Tafsir Mendalam Surah Al-Kahfi Ayat 96-100: Kisah Dzulqarnain, Dinding Besi, dan Ya'juj Ma'juj

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang paling kaya makna dalam Al-Qur'an, sering kali direkomendasikan untuk dibaca pada hari Jumat. Surah ini menghadirkan empat kisah utama yang sarat dengan pelajaran hikmah dan petunjuk bagi umat manusia: kisah Ashabul Kahfi (penghuni gua), kisah dua pemilik kebun, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir, serta kisah Dzulqarnain. Setiap kisah ini, dengan caranya sendiri, menyentuh tema-tema sentral tentang iman, ujian hidup, kekuasaan Allah, dan akhirat.

Fokus pembahasan kita kali ini adalah pada bagian kisah Dzulqarnain, khususnya ayat 96 hingga 100. Ayat-ayat ini mengisahkan tentang pembangunan sebuah dinding raksasa oleh Dzulqarnain untuk membendung gangguan kaum Ya'juj dan Ma'juj, serta implikasinya bagi tanda-tanda Kiamat dan hari perhitungan. Kisah ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan mengandung petunjuk mendalam tentang kepemimpinan yang adil, kekuatan iman, tawakkal kepada Allah, dan hakikat kehidupan dunia serta akhirat.

Melalui analisis mendalam terhadap ayat-ayat ini, kita akan mencoba mengungkap konteks historis dan tafsir para ulama, serta menarik pelajaran-pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan modern. Kita akan mengupas detail proses pembangunan dinding, karakter Dzulqarnain, identitas Ya'juj dan Ma'juj, hingga takdir akhir dari dinding tersebut menjelang hari Kiamat.

Konteks Surah Al-Kahfi dan Kisah Dzulqarnain

Surah Al-Kahfi (Gua) adalah surah ke-18 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 110 ayat, dan termasuk golongan surah Makkiyah. Surah ini dinamakan "Al-Kahfi" karena di dalamnya terdapat kisah Ashabul Kahfi yang berlindung di dalam gua dari kekejaman raja zalim demi mempertahankan iman mereka. Surah ini diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad ﷺ atas saran kaum Yahudi, yang bertujuan untuk menguji kenabian beliau. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi: kisah pemuda yang bersembunyi di gua, kisah seorang pengembara agung (Dzulqarnain), dan tentang ruh.

Kisah Dzulqarnain merupakan salah satu dari empat pilar utama surah ini, yang datang setelah kisah Ashabul Kahfi, kisah pemilik dua kebun, dan kisah Nabi Musa dengan Khidir. Keempat kisah ini saling terkait, menawarkan pelajaran tentang cobaan keimanan, ujian kekayaan dan kekuasaan, batas pengetahuan manusia, serta hikmah di balik peristiwa-peristiwa dunia. Kisah Dzulqarnain secara khusus menyoroti tentang kekuasaan dan kepemimpinan yang diberikan Allah kepada seorang hamba yang saleh, serta bagaimana ia menggunakan kekuasaan tersebut untuk menegakkan keadilan dan membantu orang-orang yang tertindas.

Dzulqarnain, yang namanya berarti "pemilik dua tanduk" atau "dua zaman/dua ujung dunia," adalah seorang raja yang diberikan oleh Allah kemampuan untuk menaklukkan berbagai wilayah, dari ujung barat hingga ujung timur bumi. Al-Qur'an tidak merinci identitas historisnya secara pasti, apakah ia Cyrus Agung, Alexander Agung, atau tokoh lain. Yang terpenting bukanlah identitas pribadinya, melainkan sifat-sifat kepemimpinannya: keadilan, kebijaksanaan, keberanian, dan yang paling utama, tawakkal serta pengakuan bahwa segala kekuasaan dan kemampuan berasal dari Allah SWT. Ia tidak sombong dengan kekuasaannya, melainkan menggunakannya untuk kebaikan umat manusia.

Dalam perjalanannya, Dzulqarnain bertemu dengan berbagai kaum. Perjalanan ketiganya membawanya ke suatu tempat di antara dua gunung, di mana ia menemukan kaum yang tidak memahami bahasa dengan baik, namun mereka mampu mengutarakan keluhan mereka tentang kaum perusak bernama Ya'juj dan Ma'juj. Kaum ini meminta Dzulqarnain untuk membangunkan dinding penghalang antara mereka dan Ya'juj Ma'juj. Permintaan inilah yang menjadi latar belakang dari ayat 96-100 Surah Al-Kahfi.

Kisah Dzulqarnain ini adalah bukti nyata bahwa kekuasaan duniawi, jika digunakan untuk tujuan yang benar dan dilandasi keimanan, dapat menjadi sarana untuk menyebarkan keadilan dan menciptakan kedamaian. Dzulqarnain adalah teladan pemimpin yang tidak rakus kekuasaan, tidak berambisi memperluas wilayah demi ego pribadi, melainkan demi menolong kaum yang lemah dan mencegah kerusakan. Ia mengemban amanah kekuasaan dengan penuh tanggung jawab, selalu menghubungkan keberhasilannya dengan rahmat dan karunia Tuhannya.

Salah satu pelajaran penting dari kisah ini adalah bahwa meskipun seseorang diberikan kekuasaan yang sangat besar dan kemampuan untuk membangun sesuatu yang monumental seperti dinding penahan Ya'juj dan Ma'juj, semua itu pada akhirnya akan kembali kepada kehendak Allah. Dinding itu, sekuat apa pun, tidak akan bertahan selamanya. Ini adalah pengingat akan kefanaan dunia dan segala pencapaian di dalamnya, serta keabadian kekuasaan Allah yang mutlak.

Analisis Mendalam Ayat 96-100 Surah Al-Kahfi

Bagian ini akan membedah setiap ayat dari 96 hingga 100 secara terperinci, termasuk teks Arab, terjemahan, dan tafsir ringkasnya.

﴿آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا﴾
QS. Al-Kahfi Ayat 96: "Berilah aku potongan-potongan besi." Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung, berkatalah Dzulqarnain, "Tiuplah (api itu)." Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, "Berilah aku tembaga (cair) agar kutuangkan ke atasnya."

Tafsir Ayat 96: Proses Pembangunan Dinding yang Megah

Ayat ini menggambarkan dimulainya proses pembangunan dinding penghalang yang diminta oleh kaum yang teraniaya. Dzulqarnain, dengan kebijaksanaannya, tidak meminta upah dalam bentuk harta, melainkan meminta tenaga dan bahan baku. Dia berkata, "Berilah aku potongan-potongan besi (زبَر الْحَدِيدِ)." Kata "zubaru al-hadid" berarti potongan-potongan besar atau lempengan-lempengan besi. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain tidak hanya memerintahkan, tetapi juga berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan, bahkan memimpin langsung proyek tersebut.

Pembangunan dimulai dengan menumpuk potongan-potongan besi di antara dua gunung yang menjadi celah masuknya Ya'juj dan Ma'juj. Mereka bekerja keras hingga tumpukan besi itu "sama rata dengan kedua (puncak) gunung (حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ)". Frasa "ash-shadafain" merujuk pada dua sisi atau dua puncak gunung. Ini mengindikasikan bahwa dinding tersebut dibangun hingga ketinggian yang sangat luar biasa, menyamai atau menutupi celah di antara puncak-puncak gunung, sehingga tidak ada lagi celah bagi Ya'juj dan Ma'juj untuk melewatinya.

Setelah tumpukan besi mencapai ketinggian yang diinginkan, Dzulqarnain memberikan instruksi selanjutnya, "Tiuplah (api itu) (قَالَ انفُخُوا)." Ini menunjukkan proses pembakaran atau peleburan. Api yang ditiupkan digunakan untuk memanaskan tumpukan besi hingga menjadi merah membara seperti api. Tahap ini krusial karena akan membuat besi menjadi lunak dan mudah menyatu, serta menghilangkan rongga-rongga udara yang dapat melemahkan struktur.

Begitu besi tersebut mencapai suhu yang sangat tinggi dan berubah warna menjadi merah menyala, Dzulqarnain melanjutkan instruksinya, "Berilah aku tembaga (cair) agar kutuangkan ke atasnya (قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا)". Kata "qithran" di sini menurut mayoritas mufasir, seperti Ibnu Abbas, Qatadah, dan Mujahid, berarti tembaga cair atau kuningan cair. Penambahan tembaga cair ke atas besi yang membara memiliki beberapa fungsi vital:

  1. Sebagai perekat: Tembaga cair akan mengisi celah-celah di antara potongan besi, membuatnya menyatu menjadi satu blok yang padu.
  2. Penguatan struktur: Kombinasi besi dan tembaga menciptakan paduan logam yang jauh lebih kuat dan tahan lama, mirip dengan baja modern yang diperkuat dengan elemen lain.
  3. Melindungi dari korosi: Lapisan tembaga juga dapat memberikan perlindungan tambahan terhadap korosi dan pelapukan.
  4. Membuatnya sangat licin: Permukaan yang dilapisi tembaga cair akan menjadi sangat licin, menyulitkan Ya'juj dan Ma'juj untuk memanjatnya.

Proses ini menunjukkan kecerdasan dan keahlian metalurgi yang luar biasa pada masa itu, mencerminkan pengetahuan Dzulqarnain yang luas dalam bidang teknik dan pembangunan.

﴿فَمَا اسْطَاعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُو۟ا۟ لَهُۥ نَقْبًا﴾
QS. Al-Kahfi Ayat 97: "Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj) tidak dapat mendakinya dan tidak pula dapat melubanginya."

Tafsir Ayat 97: Kehebatan dan Kekuatan Dinding

Ayat ini menegaskan keberhasilan pembangunan dinding tersebut. Setelah dinding selesai dibangun dengan material besi dan tembaga yang dipanaskan dan disatukan, hasilnya adalah sebuah benteng yang sangat kokoh. "Maka mereka (Ya'juj dan Ma'juj) tidak dapat mendakinya (فَمَا اسْطَاعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ)" berarti mereka tidak mampu memanjat atau melewati dinding dari atas. Ketinggian dinding yang menyamai puncak gunung dan kemungkinan permukaannya yang licin karena lapisan tembaga membuat upaya memanjat menjadi mustahil.

Dan yang lebih penting lagi, "dan tidak pula dapat melubanginya (وَمَا اسْتَطَاعُو۟ا۟ لَهُۥ نَقْبًا)". Ini menunjukkan bahwa material yang digunakan begitu padat dan kuat sehingga Ya'juj dan Ma'juj, dengan segala kekuatan dan keganasan mereka, tidak mampu membuat lubang atau terowongan untuk melewatinya. Ini adalah bukti kekuatan luar biasa dari konstruksi yang diperintahkan Dzulqarnain, sebuah dinding yang tidak hanya tinggi tetapi juga sangat padat dan tidak tembus.

Ayat ini menggambarkan bahwa dinding tersebut bukanlah dinding biasa. Ia dirancang dan dibangun dengan teknologi canggih pada masanya, dan mungkin juga dengan bantuan ilahiah, sehingga menjadi penghalang yang efektif dan tak tertembus. Keberhasilan Dzulqarnain dalam membangun dinding ini adalah rahmat besar bagi kaum yang tertindas, memberi mereka kedamaian dan keamanan dari serangan Ya'juj dan Ma'juj.

﴿قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّي ۖ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا﴾
QS. Al-Kahfi Ayat 98: "Dzulqarnain berkata, 'Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku. Maka apabila janji Tuhanku datang, Dia akan menjadikannya rata dengan tanah; dan janji Tuhanku itu adalah benar.'"

Tafsir Ayat 98: Kerendahan Hati dan Pengetahuan tentang Akhir Zaman

Ayat ini menyingkap salah satu sifat paling mulia dari Dzulqarnain: kerendahan hatinya dan kesadarannya akan kekuasaan Allah yang mutlak. Setelah menyelesaikan proyek monumental ini, ia tidak mengklaim keberhasilan itu sebagai miliknya semata, tidak menyombongkan kejeniusan atau kekuatannya. Sebaliknya, ia berkata, "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku (هَٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّي)". Ia mengakui bahwa semua kemampuan, pengetahuan, dan kesempatan untuk membangun dinding ini adalah karunia dan anugerah dari Allah SWT.

Pengakuan ini adalah pelajaran penting bagi setiap pemimpin dan individu yang mencapai kesuksesan. Kesuksesan sejati adalah ketika seseorang mampu menghubungkan setiap pencapaiannya dengan karunia ilahi, bukan semata-mata dengan usaha atau kemampuannya sendiri. Ini menjaga hati dari kesombongan dan keangkuhan.

Lebih jauh lagi, Dzulqarnain yang saleh ini memiliki pengetahuan tentang masa depan yang diberikan oleh Allah. Ia melanjutkan, "Maka apabila janji Tuhanku datang, Dia akan menjadikannya rata dengan tanah (فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ)". Kata "dakkaa'" berarti rata dengan tanah, hancur lebur. Ini adalah ramalan mengenai akhir dari dinding tersebut. Dzulqarnain tahu bahwa dinding sekuat apa pun yang ia bangun, tidak akan bertahan selamanya. Akan tiba suatu hari ketika Allah, dengan kehendak-Nya, akan menghancurkannya.

Janji Allah yang dimaksud di sini adalah janji tentang datangnya Hari Kiamat, atau lebih spesifik lagi, salah satu tanda besarnya yaitu keluarnya Ya'juj dan Ma'juj. Ini menunjukkan bahwa keberadaan dinding itu bersifat sementara, berfungsi untuk menahan Ya'juj dan Ma'juj hingga waktu yang telah ditetapkan oleh Allah. Ketika waktu itu tiba, dinding itu akan hancur dan mereka akan keluar, menjadi salah satu tanda dekatnya Hari Kiamat. Dzulqarnain mengakhiri pernyataannya dengan menegaskan, "dan janji Tuhanku itu adalah benar (وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا)". Ini adalah keyakinan yang kokoh akan kebenaran setiap firman dan janji Allah.

Ayat ini mengajarkan kita tentang kefanaan dunia dan segala yang ada di dalamnya. Sekuat apa pun bangunan yang kita dirikan, sehebat apa pun pencapaian manusia, semuanya akan hancur dan musnah pada akhirnya. Hanya kekuasaan Allah yang kekal abadi.

﴿وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا﴾
QS. Al-Kahfi Ayat 99: "Kami biarkan pada hari itu sebagian mereka bergelombang antara satu dengan yang lain, dan ditiuplah sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semua."

Tafsir Ayat 99: Keluarnya Ya'juj Ma'juj dan Hari Kiamat

Ayat ini melanjutkan penjelasan tentang "janji Tuhanku" yang disebutkan dalam ayat sebelumnya. "Kami biarkan pada hari itu sebagian mereka bergelombang antara satu dengan yang lain (وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ)". Frasa "يَوْمَئِذٍ" (pada hari itu) merujuk pada waktu ketika dinding Dzulqarnain hancur dan Ya'juj dan Ma'juj dibiarkan keluar. Mereka akan keluar dalam jumlah yang sangat besar, mengalir seperti air bah atau gelombang yang bertabrakan satu sama lain, menyebar ke seluruh penjuru bumi dan membawa kerusakan yang masif.

Hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan lebih lanjut tentang keluarnya Ya'juj dan Ma'juj sebagai salah satu tanda besar Kiamat. Mereka akan memakan apa saja, minum air danau hingga kering, dan menyebarkan kerusakan di muka bumi, hingga Nabi Isa AS dan kaum mukminin berdoa kepada Allah untuk membinasakan mereka.

Kemudian ayat ini beralih pada peristiwa yang lebih besar lagi, "dan ditiuplah sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semua (وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا)". Tiupan sangkakala (الصُّورِ) adalah salah satu peristiwa kunci pada Hari Kiamat. Ini adalah tiupan kedua setelah tiupan kematian yang mematikan semua makhluk hidup. Tiupan kedua ini adalah tiupan kebangkitan, setelah itu semua makhluk dari awal hingga akhir akan dikumpulkan di padang Mahsyar untuk dihisab. Penggunaan kata "Kami kumpulkan mereka semua" (فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا) menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang akan luput dari pengumpulan ini, baik Ya'juj Ma'juj, orang-orang yang mereka perangi, maupun seluruh umat manusia.

Ayat ini merupakan transisi dari peristiwa spesifik keluarnya Ya'juj dan Ma'juj menuju gambaran umum tentang Hari Kiamat, menunjukkan bahwa peristiwa Ya'juj dan Ma'juj adalah salah satu indikator kuat mendekatnya hari perhitungan yang agung itu. Ini juga mengingatkan kita bahwa meskipun dunia mungkin diwarnai kekacauan dan kerusakan oleh Ya'juj dan Ma'juj, pada akhirnya semua akan berakhir dan semua akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

﴿وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِّلْكَافِرِينَ عَرْضًا﴾
QS. Al-Kahfi Ayat 100: "Dan Kami tampakkan pada hari itu (neraka) Jahanam kepada orang-orang kafir dengan jelas."

Tafsir Ayat 100: Penampakan Neraka Bagi Kaum Kafir

Ayat terakhir dari rangkaian ini membawa kita pada klimaks hari perhitungan, yaitu pertanggungjawaban di akhirat. "Dan Kami tampakkan pada hari itu (neraka) Jahanam kepada orang-orang kafir dengan jelas (وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِّلْكَافِرِينَ عَرْضًا)". Kata "yaumaidzin" (pada hari itu) kembali merujuk pada Hari Kiamat, setelah tiupan sangkakala dan pengumpulan seluruh manusia.

"Aradhna" (Kami tampakkan) menunjukkan bahwa Jahanam akan diperlihatkan secara nyata dan jelas, bukan hanya sekadar disebutkan. Ini adalah penampakan yang akan membuat gentar dan ketakutan bagi siapa pun yang menyaksikannya, terutama bagi mereka yang selama hidupnya mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Neraka Jahanam akan diarak atau dibentangkan di hadapan orang-orang kafir, sehingga mereka dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri sebelum mereka dimasukkan ke dalamnya. Penampakan ini akan menjadi realitas yang tak terbantahkan, menghilangkan keraguan sekecil apa pun bagi mereka yang dulunya meragukan keberadaannya.

Ayat ini adalah peringatan keras bagi orang-orang kafir dan ancaman nyata bagi mereka yang ingkar. Ia melengkapi kisah Dzulqarnain dengan mengingatkan bahwa semua kekuasaan duniawi, segala upaya pembangunan, dan bahkan kehancuran Ya'juj dan Ma'juj adalah bagian dari rencana besar Allah yang puncaknya adalah Hari Perhitungan. Pada hari itu, setiap amal akan dibalas, dan bagi orang-orang kafir, balasan yang menunggu adalah Jahanam yang telah diperlihatkan dengan begitu jelas. Ini menggarisbawahi keadilan Allah dan kepastian akhirat.

Secara keseluruhan, ayat 96-100 Surah Al-Kahfi bukan hanya kisah tentang seorang raja yang saleh dan sebuah dinding kokoh, melainkan juga pelajaran tentang kepemimpinan yang beriman, kekuatan takdir Allah, tanda-tanda Kiamat, dan hakikat kehidupan dunia yang akan berakhir dengan pertanggungjawaban di akhirat.

Ilustrasi Dinding Dzulqarnain

Untuk membantu memvisualisasikan dinding yang dijelaskan dalam ayat-ayat ini, berikut adalah ilustrasi SVG yang menggambarkan kekuatan dan sifat monumental dari dinding Dzulqarnain yang dibangun antara dua gunung.

Dinding Dzulqarnain dan Pegunungan Ilustrasi Dinding besi Dzulqarnain yang kokoh di antara dua gunung, melambangkan kekuatan dan perlindungan dari Ya'juj dan Ma'juj. Dinding berwarna abu-abu gelap dengan lapisan tembaga di atasnya, mencerminkan bahan yang digunakan.
Ilustrasi visual Dinding Dzulqarnain yang digambarkan dalam Al-Qur'an, sebuah benteng kokoh dari besi dan tembaga.

Berbagai Penafsiran Ulama terhadap Ayat 96-100

Ayat-ayat ini telah menjadi subjek pembahasan mendalam oleh para mufasir (ahli tafsir) selama berabad-abad. Meskipun inti maknanya sama, ada nuansa dan penekanan yang berbeda dalam interpretasi mereka.

1. Tafsir Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan detail proses pembangunan dinding oleh Dzulqarnain. Beliau menyoroti kecerdasan Dzulqarnain dalam meminta potongan-potongan besi dan kemampuannya mengolahnya hingga menjadi satu kesatuan yang kokoh dengan tembaga cair. Ibnu Katsir menegaskan bahwa dinding itu sangat tinggi dan licin, sehingga Ya'juj dan Ma'juj tidak mampu memanjat maupun melubanginya.

Mengenai ayat 98, Ibnu Katsir menekankan kerendahan hati Dzulqarnain yang mengaitkan semua keberhasilan dengan rahmat Allah, bukan kekuatannya sendiri. Beliau juga mengutip hadis-hadis Nabi ﷺ yang menjelaskan tentang keluarnya Ya'juj dan Ma'juj sebagai tanda besar Kiamat, serta kehancuran dinding tersebut pada waktu yang telah ditentukan Allah. Penampakan neraka Jahanam bagi orang kafir pada hari Kiamat dijelaskan sebagai realitas yang mengerikan, tempat mereka akan melihat azab yang selama ini mereka dustakan.

2. Tafsir Al-Qurtubi

Imam Al-Qurtubi, dalam tafsirnya, juga mengupas aspek linguistik dari ayat-ayat ini. Beliau menjelaskan makna "zubaru al-hadid" sebagai potongan-potongan besar besi, dan "qithran" sebagai tembaga cair. Al-Qurtubi membahas perdebatan mengenai identitas Dzulqarnain, meskipun beliau cenderung tidak menetapkan identitas spesifiknya, melainkan lebih fokus pada pelajaran moral dan spiritual dari kisahnya.

Beliau memberikan penekanan pada aspek keberadaan Ya'juj dan Ma'juj yang nyata dan keluarnya mereka sebagai tanda akhir zaman. Al-Qurtubi juga memperdalam makna "janji Tuhanku" yang akan menghancurkan dinding tersebut, menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwa besar menjelang Kiamat. Penjelasan tentang Jahanam yang ditampakkan secara jelas kepada kaum kafir juga ditekankan sebagai bentuk keadilan ilahi.

3. Tafsir Al-Tabari

Imam At-Tabari, dalam Jami' al-Bayan, menyajikan berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi'in terkait penafsiran ayat-ayat ini. Beliau mengumpulkan pendapat-pendapat mengenai bagaimana dinding itu dibangun, materialnya, dan mengapa Ya'juj dan Ma'juj tidak bisa melewatinya. At-Tabari juga merinci pandangan-pandangan tentang lokasi dinding tersebut, meskipun dengan kesimpulan bahwa lokasi pastinya adalah ilmu Allah.

Aspek penting dari tafsir At-Tabari adalah penegasannya bahwa Dzulqarnain adalah seorang hamba Allah yang shaleh dan raja yang adil, yang menggunakan kekuasaannya untuk membantu orang lain. Beliau juga mengulas tentang bagaimana Ya'juj dan Ma'juj akan terus berusaha melubangi dinding setiap hari hingga akhirnya Allah mengizinkan mereka keluar menjelang Kiamat, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat hadis.

4. Tafsir Kementerian Agama RI

Tafsir modern dari Kementerian Agama Republik Indonesia juga memberikan penjelasan yang komprehensif. Mereka menyoroti bahwa kisah Dzulqarnain ini adalah bukti nyata kekuasaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang beriman. Pembangunan dinding menunjukkan tingkat peradaban dan teknologi yang maju pada masanya, serta kecerdasan Dzulqarnain.

Tafsir ini juga menekankan bahwa penolakan Dzulqarnain untuk menerima upah dan pengakuannya bahwa keberhasilan itu adalah rahmat Allah adalah teladan kerendahan hati dan ketulusan iman. Mengenai Ya'juj dan Ma'juj, Tafsir Kemenag RI menguatkan pandangan bahwa mereka adalah kaum yang nyata dan keluarnya mereka adalah tanda Kiamat yang harus diyakini umat Islam. Ayat-ayat terakhir yang berbicara tentang tiupan sangkakala dan penampakan Jahanam adalah peringatan serius akan adanya hari perhitungan dan balasan.

Dari berbagai tafsir ini, kita dapat melihat konsistensi dalam pemahaman makna dasar ayat-ayat tersebut, yaitu tentang pembangunan dinding yang kokoh oleh Dzulqarnain, sifat-sifat mulianya, keberadaan Ya'juj dan Ma'juj, serta kehancuran dinding sebagai tanda dekatnya Hari Kiamat. Perbedaan seringkali terletak pada detail linguistik, riwayat-riwayat tambahan, atau penekanan pada aspek-aspek tertentu.

Pelajaran dan Hikmah dari Al-Kahfi Ayat 96-100

Ayat-ayat ini kaya akan pelajaran berharga yang relevan bagi kehidupan seorang Muslim. Berikut beberapa di antaranya:

1. Kepemimpinan yang Adil dan Beriman

  • Tidak Haus Kekuasaan dan Materi: Dzulqarnain menolak upah yang ditawarkan oleh kaum yang meminta bantuannya, menunjukkan bahwa motivasinya adalah menolong dan berbuat kebaikan, bukan mencari keuntungan pribadi. Ini adalah teladan bagi setiap pemimpin untuk mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan diri sendiri.
  • Kerendahan Hati (Tawadhu'): Setelah berhasil membangun dinding yang sangat megah dan kokoh, Dzulqarnain tidak mengklaim kesuksesan itu sebagai miliknya, melainkan mengembalikannya kepada Allah, "Ini adalah rahmat dari Tuhanku." Ini mengajarkan bahwa setiap karunia dan keberhasilan berasal dari Allah.
  • Ilmu dan Kebijaksanaan: Dzulqarnain menunjukkan keahlian teknis dan pengetahuan metalurgi yang luar biasa. Ini menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi untuk kemaslahatan umat.
  • Membangun untuk Kebaikan: Kekuasaan yang diberikan kepadanya digunakan untuk melindungi kaum yang lemah dan mencegah kerusakan, bukan untuk penindasan atau perluasan wilayah semata.

2. Kekuasaan dan Kehendak Allah yang Mutlak

  • Semua Kekuatan Berasal dari Allah: Dzulqarnain, meskipun memiliki kekuasaan besar, menyadari bahwa semua itu adalah karunia Allah. Ini mengingatkan kita bahwa kekuatan manusia terbatas dan semua kembali kepada kehendak-Nya.
  • Kefanaan Dunia: Dinding sekuat apa pun yang dibangun oleh manusia akan hancur pada waktu yang ditentukan Allah. Ini adalah pengingat bahwa semua pencapaian duniawi bersifat sementara. Hanya amal saleh yang kekal.
  • Janji Allah itu Pasti: Pernyataan Dzulqarnain "janji Tuhanku itu adalah benar" menegaskan kebenaran dan kepastian janji-janji Allah, baik tentang kehancuran dinding maupun tentang Hari Kiamat.

3. Realitas Ya'juj dan Ma'juj sebagai Tanda Kiamat

  • Keberadaan Mereka yang Nyata: Kisah ini membenarkan keberadaan Ya'juj dan Ma'juj sebagai kaum yang nyata, yang akan keluar menjelang Hari Kiamat dan menyebarkan kerusakan.
  • Keluarnya Mereka Adalah Tanda Besar Kiamat: Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj adalah salah satu tanda besar yang mengindikasikan bahwa Hari Kiamat sudah sangat dekat. Ini mendorong umat Islam untuk lebih waspada dan mempersiapkan diri.
  • Ujian bagi Umat Manusia: Kemunculan mereka akan menjadi ujian besar bagi umat manusia, menguji keimanan dan ketahanan mereka.

4. Peringatan tentang Hari Kiamat dan Pertanggungjawaban

  • Tiupan Sangkakala dan Kebangkitan: Ayat-ayat ini secara eksplisit menyebutkan tiupan sangkakala dan pengumpulan seluruh manusia, mengingatkan tentang hari kebangkitan dan pengadilan.
  • Neraka Jahanam yang Nyata: Penampakan Jahanam kepada orang-orang kafir secara jelas adalah peringatan keras akan konsekuensi kekafiran dan kemaksiatan. Ini adalah motivasi untuk beriman dan beramal saleh.
  • Keadilan Ilahi: Allah akan menghisab semua manusia dan membalas setiap perbuatan mereka dengan adil, yang baik akan mendapat balasan baik, dan yang buruk akan mendapat balasan buruk.

5. Pentingnya Berdoa dan Bertawakkal

  • Meskipun Dzulqarnain diberikan kekuatan dan ilmu, ia selalu merujuk kepada Allah dan mengakui rahmat-Nya. Ini mengajarkan pentingnya berdoa, bertawakkal, dan bergantung sepenuhnya kepada Allah dalam setiap urusan, bahkan ketika kita telah mengerahkan segala usaha.

Melalui pelajaran-pelajaran ini, Surah Al-Kahfi ayat 96-100 tidak hanya mengisahkan sebuah peristiwa masa lalu, tetapi juga memberikan pedoman moral, spiritual, dan eskatologis yang mendalam bagi kehidupan seorang Muslim.

Ya'juj dan Ma'juj: Identitas, Karakteristik, dan Kemunculannya

Kisah Dzulqarnain tidak akan lengkap tanpa pembahasan mendalam mengenai Ya'juj dan Ma'juj, kaum yang menjadi alasan utama pembangunan dinding. Mereka adalah subjek yang sering disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis sebagai salah satu tanda besar Hari Kiamat.

1. Siapa Ya'juj dan Ma'juj?

Dalam Islam, Ya'juj dan Ma'juj (dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Gog dan Magog) adalah dua kaum atau bangsa yang sangat banyak jumlahnya, memiliki kekuatan besar, dan bersifat merusak. Mereka disebutkan dalam Al-Qur'an (Surah Al-Kahfi dan Surah Al-Anbiya') serta dalam Hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ.

  • Asal-usul: Para ulama tafsir umumnya berpendapat bahwa Ya'juj dan Ma'juj adalah keturunan Nabi Nuh AS melalui Yafets, salah satu putranya. Mereka adalah manusia biasa, bukan makhluk mitologi, tetapi memiliki sifat-sifat khusus yang disebutkan dalam riwayat.
  • Karakteristik: Hadis-hadis menggambarkan mereka sebagai kaum yang sangat banyak jumlahnya, memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, dan berperilaku merusak. Mereka suka menjarah, membunuh, dan tidak segan-segan melakukan kerusakan di muka bumi. Sebagian riwayat menyebutkan mereka memiliki wajah yang lebar, mata kecil, dan rambut kemerahan, namun yang lebih penting adalah sifat dan perilaku mereka.
  • Peran dalam Eskatologi Islam: Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj adalah salah satu dari sepuluh tanda besar Hari Kiamat (Asyrat As-Sa'ah Al-Kubra), yang terjadi setelah kemunculan Dajjal dan turunnya Nabi Isa AS.

2. Keadaan Mereka di Balik Dinding

Sebelum keluarnya mereka yang menjadi tanda Kiamat, Ya'juj dan Ma'juj terkurung di balik dinding yang dibangun oleh Dzulqarnain. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, setiap hari mereka berusaha melubangi dinding tersebut. Ketika mereka hampir berhasil, mereka berkata, "Besok kita akan menyelesaikannya." Namun, Allah menghancurkan kembali lubang yang mereka buat, dan dinding itu kembali utuh. Ini terjadi terus-menerus hingga pada suatu hari, ketika mereka hampir berhasil, salah satu dari mereka berkata, "Insya Allah, besok kita akan menyelesaikannya." Dengan menyebut nama Allah, izin pun diberikan. Ketika mereka kembali keesokan harinya, lubang itu tetap ada, dan mereka berhasil keluar.

Proses ini menunjukkan betapa besar kekuatan dan ketekunan mereka dalam merusak, namun pada saat yang sama, ia menegaskan kekuasaan Allah yang menahan mereka hingga waktu yang telah ditetapkan-Nya.

3. Kemunculan dan Kerusakan yang Ditimbulkan

Ketika Ya'juj dan Ma'juj berhasil keluar, mereka akan menyebar ke seluruh penjuru bumi. Jumlah mereka sangat banyak sehingga dapat menutupi permukaan bumi. Hadis Nabi ﷺ menyebutkan bahwa mereka akan minum seluruh air danau, sungai, dan mata air. Mereka akan merusak pertanian, peternakan, dan segala sesuatu yang mereka temui. Bumi akan dipenuhi dengan kerusakan dan kehancuran.

Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda: '...Kemudian Allah mengeluarkan Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka mengalir dari setiap tempat yang tinggi. Yang pertama dari mereka melewati Danau Tabariyyah (Tiberias) lalu meminum airnya. Ketika yang terakhir dari mereka lewat, mereka berkata, 'Sungguh, pernah ada air di sini.'" (HR. Muslim)

Melihat kerusakan yang masif ini, Nabi Isa AS dan para mukminin yang bersamanya akan berlindung di sebuah gunung. Mereka akan berdoa kepada Allah untuk membinasakan Ya'juj dan Ma'juj. Allah kemudian mengabulkan doa mereka dengan mengirimkan sejenis ulat ke leher Ya'juj dan Ma'juj, yang menyebabkan mereka mati serentak. Bumi akan dipenuhi dengan bangkai-bangkai mereka, kemudian Allah akan mengirimkan hujan yang membersihkan bumi dari jasad-jasad mereka.

4. Hikmah di Balik Kehadiran Ya'juj dan Ma'juj

  • Ujian Keimanan: Kemunculan mereka adalah ujian besar bagi umat manusia, khususnya bagi kaum mukminin. Ini menguji seberapa kuat iman mereka kepada Allah dan seberapa sabar mereka dalam menghadapi musibah.
  • Pengingat Kekuasaan Allah: Kisah ini menunjukkan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan mutlak atas segala sesuatu, termasuk atas makhluk-makhluk yang paling merusak sekalipun. Dialah yang menahan mereka dan Dialah yang akan membinasakan mereka pada waktu yang tepat.
  • Tanda Kiamat: Kehadiran mereka adalah salah satu penanda penting akan dekatnya Hari Kiamat, mendorong manusia untuk lebih beramal saleh dan bertaubat.
  • Keadilan Allah: Meskipun mereka merusak, pada akhirnya mereka akan dibinasakan oleh Allah, menunjukkan keadilan-Nya dalam menyingkirkan kebatilan dan kerusakan.

Dengan demikian, Ya'juj dan Ma'juj bukanlah sekadar cerita dongeng, melainkan bagian integral dari keyakinan eskatologis dalam Islam. Kisah mereka dalam Al-Qur'an dan Hadis memberikan gambaran jelas tentang salah satu ancaman terbesar yang akan dihadapi manusia menjelang akhir zaman, sekaligus menegaskan pertolongan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.

Debat dan Teori Mengenai Lokasi Dinding Dzulqarnain

Sejak zaman dahulu, lokasi pasti dari dinding yang dibangun Dzulqarnain untuk membendung Ya'juj dan Ma'juj telah menjadi topik perdebatan dan spekulasi di kalangan ulama, sejarawan, dan penjelajah. Al-Qur'an sendiri tidak memberikan koordinat geografis yang spesifik, hanya menyebutkan "di antara dua gunung (بَيْنَ السَّدَّيْنِ)" atau "di antara dua sandaran/celah (بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ)".

1. Beberapa Teori Utama:

  • Tembok Derbent (Kaukasus): Salah satu teori yang paling populer mengidentifikasi dinding Dzulqarnain dengan Tembok Derbent di Dagestan, Rusia, yang merupakan bagian dari pegunungan Kaukasus. Tembok ini dibangun oleh Raja Khosrow I dari Persia pada abad ke-6 Masehi untuk melindungi kekaisarannya dari suku-suku nomaden di utara. Dinding ini memang berada di antara dua bukit dan sangat kokoh, menyerupai deskripsi dalam Al-Qur'an. Namun, materialnya adalah batu, bukan besi dan tembaga, dan pembangunan modern belum menemukan bukti besi lebur atau tembaga dalam skala besar.
  • Tembok Besar Cina: Beberapa ulama dan sejarawan awal juga mengemukakan kemungkinan Tembok Besar Cina sebagai dinding Dzulqarnain. Namun, teori ini umumnya ditolak karena Tembok Besar Cina membentang ribuan kilometer di lahan datar dan pegunungan, tidak "di antara dua gunung" dalam arti celah sempit, dan materialnya juga bukan besi dan tembaga.
  • Pegunungan Kaukasus secara Umum: Selain Derbent, area Kaukasus secara luas sering disebut sebagai lokasi yang paling mungkin karena karakteristik geografisnya yang berupa pegunungan tinggi dengan celah-celah sempit yang bisa menjadi jalur bagi suku-suku perusak. Beberapa reruntuhan kuno di daerah ini telah diselidiki, namun belum ada yang secara definitif cocok dengan deskripsi Al-Qur'an.
  • Lokasi yang Tidak Diketahui/Tersembunyi: Banyak ulama modern berpendapat bahwa lokasi dinding tersebut mungkin tidak dapat diidentifikasi secara pasti atau sengaja dirahasiakan oleh Allah. Dinding itu mungkin berada di suatu tempat yang sangat terpencil, tersembunyi, atau telah berubah secara geografis seiring waktu. Yang terpenting bukanlah di mana dinding itu berada, melainkan keberadaannya dan hikmah di baliknya.

2. Perspektif Islam Mengenai Lokasi

Dalam Islam, kebenaran tentang lokasi dinding ini tidaklah sepenting kebenaran tentang keberadaan Ya'juj dan Ma'juj serta fungsinya sebagai tanda Kiamat. Al-Qur'an dan Hadis memberikan informasi yang cukup untuk menegaskan realitas dinding tersebut dan perannya dalam sejarah, tanpa perlu mengungkap lokasi geografisnya secara presisi.

Para mufasir cenderung berhati-hati dalam menetapkan lokasi definitif, karena tidak ada dalil yang qath'i (pasti) dari Al-Qur'an maupun Hadis yang menentukannya. Hikmahnya mungkin agar manusia tidak terlalu fokus pada hal-hal detail yang tidak esensial, melainkan pada pesan inti: bahwa Allah Mahakuasa untuk menahan kaum perusak dan bahwa setiap janji-Nya pasti akan terjadi.

Pencarian arkeologis atau geografis yang terus-menerus terhadap dinding ini bisa jadi merupakan upaya yang tidak produktif jika tujuan utamanya adalah memuaskan rasa ingin tahu semata, bukan untuk memperkuat iman. Yang lebih penting adalah meyakini bahwa dinding itu ada, telah menjalankan fungsinya, dan akan hancur pada waktunya, sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Relevansi Kisah Al-Kahfi Ayat 96-100 di Masa Kini

Meskipun kisah Dzulqarnain dan dindingnya terjadi ribuan tahun yang lalu, pelajaran yang terkandung di dalamnya tetap relevan dan penting bagi kehidupan kita di era modern ini.

1. Ancaman Destruktif dalam Bentuk Baru

Ya'juj dan Ma'juj, secara literal, akan keluar pada akhir zaman. Namun, secara metaforis, "Ya'juj dan Ma'juj" bisa diinterpretasikan sebagai segala bentuk kekuatan destruktif yang mengancam perdamaian dan stabilitas dunia. Di masa kini, kita melihat ancaman-ancaman seperti:

  • Ekstremisme dan Terorisme: Ideologi-ideologi ekstrem yang menyebarkan kebencian, kekerasan, dan kerusakan di masyarakat.
  • Kerusakan Lingkungan: Eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab, perubahan iklim, dan polusi yang mengancam kelangsungan hidup planet ini.
  • Krisis Moral dan Sosial: Degenerasi nilai-nilai moral, individualisme ekstrem, dan hilangnya empati yang merusak tatanan sosial.
  • Ancaman Teknologi: Penggunaan teknologi untuk tujuan destruktif, seperti perang siber, penyebaran disinformasi massal, atau pengembangan senjata pemusnah massal.

Kisah Dzulqarnain mengajarkan kita untuk tidak pasif menghadapi ancaman-ancaman ini. Kita harus bersatu padu, menggunakan akal dan sumber daya yang Allah berikan, untuk membangun "dinding" perlindungan dalam bentuk sistem hukum yang adil, pendidikan yang mencerahkan, gerakan sosial yang positif, dan kesadaran lingkungan.

2. Teladan Kepemimpinan dan Tanggung Jawab

Karakter Dzulqarnain adalah teladan abadi bagi para pemimpin di segala tingkatan:

  • Pemimpin Berintegritas: Menolak imbalan materi dan berfokus pada pelayanan adalah esensi integritas. Para pemimpin masa kini harus belajar untuk melayani, bukan menguasai.
  • Visioner dan Solutif: Dzulqarnain tidak hanya mendengar masalah, tetapi juga menawarkan solusi konkret dan memimpin pelaksanaannya. Pemimpin harus mampu mengidentifikasi masalah dan mencari solusi inovatif.
  • Mengakui Kekuatan Ilahi: Dalam dunia yang semakin sekuler, kerendahan hati Dzulqarnain yang mengaitkan semua keberhasilan dengan rahmat Allah adalah pengingat penting akan dimensi spiritual kepemimpinan. Ini menghindarkan pemimpin dari kesombongan dan tirani.
  • Kolaborasi dan Pemberdayaan: Dzulqarnain melibatkan masyarakat dalam pembangunan dinding, menunjukkan pentingnya kolaborasi dan pemberdayaan komunitas untuk mencapai tujuan bersama.

3. Pendidikan tentang Kiamat dan Akuntabilitas

Ayat-ayat ini secara gamblang mengingatkan tentang Hari Kiamat, tiupan sangkakala, pengumpulan manusia, dan penampakan Jahanam. Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia yang seringkali melalaikan, peringatan ini sangat relevan:

  • Meningkatkan Kesadaran Akhirat: Mengingat Kiamat mendorong kita untuk hidup dengan tujuan, memprioritaskan amal saleh, dan menjauhi dosa.
  • Akuntabilitas Individu dan Kolektif: Setiap perbuatan, baik besar maupun kecil, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ini mendorong tanggung jawab pribadi dan etika kolektif.
  • Keadilan Ilahi yang Absolut: Penampakan Jahanam bagi orang kafir menunjukkan bahwa keadilan Allah itu nyata dan pasti. Ini memberikan harapan bagi kaum tertindas dan peringatan bagi para penindas.

4. Ketahanan dan Harapan dalam Menghadapi Ujian

Meskipun akan ada masa-masa sulit (misalnya saat Ya'juj dan Ma'juj keluar), kisah ini juga menyiratkan harapan dan pertolongan Allah. Dinding itu sendiri adalah simbol harapan dan pertahanan terhadap kejahatan. Bagi mukmin, ini adalah pengingat bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang beriman dan bertakwa, dan bahwa setiap kesulitan pasti akan diakhiri dengan pertolongan-Nya.

Secara keseluruhan, Surah Al-Kahfi ayat 96-100 adalah permata kebijaksanaan yang terus relevan. Ia mengajarkan kita untuk menjadi pemimpin yang adil, pribadi yang rendah hati, berhadapan dengan ancaman dengan kekuatan iman dan akal, serta senantiasa mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi setelah kematian. Ini adalah peta jalan bagi seorang Muslim untuk menjalani kehidupan yang bermakna di dunia yang fana ini.

🏠 Homepage