dunia (Ayat 83-98)
Setelah kisah Musa dan Khidir, Al-Qur'an beralih kepada kisah raja yang saleh dan perkasa, Dhul-Qarnain. Kisahnya adalah tentang kekuasaan, keadilan, ilmu pengetahuan, dan membangun peradaban demi kebaikan umat manusia.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا ٨٣
Wa yas'alūnaka ʿan Dhil-Qarnain(i), qul sa'atlū ʿalaikum minhu dhikrā(n).
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, "Akan kubacakan kepadamu sebagian dari kisahnya."
إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا ٨٤
Innā makkannā lahū fil-arḍi wa ātaināhu min kulli shai'in sababā(n).
Sungguh, Kami telah memberinya kekuasaan di bumi, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.
Tafsir Singkat: Allah memberikan Dhul-Qarnain kekuasaan yang luas, kemampuan, dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuannya, termasuk ilmu dan kekuatan untuk menaklukkan serta memerintah. Ini adalah karunia ilahi yang menjadikannya seorang pemimpin yang sangat efektif.
فَأَتْبَعَ سَبَبًا ٨٥
Fa'atbaʿa sababā(n).
Maka dia pun menempuh suatu jalan (perjalanan).
Perjalanan Pertama: Ke Barat (Ayat 86)
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا ۗ قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا ٨٦
Ḥattā idhā balagha maghribash-shamsi wajadahā taghrubu fī ʿainin ḥami'atin wa wajada ʿindahā qaumā(n), qulnā yā Dhal-Qarnaini immā an tuʿadhdhiba wa immā an tattakhidha fīhim ḥusnā(n).
Hingga ketika dia sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihatnya terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (penduduk). Kami berfirman, "Wahai Dzulqarnain! Engkau boleh menyiksa atau berbuat baik kepada mereka."
Tafsir Singkat: Dhul-Qarnain melakukan perjalanan ke barat terjauh, hingga pada pandangannya, matahari terbenam di laut berlumpur. Ini adalah gambaran visual dari ufuk yang sangat jauh, bukan arti harfiah bahwa matahari tenggelam di lumpur. Allah memberinya pilihan untuk menghukum atau memperlakukan kaum di sana dengan baik. Ini menunjukkan otoritas dan keadilan yang diberikan kepadanya.
قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا ٨٧
Qāla ammā man ẓalama fasaufa nuʿadzdhibuhū thumma yuraddu ilā rabbihī fayuʿadzdhibuhū ʿadhāban nukrā(n).
Dia (Dzulqarnain) berkata, "Adapun orang yang berbuat zalim, kami akan menyiksanya, kemudian dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat pedih."
وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا ٨٨
Wa ammā man āmana wa ʿamila ṣāliḥan falahū jazā'anul-ḥusnā, wa sanaqūlu lahū min amrinā yusrā(n).
Dan adapun orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya (balasan) yang terbaik sebagai pahala, dan kami akan mengatakan kepadanya perintah kami yang mudah (lapang)."
Tafsir Singkat: Dhul-Qarnain menerapkan keadilan ilahi: menghukum yang zalim dan memberi kabar gembira serta kemudahan bagi yang beriman dan beramal saleh. Ini adalah contoh pemimpin yang adil dan bijaksana, yang tindakannya mencerminkan kehendak Allah.
Perjalanan Kedua: Ke Timur (Ayat 89-91)
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ٨٩
Thumma atbaʿa sababā(n).
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا ٩٠
Ḥattā idhā balagha maṭliʿash-shamsi wajadahā taṭluʿu ʿalā qaumin lam najʿal lahum min dūnihā sitrā(n).
Hingga ketika dia sampai di tempat terbit matahari (Timur), dia mendapati matahari terbit menyinari suatu kaum yang tidak Kami jadikan bagi mereka pelindung selain dari matahari itu.
Tafsir Singkat: Dhul-Qarnain melakukan perjalanan ke timur terjauh, menemukan suatu kaum yang tidak memiliki tempat berlindung dari teriknya matahari, mungkin karena kondisi geografis atau tingkat peradaban mereka yang sederhana. Ini menunjukkan keberaniannya menjelajahi dunia dan bertemu berbagai jenis manusia.
كَذَٰلِكَ ۖ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا ٩١
Kadhalika, wa qad aḥaṭnā bimā ladaihi khubrā(n).
Demikianlah. Dan sesungguhnya Kami mengetahui dengan pasti segala sesuatu yang ada padanya (Dhul-Qarnain).
Tafsir Singkat: Ayat ini menegaskan bahwa semua pengetahuan, kekuasaan, dan tindakan Dhul-Qarnain berada dalam lingkup pengetahuan Allah. Ini adalah penekanan atas omniscience (kemahatahuan) Allah.
Perjalanan Ketiga: Menuju Yajuj dan Majuj (Ayat 92-98)
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ٩٢
Thumma atbaʿa sababā(n).
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).
حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا ٩٣
Ḥattā idhā balagha bainas-saddaini wajada min dūnihimā qauman lā yakādūna yafqahūna qaulā(n).
Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung, dia menemukan di depannya suatu kaum yang hampir tidak mengerti perkataan.
Tafsir Singkat: Perjalanan ketiga Dhul-Qarnain membawanya ke suatu celah antara dua gunung, di mana ia bertemu kaum yang memiliki kendala bahasa atau peradaban yang sangat primitif, sehingga sulit berkomunikasi.
قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا ٩٤
Qālū yā Dhal-Qarnaini inna Ya'jūja wa Ma'jūja mufsidūna fil-arḍi fahal najʿalu laka kharjan ʿalā an tajʿala bainanā wa bainahum saddā(n).
Mereka berkata, "Wahai Dzulqarnain! Sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj itu berbuat kerusakan di bumi, maka bersediakah engkau kami beri imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?"
Tafsir Singkat: Kaum itu mengeluh tentang kerusakan yang ditimbulkan oleh Yajuj dan Majuj dan meminta bantuan Dhul-Qarnain untuk membangun penghalang, menawarkan imbalan kepadanya. Ini menunjukkan Dhul-Qarnain sebagai penyelamat dan pelindung.
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا ٩٥
Qāla mā makkannī fīhi rabbī khairun fa'aʿīnūnī biquwwatin ajʿal bainakum wa bainahum radmā(n).
Dia (Dzulqarnain) berkata, "Apa yang telah dikaruniakan Tuhanku kepadaku lebih baik (dari imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan (tenaga manusia) agar aku dapat membuatkan dinding yang kokoh antara kamu dan mereka."
Tafsir Singkat: Dhul-Qarnain menolak imbalan materi, menunjukkan keikhlasan dan kesalehannya. Ia hanya meminta bantuan tenaga kerja, karena ia sudah memiliki kekayaan dan kekuasaan yang cukup dari Allah. Ini adalah sifat pemimpin yang berintegritas dan tidak serakah.
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ٩٦
Ātūnī zubara al-ḥadīd(i), ḥattā idhā sāwā bainas-ṣadafaini qālanfukhū, ḥattā idhā jaʿalahū nāran qāla ātūnī ufrigh ʿalaihi qiṭrā(n).
Berilah aku potongan-potongan besi." Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terkumpul) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Dhul-Qarnain) berkata, "Tiup (api itu)." Hingga ketika (besi) itu menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, "Berilah aku tembaga (cair) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu)."
Tafsir Singkat: Dhul-Qarnain menggunakan teknologi canggih pada masanya, membangun dinding dengan bahan besi yang dipanaskan hingga membara lalu dilapisi tembaga cair. Ini menunjukkan penguasaan ilmu material dan rekayasa untuk tujuan yang baik.
فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا ٩٧
Famāsṭāʿū an yaẓharūhu wa māstaṭāʿū lahū naqbā(n).
Maka mereka (Yajuj dan Majuj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.
Tafsir Singkat: Dinding yang dibangun sangat kokoh sehingga Yajuj dan Majuj tidak bisa memanjatnya maupun melubanginya, menunjukkan efektivitas proyek Dhul-Qarnain.
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا ٩٨
Qāla hādhā raḥmatun min rabbī, fa'idhā jā'a waʿdu rabbī jaʿalahū dakkā'a, wa kāna waʿdu rabbī ḥaqqā(n).
Dia (Dhul-Qarnain) berkata, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila janji Tuhanku tiba, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar."
Tafsir Singkat: Dhul-Qarnain tidak sombong dengan pencapaiannya, melainkan mengembalikannya sebagai rahmat dari Allah. Ia juga mengetahui bahwa dinding itu tidak abadi; pada hari yang ditetapkan Allah (mendekati Hari Kiamat), dinding itu akan hancur, dan Yajuj dan Majuj akan dilepaskan, sesuai dengan janji Allah yang pasti benar.
Peringatan Hari Kiamat dan Akibat Perbuatan (Ayat 99-105)
Setelah kisah Dhul-Qarnain, Al-Qur'an beralih ke tema Hari Kiamat, menguraikan tanda-tanda, peristiwa-peristiwanya, dan konsekuensi bagi amal perbuatan manusia.
وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا ٩٩
Wa taraknā baʿḍahum yauma'idhin yamūju fī baʿḍin, wa nufikha fiṣ-ṣūri fajamaʿnāhum jamʿā(n).
Pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka (Yajuj dan Majuj) berbaur dengan sebagian yang lain, dan sangkakala pun ditiup, lalu Kami kumpulkan mereka semuanya.
Tafsir Singkat: Ayat ini menggambarkan masa setelah hancurnya dinding, ketika Yajuj dan Majuj dilepaskan dan menyebar ke seluruh bumi dalam kekacauan. Ini adalah salah satu tanda besar Hari Kiamat. Kemudian, ditiupnya sangkakala kedua adalah awal kebangkitan dan pengumpulan seluruh manusia untuk pengadilan Allah.
وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا ١٠٠
Wa ʿaraḍnā Jahannama yauma'idhin lilkāfirīna ʿarḍā(n).
Dan Kami perlihatkan (neraka) Jahanam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas.
Tafsir Singkat: Pada Hari Kiamat, neraka Jahanam akan ditampakkan secara jelas kepada orang-orang kafir sebagai tempat kembali mereka, menambah kengerian dan penyesalan mereka.
الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا ١٠١
Alladhīna kānat aʿyunuhum fī ghiṭā'in ʿan dhikrī wa kānū lā yastaṭīʿūna samʿā(n).
(Yaitu) orang-orang yang mata mereka (tertutup) dari peringatan-Ku, dan mereka tidak sanggup mendengar.
Tafsir Singkat: Ini adalah deskripsi tentang orang-orang kafir: mereka yang sengaja menutup mata hati mereka dari ayat-ayat Allah (peringatan-Nya) dan menolak untuk mendengar kebenaran, meskipun bukti-bukti jelas telah diberikan kepada mereka.
أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا ١٠٢
Afaḥasibal-ladhīna kafarū ay yattakhidhū ʿibādī min dūnī auliyā'(a), innā aʿtadnā Jahannama lilkāfirīna nuzulā(n).
Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan neraka Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
Tafsir Singkat: Ayat ini menanyakan kepada orang-orang kafir apakah mereka berpikir bahwa menyembah selain Allah, bahkan hamba-hamba Allah yang saleh sekalipun, akan memberi mereka perlindungan atau manfaat. Allah menegaskan bahwa Dia telah menyiapkan Jahanam sebagai tempat tinggal yang setimpal bagi mereka yang menolak keesaan-Nya.
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ١٠٣
Qul hal nunabbi'ukum bil-akhsarīna aʿmālā(n).
Katakanlah (Muhammad), "Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya?"
Tafsir Singkat: Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menanyakan siapa yang paling rugi dalam amal perbuatannya, sebagai pendahuluan untuk menjelaskan tentang orang-orang yang amalannya sia-sia.
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا ١٠٤
Alladhīna ḍalla saʿyuhum fil-ḥayātid-dunyā wa hum yaḥsabūna annahum yuḥsinūna ṣunʿā(n).
Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Tafsir Singkat: Ini adalah definisi orang yang paling merugi: mereka yang seluruh usahanya di dunia sia-sia, karena tidak didasari iman yang benar atau niat yang tulus kepada Allah, padahal mereka sendiri menyangka telah berbuat baik. Ini adalah kerugian terbesar, karena bukan hanya tidak mendapatkan pahala, bahkan bisa berbuah dosa.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا ١٠٥
Ulā'ikal-ladhīna kafarū bi'āyāti rabbihim wa liqā'ihī faḥabiṭat aʿmāluhum falā nuqīmu lahum yaumal-qiyāmati waznā(n).
Mereka itu adalah orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (mengingkari) pertemuan dengan Dia. Maka sia-sialah perbuatan mereka, dan Kami tidak akan memberi bobot (penghargaan) sedikit pun kepada (amal) mereka pada hari Kiamat.
Tafsir Singkat: Ayat ini mengidentifikasi akar penyebab kerugian: kekafiran terhadap ayat-ayat Allah dan Hari Kebangkitan. Karena kekafiran inilah, amal perbuatan mereka tidak memiliki nilai di sisi Allah, seolah-olah tidak pernah ada, dan tidak akan ditimbang pada Hari Kiamat. Ini adalah peringatan keras tentang pentingnya akidah yang benar sebagai dasar amal.
Balasan bagi Mukmin dan Kafir (Ayat 106-110)
Bagian terakhir Surah Al-Kahf ini dengan jelas membedakan nasib orang beriman dan orang kafir, serta kembali menegaskan keesaan Allah dan pentingnya ibadah yang ikhlas.
ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا ١٠٦
Dhālika jazā'uhum Jahannamu bimā kafarū wattakhadhū āyātī wa rusulī huzuwa(n).
Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, karena kekafiran mereka, dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
Tafsir Singkat: Ayat ini adalah ringkasan dari balasan bagi orang kafir: Jahanam. Alasan utamanya adalah kekafiran mereka, terutama karena mereka mengolok-olok ayat-ayat Allah dan para rasul-Nya. Ini adalah puncak dari kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا ١٠٧
Innal-ladhīna āmanū wa ʿamiluṣ-ṣāliḥāti kānat lahum jannātul-firdausi nuzulā(n).
Sungguh, orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.
Tafsir Singkat: Berbanding terbalik dengan orang kafir, orang-orang beriman yang mengamalkan amal saleh akan mendapatkan surga Firdaus, tingkatan surga tertinggi, sebagai tempat persinggahan dan tempat tinggal mereka. Ini adalah janji Allah bagi mereka yang teguh dalam iman dan perbuatan baik.
خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا ١٠٨
Khālidīna fīhā lā yabghūna ʿanhā ḥiwalā(n).
Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana.
Tafsir Singkat: Kekekalan di Firdaus adalah jaminan. Mereka tidak akan pernah ingin meninggalkan tempat itu, menunjukkan kesempurnaan kenikmatan dan kepuasan yang ada di dalamnya.
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا ١٠٩
Qul lau kānal-baḥru midādan likalimāti rabbī lanafidal-baḥru qabla an tanfada kalimātu rabbī wa lau ji'nā bimitslihī madadā(n).
Katakanlah (Muhammad), "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."
Tafsir Singkat: Ayat yang sangat agung ini menyoroti keagungan ilmu dan hikmah Allah yang tak terbatas. Bahkan jika seluruh lautan dijadikan tinta dan seluruh pohon dijadikan pena, tidak akan cukup untuk menuliskan semua firman, ilmu, dan kehendak Allah. Ini adalah metafora yang kuat untuk menggambarkan kemahaluasan pengetahuan Ilahi.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ١١٠
Qul innamā ana basharum mitslukum yūḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhun wāḥidun, faman kāna yarjū liqā'a rabbihī falyaʿmal ʿamalan ṣāliḥaw wa lā yushrik biʿibādati rabbihī aḥadā(n).
Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Barangsiapa berharap bertemu dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Tafsir Singkat: Ayat penutup Surah Al-Kahf ini adalah intisari dari tauhid dan misi kenabian. Nabi Muhammad SAW adalah manusia biasa, namun diwahyukan kepadanya kebenaran fundamental tentang keesaan Allah. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang berharap mendapatkan balasan terbaik dari Allah di akhirat, ada dua syarat utama: (1) beramal saleh (yaitu, perbuatan baik yang sesuai dengan syariat Islam) dan (2) tidak mempersekutukan Allah (ikhlas hanya beribadah kepada-Nya). Ini adalah fondasi dari seluruh ajaran Islam.
Pelajaran dan Hikmah dari Surah Al-Kahf Ayat 56-110
Bagian akhir Surah Al-Kahf ini, dari ayat 56 hingga 110, menghadirkan spektrum pelajaran dan hikmah yang sangat luas dan relevan bagi kehidupan manusia. Dari kisah-kisah yang mendalam hingga peringatan-peringatan yang tegas, setiap ayat memancarkan cahaya petunjuk bagi orang-orang yang mau merenung.
1. Pentingnya Kesabaran dalam Mencari Ilmu dan Menghadapi Takdir
Kisah Musa dan Khidir adalah pelajaran monumental tentang keterbatasan ilmu manusia dan pentingnya kesabaran (صبر). Musa, seorang Nabi Ulul Azmi yang paling mulia, ditunjukkan bahwa ada dimensi ilmu yang melampaui pemahamannya. Tindakan-tindakan Khidir yang awalnya tampak tidak adil atau bertentangan dengan syariat, ternyata memiliki hikmah yang lebih besar dan perencanaan ilahi yang hanya diketahui oleh Allah.
- Ilmu Ladunni: Ada ilmu yang langsung datang dari Allah (ilmu ladunni) yang tidak dapat dijangkau oleh akal dan panca indra manusia.
- Kesabaran dan Kepercayaan: Ujian Musa adalah ujian kesabaran dan kepercayaan kepada seorang guru yang dianugerahi ilmu khusus. Ini mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru menghakimi sesuatu yang belum kita pahami sepenuhnya, terutama dalam urusan takdir Allah.
- Hikmah Tersembunyi: Banyak kejadian dalam hidup yang tampak buruk atau musibah, bisa jadi menyimpan kebaikan dan hikmah yang baru terungkap di kemudian hari.
2. Hakikat Kekuasaan dan Keadilan Ilahi
Kisah Dhul-Qarnain menggambarkan prototipe pemimpin yang adil dan beriman yang diberikan kekuasaan luas oleh Allah. Dia adalah contoh bagaimana kekuasaan seharusnya digunakan:
- Keadilan dan Kesejahteraan: Dhul-Qarnain tidak menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menegakkan keadilan, membantu yang lemah, dan mencegah kerusakan. Ia menghukum yang zalim dan memberi kemudahan bagi yang beriman.
- Manajemen Sumber Daya dan Teknologi: Pembangunannya tembok yang kokoh untuk membendung Yajuj dan Majuj menunjukkan pemanfaatan ilmu dan teknologi untuk kebaikan umat manusia. Ia menggerakkan sumber daya dan tenaga rakyat untuk tujuan yang lebih besar tanpa meminta imbalan materi.
- Kesadaran akan Rahmat Allah: Meskipun memiliki kekuasaan dan kemampuan luar biasa, Dhul-Qarnain tetap menyadari bahwa semua itu adalah rahmat dari Tuhannya. Dia tidak sombong dan selalu mengembalikan segala pencapaian kepada Allah.
- Takdir dan Akhir Zaman: Pengakuannya bahwa tembok tersebut akan hancur pada saatnya, saat janji Allah tiba (yaitu dekatnya Hari Kiamat), menunjukkan kesadarannya akan batas kekuasaan manusia di hadapan kehendak Allah. Ini juga mengaitkan kisahnya dengan tanda-tanda akhir zaman.
3. Peringatan tentang Hari Kiamat dan Akuntabilitas
Ayat-ayat ini memberikan gambaran yang jelas tentang realitas Hari Kiamat dan konsekuensi dari amal perbuatan manusia:
- Tanda-tanda Kiamat: Lepasnya Yajuj dan Majuj adalah salah satu tanda besar yang digambarkan, menunjukkan kekacauan dan kerusakan yang akan terjadi.
- Peniupan Sangkakala dan Kebangkitan: Seluruh manusia akan dibangkitkan dan dikumpulkan untuk dihisab, tanpa terkecuali.
- Penampakan Neraka Jahanam: Bagi orang kafir, neraka akan ditampakkan secara jelas, menambah penderitaan dan penyesalan mereka.
- Amal yang Sia-sia: Peringatan keras diberikan kepada orang-orang yang beramal tanpa dasar iman yang benar (kafir terhadap ayat-ayat Allah dan Hari Akhir). Amal mereka akan hangus dan tidak memiliki bobot di sisi Allah. Ini menekankan bahwa niat dan akidah yang benar adalah prasyarat diterimanya amal.
- Balasan Adil: Surga Firdaus bagi orang beriman yang beramal saleh, dan Jahanam bagi orang-orang kafir yang mengolok-olok ayat-ayat Allah. Allah Maha Adil dalam memberikan balasan.
4. Keagungan Ilmu dan Kekuasaan Allah
Ayat 109 secara retoris menggambarkan kemahaluasan ilmu Allah:
- Pengetahuan Tak Terbatas: Ungkapan bahwa lautan akan habis sebelum kalimat-kalimat Allah habis ditulis menunjukkan betapa tak terbatasnya ilmu, hikmah, dan kekuasaan Allah. Manusia hanya diberikan sedikit ilmu.
- Motivasi untuk Belajar: Ini juga menginspirasi manusia untuk terus mencari ilmu, namun dengan kesadaran bahwa ilmu Allah jauh melampaui apa yang bisa dicapai manusia.
5. Inti Ajaran Islam: Tauhid dan Amal Saleh
Ayat terakhir (110) merangkum pesan utama Surah Al-Kahf dan seluruh ajaran Islam:
- Keesaan Allah (Tauhid): Nabi Muhammad SAW, meskipun mulia, adalah manusia biasa yang diwahyukan kepadanya bahwa Tuhan adalah Maha Esa. Ini menegaskan konsep tauhid murni.
- Syarat Bertemu Allah: Barangsiapa yang ingin mendapatkan keridaan dan balasan baik dari Allah di akhirat, harus memenuhi dua syarat fundamental:
- Beramal Saleh: Melakukan perbuatan baik yang sesuai dengan syariat dan sunah.
- Tidak Menyekutukan Allah (Ikhlas): Hanya beribadah kepada Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun atau siapapun. Ikhlas adalah kunci diterimanya amal.
- Keselarasan Iman dan Amal: Ayat ini menekankan bahwa iman dan amal saleh tidak bisa dipisahkan. Amal tanpa iman yang benar tidak berguna, dan iman tanpa amal saleh adalah iman yang kurang sempurna.
Secara keseluruhan, bagian akhir Surah Al-Kahf adalah pengingat yang kuat bagi umat manusia tentang pentingnya mencari ilmu dengan kesabaran, menggunakan kekuasaan dengan keadilan, mempersiapkan diri untuk Hari Kiamat dengan iman dan amal saleh, serta senantiasa mengingat keesaan dan keagungan Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan.